• (GFD-2020-8230) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Pemuda NU Ini Salat Berjamaah di Tempat Ibadah Umat Katolik?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 14/08/2020

    Berita


    Akun Facebook Munzirin mengunggah foto yang memperlihatkan belasan pemuda yang sedang salat berjamaah di sebuah ruangan. Di dinding belakang para pemuda yang mengenakan jaket berlogo Nahdlatul Ulama (NU) itu, terpasang salib. Foto itu dibagikan ke halaman Manusia Merdeka pada 12 Agustus 2020.
    Foto tersebut pun diberi narasi, "Islam Nusantara itu nabinya siapa ya...? Tuhannya Yesus juga ya.....? terus kitabnya mungkin kitab STENSIL....??" Hingga artikel ini dimuat, unggahan itu telah direspons lebih dari 100 kali dan dikomentari lebih dari 600 kali.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Munzirin.
    Bagaimana kebenaran narasi serta foto tersebut?

    Hasil Cek Fakta


    Dengan menulusuri foto di atas denganreverse image tool, Tim CekFakta Tempo terhubung dengan situs Duta Islam yang pernah memuat klarifikasi atas foto tersebut. Klarifikasi itu terdapat dalam artikel berjudul “Viral Foto Shalat di Gereja Banyak Dipelintir, Ini Klarifikasi dari IPNU Batam” yang dipublikasikan pada 28 Juni 2018.
    Artikel tersebut memuat penjelasan dari Shon Haji Zuhri, salah satu kader NU yang termasuk dalam belasan pemuda di foto itu, sehingga tentunya mengetahui konteks foto tersebut. Di akhir artikel, situs Duta Islam juga memuat tautan tulisan yang diunggah oleh Shon di akun Facebook-nya pada 26 Juni 2018.
    Menurut Shon, para pemuda NU tersebut adalah Pengurus Anak Cabang Ikatan Pemuda Nahdlatul Ulama ( IPNU ) Kecamatan Sagulung, Batam. Saat itu, mereka diundang untuk mengisi pentas seni dalam Jambore Pelajar Katolik yang digelar oleh Yayasan Tunas Karya. Kegiatan ini bertempat di SD Katolik Santo Ignasius Loyola di Rempang, Galang, pada 22-24 Juni 2018.
    Jambore tersebut bertemakan kebhinekaan. Pemuda NU diundang untuk menampilkan kesenian yang bertemakan kebangsaan dan keberagaman. Mereka tampil pada 23 Juni 2018 pukul 20.00 WIB.
    “Saat rombongan adik-adik IPNU yang dikawal beberapa anggota Banser sampai di lokasi, ternyata sudah masuk waktu salat magrib dan akhirnya rombongan melakukan salat magrib berjamaah di sebuah gedung yang ada salibnya,” ujar Shon. Foto salat magrib tersebut pun viral dan diklaim bahwa para pemuda NU itu salat di tempat ibadah agama lain.
    Menurut Shon, gedung yang dipakai untuk salat tersebut bukanlah gereja, melainkan semacam asrama atau aula yang lokasinya terpisah dari gereja. Mereka telah berusaha mencari masjid atau musala terdekat, namun jaraknya cukup jauh dan tidak ada kendaraan untuk mengantar.
    “Maka, kami meyakini, jika kami memaksakan diri harus melaksanakan salat magrib di masjid terdekat, maka waktu salat (magrib) akan habis. Sementara itu, kami tidak mungkin juga melaksanakan salat di lapangan yang ada di lokasi, karena keadaan cuaca (gerimis) dan lapangannya becek akibat guyuran air hujan selama dua hari,” ujar Shon.
    Dengan pencarian lanjutan di Dacebook, Tempo terhubung dengan salah satu akun, yakni Cosmas Eko Suharyanto, yang juga terlibat dalam pelaksanaan jambore tersebut. Penjelasan oleh akun Cosmas Eko Suharyanto ini tidak jauh berbeda dengan yang ditulis oleh Shon.
    Menurut Cosmas, lokasi pelaksanaan jambore berjarak sekitar dua jam dari pusat Batam. Sementara para anggota IPNU datang dari berbagai daerah di Batam. Mereka menempuh waktu dua jam dengan mini bus untuk mencapai lokasi jambore.
    “Kami menyambutnya dengan suka cita dan langsung mengarahkan ke ruang aula untuk minum dan menikmati snack ringan, karena waktu sudah mendekati untuk salat magrib. Saya menyaksikan dua anggota Banser mengecek apakah ada musala di seberang jalan di kantor Polsek Galang yang sedang dibangun. Setelah dicek, rupanya belum dapat digunakan. Memang di sekitar area bumi Jambore Rempang tidak ada masjid terdekat," ujarnya.
    Cosmas pun melanjutkan, “Akhirnya, setelah berdiskusi, salat magrib akan dilaksanakan di aula SD Ignasius. Segera saja suster dari kongregasi JMJ yang melayani di Asrama Rempang mengecek ketersediaan air untuk salat dan mempersiapkan segala sesuatunya, sementara panitia yang lain mempersiapkan tempat. Akhirnya, tibalah waktu salat, dengan menggunakan sound systempanitia, alunan doa itu berkumandang dengan merdu di tengah acara besar Remaja Katolik.”

