• (GFD-2021-6676) [SALAH] PKS Menegakkan Negara Islam Dengan Cara Demokrasi

    Sumber: twitter.com
    Tanggal publish: 08/04/2021

    Berita

    Akun Twitter @MurtadhaOne1 mengunggah tweet dengan narasi “PKS adalah salah satu dari 3 varian pendukung khilafah” dan mengunggah penggalan video lama, tahun 2017, berdurasi 1:14 menit yang menampilkan Ustadz Kh. M. Shididq dari DPD HTI menyatakan bahwa terdapat 3 varian cara menegakan khilafah. Pertama, melalui cara kekerasan yang diyakini sebagai jihad. Kedua, terdapat kelompok yang ingin menegakan negara islam dengan cara demokrasi dan mendaftarkan kelompoknya sebagai partai politik. Ketiga, melalui dakwah Islam.

    Dalam video tersebut, Ustadz Shiddiq mengklaim bahwa partai PKS berupaya menegakkan negara Islam atau khilafah dengan cara demokrasi, seperti partai politik pada umumnya dan menduduki kursi jabatan negara.

    Kemudian, video tersebut juga mendapatkan atensi yang cukup banyak. Tweet yang diunggah pada tanggal 01/04/21 mendapatkan 468 Retweets dan 888 Likes. Selain itu, video tersebut dibagikan kembali di berbagai kanal media. Salah satunya, akun Raga Bumi, mengunggah kembali tangkapan layar video tersebut di Facebook dengan narasi “Fix.. 2024 jangan pilih PKS, Mari Bersatu Tenggelamkan PKS.”

    Hasil Cek Fakta

    Berdasarkan hasil penelusuran, video tersebut merupakan video lama yang beredar pada tahun 2017 dan pihak PKS telah memberikan bantahan atas hal tersebut pada Juli 2019 silam. Melansir dari harianjogja.com, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DIY memberikan jawaban atas tudingan seringnya PKS dikaitkan dengan khilafah atau Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Ketua DWP PKS DIY, Darul Falah, menegaskan bahwa kader PKS yang duduk di parlemen berkomitmen memperjuangkan kepentingan umum sebagai wujud rasa nasionalisme. Selama ini, tidak ada bukti yang kuat yang menyatakan bahwa PKS memiliki paham khilafah.

    Melansir dari detik.com, pada 2019, Wakil Ketua Majelis Syuro PKS, Hidayat Nur Wahid menyatakan ideologi HTI yang menganut khilafah berbeda dengan PKS dan partai politik lainnya, menurutnya PKS jelas mengakui Pancasila dan eksistensi Indonesia sebagai negara.

    Dengan demikian, klaim bahwa PKS berupaya menegakkan islam tidak sesuai dengan fakta dan masuk ke dalam kategori misleading content atau konten yang menyesatkan.

    Kesimpulan

    Faktanya klaim bahwa PKS berupaya menegakkan negara islam/khilafah salah. Video tersebut merupakan video lama yang beredar pada tahun 2017. Pihak PKS telah memberikan bantahan atas hal tersebut pada Juli 2019 silam.

    Rujukan

  • (GFD-2021-6675) [SALAH] Muhammadiyah Larang Masyarakat dengan KTP Non-Islam Ikut Vaksin

    Sumber: facebook.com
    Tanggal publish: 08/04/2021

    Berita

    Pada tanggal 1 April 2021 beredar sebuah unggahan video pada grup Facebook Regenerasi Muda Pecinta NKRI yang mengatakan bahwa Muhammadiyah melarang masyarakat dengan KTP Non-Islam untuk registrasi vaksin. Video tersebut diunggah oleh akun Putri Sulung.

    Hasil Cek Fakta

    Setelah melakukan penelusuran, hal tersebut tidaklah benar. Faktanya, pihak yang memberikan arahan tersebut bukanlah dari pihak Muhammadiyah. Melansir dari portal berita Kompas, Muhammadiyah bukanlah pihak penyelenggara vaksinasi, melainkan hanya sebagai mitra layanan vaksinasi. Penyelenggara dari program vaksinasi tersebut adalah Kementerian BUMN. Sehingga segala arahan terkait kegiatan vaksinasi datang dari panitia penyelenggara vaksinasi.