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa para pemuda NU dalam foto di atas salat berjamaah di tempat ibadah umat Katolik menyesatkan. Para pemuda NU tersebut adalah Pengurus Anak Cabang Ikatan Pemuda Nahdlatul Ulama (IPNU) Kecamatan Sagulung, Batam. Saat itu, mereka diundang untuk mengisi pentas seni dalam Jambore Pelajar Katolik bertema kebhinekaan yang digelar oleh Yayasan Tunas Karya pada 23 Juni 2018. Salat berjamaah itu pun dilakukan di aula, bukan di tempat ibadah umat Katolik maupun gereja.
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cekfakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8229) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Ini Video Hantaman Rudal Israel dalam Ledakan di Beirut?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 13/08/2020

    Berita


    Video yang memperlihatkan hantaman rudal di sebuah wilayah yang telah terbakar dan mengepulkan asap yang tebal beredar di media sosial. Video tersebut diklaim sebagai video hantaman rudal Israel dalam ledakan di Beirut, Lebanon, pada 4 Agustus 2020.
    Di Facebook, video tersebut diunggah salah satunya oleh akun Yan Ismahara pada 8 Agustus 2020. Akun ini pun menulis narasi sebagai berikut:
    "Berdasar Rekaman Video Infrared ternyata Ledakan di Libanon karena Dihantam Rudal Israel. Untuk menyamarkan maka lebih dulu diledakkan oleh para penyusup, lalu dihancurkan lagi pake rudal. Ingat, minimal ada dua ledakan besar. Breaking News! NAMPAK REKAMAN KAMERA INFRARED MENUNJUKKAN ADANYA SERANGAN RUDAL DARI LANGIT, DIDUGA PELAKU NYA ADALAH ISR43L.”
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Yan Ismahara.
    Apa benar video tersebut adalah video hantaman rudal Israel dalam ledakan di Beirut?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo mula-mula memfragmentasi video itu menjadi sejumlah gambar dengantoolInVID. Gambar-gambar tersebut kemudian ditelusuri jejak digitalnya denganreverse image toolGoogle dan Yandex. Hasilnya, video tersebut telah mengalami suntingan.
    Video yang sama dengan kualitas yang lebih tinggi dan durasi yang lebih panjang pernah diunggah oleh kanal YouTube Youssef Kawtharani pada 5 Agustus 2020. Video itu diberi judul “Beirut Lebanon huge Explosion”. Namun, dalam video berdurasi 17 detik ini, tidak terlihat benda yang diklaim sebagai rudal oleh akun Yan Ismahara.
    Youssef Kawtharani pun mengunggah video itu ke Instagram pada hari yang sama dan telah disaksikan lebih dari 19.200 kali.
    Kantor berita Reuters juga telah memverifikasi video itu dan menyatakannya sebagai hasil suntingan. Video itu adalah potongan dari rekaman milik Youssef Kawtharani, yang dalam profil Instagram menyebut dirinya sebagai sukarelawan di palang merah Lebanon. Video aslinya diambil di Rue Chafaka, setengah mil dari lokasi ledakan, yang dikonfirmasi oleh Google Street View.
    Video editan tersebut juga berkualitas lebih rendah ketimbang video aslinya. Video ini dilapisi dengan sejumlah grafik, termasuk gambar diam di bagian awal yang memperlihatkan rudal yang dilingkari. Lewat analisis bingkai demi bingkai, rudal tidak terlihat di semua bingkai, termasuk sebelum momen menghantam tanah.
    Video lain dengan narasi serupa
    Sesaat setelah terjadinya ledakan di Beirut pada 4 Agustus 2020, beredar video dengan efek film negatif yang menunjukkan hantaman rudal di sebuah wilayah. Video itu diklaim sebagai video yang diambil tepat sebelum terjadinya ledakan di Beirut.
    Video tersebut merupakan hasil suntingan, berupa penggabungan dua video, penambahan gambar rudal, dan pemberian efek film negatif. Dua video yang digabungkan itu sama-sama diambil dari peristiwa ledakan di Beirut pada 4 Agustus 2020.
    Baik dalam video yang diunggah CNN Arabic maupun kanal YouTube Daesh Hunter, tidak terlihat adanya sebuah benda yang diklaim sebagai rudal. Organisasi cek fakta yang berbasis di Amerika Serikat, Lead Stories, pun telah memverifikasi video itu. Menurut profesor digital forensik dari Universitas California, Berkeley, Hany Farid, video itu jelas palsu.
    Farid menjelaskan bagaimana video itu diedit. "Jika menonton video itu bingkai demi bingkai, Anda akan melihat beberapa hal yang secara jelas menggambarkan bahwa video itu palsu. Sekitar detik ke-8, misil menghilang dari video, jauh sebelum ledakan. Tidak ada pula gerakan yang kabur pada rudal yang semestinya terlihat mengingat kecepatannya. Selain itu, rudal tersebut tampak identik dalam setiap bingkai di mana rudal itu terlihat. Ini adalah tanda dari manipulasicopy-pastementah di mana misil itu ditempelkan ke setiap bingkai yang berurutan," ujar Farid.
    Dilansir dari Kompas.com, video tersebut awalnya adalah rekaman dari produser media sosial CNN Arabic yang berbasis di Beirut, Mehsen Mekhtfe. Video asli itu diedit oleh orang tak bertanggung jawab, dengan menambahkan objek mirip rudal. Mekhtfe kebetulan berada di dekat lokasi ledakan dan merekam ledakan tersebut.
    "Banyak orang menghubungi saya untuk memberi tahu saya bahwa itu palsu," kata Mekhtfe. Dia menegaskan bahwa video itu asli miliknya dan tidak terdapat rudal di sana. Ketika orang-orang bertanya kepadanya soal rudal, dia menyatakan tidak melihat rudal apa pun atau mendengar jet atau pundronedi atasnya.
    Penyebab ledakan di Beirut
    Berdasarkan arsip pemberitaan Tempo, sumber ledakan berasal dari sebuah gudang pelabuhan yang menyimpan 2.750 ton amonium nitrat selama enam tahun tanpa memenuhi aturan keselamatan. Al Jazeera melaporkan bahwa belum diketahui secara pasti mengapa amonium nitrat yang biasanya digunakan untuk pupuk pertanian serta bahan peledak di pertambangan dan konstruksi itu teronggok di gudang tersebut selama bertahun-tahun.