    Sebagai mitra layanan vaksinasi, Muhammadiyah diminta untuk mengkoordinir jalannya kegiatan vaksinasi. Melansir dari CNN Indonesia, Muhammadiyah Covid-19 Command Centre (MCCC) menyatakan bahwa Kementerian BUMN menggandeng Muhammadiyah sebagai mitra layanan vaksinasi bertujuan untuk mengkoordinir jalannya kegiatan vaksinasi. Yang mana, kegiatan vaksinasi tersebut ditujukan untuk kalangan lanjut usia dan Pelayan Publik Muhammadiyah, sehingga kuota yang disediakan dalam vaksinasi memang terbatas. Namun, jumlah masyarakat yang hendak mendapatkan vaksin melebihi kapasitas, yang mengakibatkan tidak semua masyarakat yang datang berhasil mendapatkan vaksin.
    Dengan demikian, pihak yang tidak mendapatkan vaksin bukanlah masyarakat dengan KTP Non-Islam, namun masyarakat yang berada di luar target.

    Dengan demikian, maka dapat dikatakan bahwa narasi yang diunggah oleh akun Putri Sulung dalam grup Facebook Regenerasi Muda Pecinta NKRI tidak sesuai fakta dan masuk ke dalam kategori misleading content atau konten yang menyesatkan.

    Kesimpulan

    Hasil Periksa Fakta Nadine Salsabila Naura Marhaeni (Universitas Diponegoro)

    Muhammadiyah Covid-19 Command Centre (MCCC) menyatakan bahwa kuota pemberian vaksin memang terbatas. Namun, masyarakat yang tidak mendapatkan vaksin BUKAN masyarakat dengan KTP Non-Islam. MCCC melalui CNN Indonesia menyatakan bahwa masyarakat yang tidak mendapatkan vaksin merupakan masyarakat yang berada di luar target sasaran.

    Rujukan

  • (GFD-2021-6674) [SALAH] Vaksin Covid-19 Pfizer Dijual Online di Malaysia

    Sumber: WhatsApp
    Tanggal publish: 08/04/2021

    Berita

    Cek Fakta Liputan6.com mendapati informasi vaksin Covid-19 Pfizer dijual lewat sentra dagang online di Malaysia. Informasi tersebut beredar lewat aplikasi percakapan WhatsApp.

    Informasi vaksin Covid-19 Pfizer dijual lewat sentra dagang online di Malaysia berupa tangkapan layar halaman sentra dagang online yang menampilkan empat buah botol bertuliskan "COVID-19Coronavirus Vaccine" dengan latar belakang biru bertuliskan "Pfizer", dalam tangkapan layar tersebut juga terdapat tulisan "(Malaysia PFIZER Covid 19 Vaccine" dan harga RM 63.88.

    Hasil Cek Fakta

    Cek Fakta Liputan6.com menelusuri informasi vaksin Covid-19 Pfizer dijual online di Malaysia menggunakan Google Search dengan kata kunci 'iklan jualan vaksin covid-19 pfizer malaysia'

    Penelusuran mengarah pada artikel berjudul "Iklan jualan vaksin COVID-19 Pfizer-BioNTech secara dalam talian, palsu" yang dimuat situs berita.rtm.gov.my, pada 4 Maret 2021.

    Dalam artikel situs berita.rtm.gov.my, Direktur Jenderal Kesehatan Tan Sri Dr Noor Hisham Abdullah menyatakan, penjualan online iklan vaksin Pfizer-BioNTech COVID-19 yang kini menyebardi media sosial adalah palsu.

    Ia menegaskan bahwa Divisi Penegakan Farmasi Kementerian Kesehatan Malaysia (MOH) melalui Unit Cyber ​​Forensic bekerja sama dengan otoritas lokal dan internasional, terus memantau situasi terkini dan penjualan vaksin secara online.

    Penelusuran juga mengarah pada artikel berjudul "Iklan jual vaksin palsu" yang dimuat situs kosmo.com.my, pada 4 Maret 2021.