    Namun, CNN melaporkan sebuah dokumen yang menjelaskan bahwa amonium nitrat itu dibawa ke pelabuhan di Beirut oleh kapal Rusia MV Rhosus pada 2013. Kapal ini singgah di Beirut dengan tujuan akhir Mozambik. Kapal Rusia berbendera Moldova tersebut terpaksa bersandar di Beirut karena kesulitan keuangan. Awak kapal itu yang berkebangsaan Rusia dan Ukraina dikabarkan resah dengan kapal yang tak kunjung berlayar ke tujuan akhir.
    Menurut Direktur Bea Cukai Lebanon, Badri Daher, begitu tiba di pelabuhan di Beirut, kapal Rusia itu tidak pernah meninggalkan pelabuhan meski berulang kali diperingatkan karena membawa muatan bahan kimia yang setara dengan "bom mengambang". Kepala bea cukai sebelum Daher, Chafic Merhi, ternyata telah menulis surat kepada hakim yang menangani kasus ini pada 2016 agar otoritas pelabuhan mengekspor kembali amonium nitrat yang dibawa kapal Rusia itu. Hal ini untuk menjaga keamanan pelabuhan dan pekerja karena bahaya yang dapat ditimbulkannya dalam iklim yang tidak sesuai.
    Menteri Pekerjaan Umum Michel Najjar mengatakan kepada Al Jazeera bahwa ia baru mengetahui keberadaan bahan peledak yang disimpan di pelabuhan Beirut 11 hari sebelum ledakan, melalui laporan yang diberikan kepadanya oleh Dewan Pertahanan Tertinggi negara itu. "Tidak ada menteri yang tahu apa yang ada di hangar atau kontainer, dan itu bukan tugas saya untuk tahu," katanya.
    Najjar pun menyatakan telah menindaklanjuti keberadaan amonium tersebut. Namun, pada akhir Juli, pemerintah Lebanon memberlakukan karantina wilayah karena meningkatnya jumlah kasus Covid-19. Najjar akhirnya berbicara dengan manajer umum pelabuhan, Hasan Koraytem, pada 3 Agustus. Dia meminta Koraytem untuk mengiriminya semua dokumentasi yang relevan, sehingga bisa "melihat masalah ini". Namun, permintaan itu datang terlambat. Keesokan harinya, tepat setelah pukul 18.00 (15.00 GMT), gudang tersebut meledak, memusnahkan pelabuhan, dan menghancurkan sebagian besar Beirut.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa video di atas adalah video hantaman rudal Israel dalam ledakan di Beirut, Lebanon, keliru. Video yang diunggah oleh akun Facebook Yan Ismahara itu merupakan hasil suntingan. Video ini dilapisi dengan sejumlah grafik, termasuk gambar rudal. Lewat analisis bingkai demi bingkai, rudal tidak terlihat di semua bingkai, termasuk sebelum momen menghantam tanah.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cekfakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8228) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Piramida dan Burj Khalifa Diberi Lampu Bendera Lebanon Sebagai Solidaritas Ledakan Beirut?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 13/08/2020

    Berita


    Foto Burj Khalifa di Uni Emirat Arab dan Piramida Giza di Mesir yang diberi lampu berwarna bendera Lebanon beredar di media sosial. Menurut narasi yang menyertai foto itu, pemberian lampu tersebut merupakan bentuk solidaritas atas ledakan di Beirut, Lebanon, pada 4 Agustus 2020.
    Di Facebook, foto tersebut diunggah salah satunya oleh akun Care Ummah, yakni pada 5 Agustus 2020. Akun itu pun menulis narasi, “Bersama dalam Solidaritas Dengan Lebanon. @burjkhalifa terletak di Dubai menyalakan gedung tertinggi di dunia dengan warna bendera Lebanon. Piramida Giza, salah satu keajaiban tertua dunia yang terletak di Mesir, menyala dengan warna-warna bendera Lebanon dalam solidaritas.”
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Care Ummah.
    Apa benar Piramida dan Burj Khalifa diberi lampu berwarna bendera Lebanon sebagai bentuk solidaritas atas ledakan di Beirut ?

    Hasil Cek Fakta


    Piramida
    Foto Piramida dengan lampu berwarna bendera Lebanon merupakan hasil suntingan. Foto aslinya pernah diunggah oleh akun Facebook resmi Kementerian Pariwisata dan Kepurbakalaan Mesir pada 19 April 2020. Dalam foto ini, Piramida diberi lampu berwarna biru dengan tulisan "Experience Egypt Soon".
    Video yang diunggah di kanal YouTube AFP News Agency pada 19 April 2020 juga memperlihatkan Piramida dengan warna lampu yang sama, namun bertuliskan "Stay Home". Video itu diberi keterangan: "Piramida Agung diterangi dengan cahaya biru dan diproyeksikan dengan pesan laser 'Stay Home' di dataran tinggi Giza di pinggiran ibukota Mesir, Kairo, dalam rangka World Heritage Day, saat negara tersebut berjuang melawan penyebaran Covid-19."
    AFP Periksa Fakta pun telah memverifikasi foto Piramida yang diberi cahaya dalam warna bendera Lebanon itu, dan menyatakannya sebagai foto suntingan. Kementerian Pariwisata Mesir, yang diwawancara oleh AFP Kairo, juga telah membantah klaim tentang cahaya dalam warna bendera Lebanon di Piramida itu. "Berita ini tidak benar," kata seorang sumber di kementerian tersebut.
    Burj Khalifa
    Foto Burj Khalifa dalam unggahan akun Care Ummah pernah diunggah oleh akun Twitter resmi Burj Khalifa pada 5 Agustus 2020. Foto itu diberi keterangan: "#BurjKhalifa menyala dalam solidaritas dengan saudara-saudari kita di #Lebanon."
    Dilansir dari situs media Timur Tengah, Al Arabiya, Burj Khalifa, gedung tertinggi di dunia, menyala dengan gambar bendera Lebanon sebagai bentuk solidaritas atas ledakan di Beirut, Lebanon, pada 4 Agustus 2020 yang menewaskan sedikitnya 100 orang dan melukai ribuan lainnya.
    Menteri Luar Negeri Uni Emirat Arab Anwar Gargash mencuit di akun Twitter-nya, "Hati kami bersama Beirut dan rakyatnya. Kami berdoa semoga Tuhan melindungi Lebanon dan rakyatnya, dan Tuhan meredakan rasa sakit mereka, menyembuhkan luka mereka, dan menjauhkan kesedihan dari mereka," kata Gargash yang juga menyertakan foto Burj Khalifa dengan lampu bendera Lebanon.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa Piramida dan Burj Khalifa diberi lampu berwarna bendera Lebanon sebagai bentuk solidaritas atas ledakan di Beirut, sebagian benar. Burj Khalifa memang menyala dengan warna bendera Lebanon setelah terjadi ledakan di Lebanon pada 4 Agustus 2020. Namun, foto Piramida yang diberi cahaya dalam warna bendera Lebanon merupakan hasil suntingan.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8227) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Virus Corona Covid-19 Dibuat di Lab Militer Partai Komunis Cina?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 13/08/2020