    Artikel situs situs kosmo.com.my menyebutkan, Kementerian Kesehatan Malaysia (MOH) telah mengkonfirmasi bahwa iklan penjualan online yang melibatkan vaksin Covid-19 Pfizer di media sosial adalah palsu.

    Direktur Jenderal Kesehatan, Tan Sri Dr. Noor Hisham Abdullah menegaskan, pihaknya mencatat iklan tersebut dan Divisi Penegakan Farmasi menemukan bahwa iklan tersebut palsu.

    “Divisi melalui Cyber ​​Forensic Unit bekerja sama dengan otoritas lokal dan internasional, Interpol terus memantau situasi terkini serta penjualan vaksin Pfizer secara online.

    Vaksin Covid-19 sudah diberikan registrasi bersyarat sehingga hanya bisa disuplai ke pemerintah dan pihak yang berwenang oleh pemerintah. Sebab, vaksin ini tidak dijual di negara ini, ”ujarnya dalam jumpa pers di Jakarta, hari ini.

    Hal tersebut diungkapkan Noor Hisham ketika ditanya tentang iklan menular di media sosial yang diduga menjual vaksin Covid-19 Pfizer dengan harga RM63,88.

    Kesimpulan

    Hasil penelusuran Cek Fakta Liputan6.com, menelusuri informasi vaksin Covid-19 Pfizer dijual online di Malaysia tidak benar.

    Kementerian Kesehatan Malaysia (MOH) telah mengkonfirmasi bahwa iklan penjualan online yang melibatkan vaksin Covid-19 Pfizer di media sosial adalah palsu.

    Rujukan

  • (GFD-2021-6673) [SALAH] Cacing dalam Masker Impor dari China

    Sumber: YouTube
    Tanggal publish: 08/04/2021

    Berita

    Cek Fakta Liputan6.com mendapati video yang mengklaim ada cacing pada masker, klaim tersebut diunggah akun Youtube BOTAK BERSINAR, pada 7 April 2021.

    Video yang mengklaim ada cacing pada masker menampilkan masker yang diberi uap air panas di atas sebuag wadah, kemudian pada masker tersebut muncul sesuatu berbentuk hitam dan panjang.

    Videp berdurasi 2.36 menit tersebut diberi judul "Masker impor china ada cacing atau ulat || waspada".

    Hasil Cek Fakta

    Cek Fakta Liputan6.com menelusuri video yang mengklaim ada cacing pada masker, dengan menangkap layar video untuk dijadikan bahan penelusuran menggunakan Google Image dan Yandex. Namun, tidak ada video atau foto yang identik dengan video tersebut.

    Penelusuran dilanjutkan menggunakan Google Search dengan kata kunci 'Worms in face mask'. Penelusuran mengarah pada artikel berjudul "Face Masks Don't Contain Black Worms" yang dimuat situs misbar.com, pada 6 April 2021.

    Artikel situs misbar.com juga menelusuri klaim cacing hitam pada masker, dalam situs tersebut Saad Al-Sharif, profesor dan konsultan penyakit dada dan pengobatan tidur, sebelumnya membantah klaim terkait cacing hitam di masker wajah.

    Masker disterilkan setelah pembuatannya dengan cara yang ketat yang memastikan bahwa kuman, virus, atau organisme apa pun yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia tidak tetap ada.

    Penelusuran juga mengarah pada situs microbehunter.com yang mengulas tentang permukaan masker, dengan judul "Why you should NOT be worried about microscopic worms (Morgellons) in your Face Mask".

    Ulasan situs microbehunter.com tersebut menampilkan video penjelasan permukaan masker menggunakan mikroskop. Situs tersebut menyebutkan, beberapa orang khawatir dengan cacing pada masker wajah. Tapi ini bukan cacing.

    Mereka adalah serat tekstil dari pakaian yang tampak bergerak seperti makhluk hidup, tetapi alasan mengapa mereka bergerak adalah karena proses fisik.

    Kesimpulan

    Hasil penelusuran Cek Fakta Liputan6.com, video yang mengklaim ada cacing pada masker tidak benar.

    Sesuatu yang diklaim sebagai cacing pada masker adalah serat kain yang bergerak karena proses fisik.

    Rujukan