    Berita


    Klaim bahwa virus Corona penyebab Covid-19, SARS-CoV-2, dibuat di laboratorium militer Partai Komunis Cina (PKC) beredar di media sosial. Menurut klaim itu, pernyataan tersebut diungkapkan oleh ilmuwan asal Cina yang melarikan diri ke Amerika Serikat (AS) beberapa waktu lalu, Li Meng Yan.
    Di Instagram, klaim tersebut diunggah salah satunya oleh akun @prabowopejuang, yakni pada 6 Agustus 2020. Klaim itu berasal dari sebuah artikel yang diterbitkan oleh situs ID Today pada 4 Agustus 2020 yang berjudul "Lari ke AS, Ilmuwan China Beberkan Fakta Covid-19 Dibuat di Lab Militer Partai Komunis".
    Menurut artikel itu, Li Meng Yan menyatakan SARS-CoV-2 tidak berasal dari pasar Wuhan seperti yang dikatakan oleh pemerintah Cina. Ahli virologi dari Hong Kong School of Public Health, Universitas Hong Kong (HKU), ini menuturkan bahwa dia "mengetahui" secara jelas SARS-CoV-2 diciptakan di laboratorium yang terkait dengan Tentara Pembebasan Rakyat Cina (PLA).
    "Pada waktu itu, saya dengan jelas menilai bahwa virus itu berasal dari laboratorium militer Partai Komunis Cina," kata Li Meng Yan. “Pasar basah Wuhan hanya digunakan sebagai umpan,” ujarnya. Hal itu disampaikannya dalam wawancara dengan Taiwan News Agency Lude Press.
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Instagram @prabowopejuang.
    Namun, apa benar virus Corona Covid-19 dibuat di laboratorium militer Partai Komunis Cina?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim-klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo mula-mula menelusuri artikel Taiwan News terkait pernyataan Li Meng Yan itu. Hasilnya, ditemukan artikel di Taiwan News yang dimuat pada 31 Juli 2020 yang berjudul "Ahli virologi China mengklaim virus Corona berasal dari laboratorium PLA".
    Artikel tersebut berisi pernyataan Li Meng Yan bahwa, selama penelitiannya tentang penularan virus dari manusia ke manusia, dia melacak sumber wabah ke PLA. "Saat itu, saya sudah menilai dengan jelas bahwa virus itu berasal dari laboratorium militer Partai Komunis China. Pasar basah Wuhan hanya dijadikan umpan," katanya.
    Meskipun begitu, dalam pernyataannya, Li Meng Yan tidak membeberkan bukti-bukti yang dimilikinya terkait klaim itu. Li Meng Yan hanya mengatakan bahwa dia dibesarkan dan dididik di bawah PKC dan tahu "hal-hal apa yang akan dilakukan oleh pemerintah Cina".
    Sebelumnya, dalam wawancara dengan Fox News pada 10 Juli 2020, Li Meng Yan menyatakan bahwa Cina mengetahui virus Corona baru ini jauh sebelum mereka mengakui munculnya virus tersebut. Dia juga mengatakan bahw pemerintah Cina menutup-nutupi keberadaan Covid-19 dan mengabaikan penelitian yang dilakukannya di awal pandemi, yang ia percaya bisa menyelamatkan banyak nyawa.
    Namun, kampus Li Meng Yan, HKU, membantah klaim tersebut. HKU mengkonfirmasi bahwa Li Meng Yan memang merupakan mahasiswa pascadoktoralnya yang telah meninggalkan kampus. Tapi, menurut HKU, klaim Li Meng Yan tidak sesuai dengan fakta-fakta kunci yang mereka pahami.
    HKU juga mengklarifikasi bahwa Li Meng Yan belum melakukan penelitian tentang topik tersebut di kampus dari Desember 2019 hingga Januari 2020. "Kami selanjutnya mengamati bahwa apa yang mungkin ditekankannya dalam wawancara yang dilaporkan tidak memiliki dasar ilmiah tapi menyerupai desas-desus."
    Selain itu, HKU membantah klaim Li Meng Yan bahwa ia menemukan adanya potensi penularan dari manusia ke manusia, namun tidak digubris oleh pejabat setempat. Menurut pernyataan HKU, salah satu profesornya, Yuen Kwok Yung, justru memberi tahu Menteri Kesehatan Hong Kong Sophia Chan Siu Chee tentang wabah di Wuhan dan mencatat potensi pandemi serta kemiripannya dengan SARS, yang mana menular antar manusia.
    Sumber Covid-19
    Dilansir dari organisasi cek fakta AS, Fact Check, setelah virus Corona Covid-19 pertama kali muncul di Wuhan pada akhir Desember 2019, memang tersebar berbagai rumor palsu tentang misteri asal-usul virus. Salah satunya adalah bahwa virus Corona Covid-19 merupakan senjata biologi yang bocor dari laboratorium di Wuhan. Namun, seluruh versi teori ini tidak memiliki pijakan bukti dan penjelasan secara sains.
    Bukti-bukti yang ada justru menunjukkan bahwa virus itu kemungkinan menular ke manusia dari hewan yang belum teridentifikasi, seperti yang pernah terjadi di masa lalu pada jenis virus Corona lain. SARS-CoV pada 2002-2003 misalnya, diperkirakan berasal dari kelelawar dan menyebar ke manusia melalui musang. Pada 2012, muncul pula MERS-CoV yang kemungkinan berasal dari kelelawar, dan menyebar ke manusia melalui unta.
    Berdasarkan arsip berita Tempo pada 30 Maret 2020, hasil studi yang dipimpin oleh Kristian Andersen, profesor imunologi dan mikrobiologi di Scripps Research Institute, California, AS, pun telah membantah rumor bahwa virus Corona Covid-19 sengaja dibuat atau produk rekayasa laboratorium. Menurut studi yang telah dipublikasikan dalam jurnal Nature Medicine ini, virus Corona Covid-19 adalah buah dari proses evolusi alami.
    Andersen menjelaskan, sejak awal pandemi Covid-19, para peneliti telah menguliti asal-usul SARS-CoV-2 tersebut dengan menganalisis data urutan genomnya. "Dengan membandingkan data urutan genom jenis-jenis virus Corona yang sudah diketahui, kami dapat dengan tegas menentukan bahwa SARS-CoV-2 berasal dari proses alami," ujarnya.
    Dilansir dari The Conversation, sebagian besar ilmuwan yang mempelajari virus setuju SARS-CoV-2 berevolusi secara alami dan menular ke manusia dari hewan, yang kemungkinan besar adalah kelelawar. Menurut dosen parasitologi dan mikrobiologi medis Universitas Westminster, Polly Hayes, untuk mengetahui bahwa SARS-CoV-2 berasal dari hewan dan bukan buatan, bisa dilihat materi genetik virus tersebut.
    Hayes mengatakan susunan genetik atau genom SARS-CoV-2 telah diurutkan dan dibagikan ke publik oleh para ilmuwan di seluruh dunia. Jika virus tersebut direkayasa secara genetik di laboratorium, akan ada tanda-tanda manipulasi pada data genom. "Ini akan mencakup bukti urutan virus yang ada sebagai tulang punggung bagi virus baru, serta elemen genetik yang jelas dan ditargetkan dimasukkan atau dihapus," ujarnya.
    Namun, menurut Hayes, tidak ditemukan bukti semacam itu dalam materi genetik SARS-CoV-2. "Sangat tidak mungkin bahwa teknik apa pun yang digunakan untuk merekayasa virus secara genetik tidak akan meninggalkan tanda genetik, seperti potongan kode DNA tertentu yang dapat diidentifikasi," katanya.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim "Covid-19 dibuat di laboratorium militer Partai Komunis Cina" keliru. Hingga kini, tidak ada bukti bahwa virus Corona Covid-19 merupakan buatan laboratorium. Bukti-bukti yang ada justru menunjukkan bahwa virus itu berevolusi secara alami dan menular ke manusia dari hewan. Tidak ada pula tanda-tanda manipulasi pada data genom SARS-CoV-2 yang menunjukkan bahwa virus tersebut merupakan hasil rekayasa laboratorium.
    IBRAHIM ARSYAD | ANGELINA ANJAR SAWITRI
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan