• (GFD-2024-20318) Cek Fakta: Hoaks Jusuf Hamka Bagikan Uang Rp 65 Juta Hanya dengan Daftar di WhatsApp

    Sumber:
    Tanggal publish: 01/06/2024

    Berita


    Liputan6.com, Jakarta - Beredar lagi postingan Jusuf Hamka membagikan uang Rp 65 juta dengan mendaftar melalui Whatsapp. Postingan itu beredar sejak akhir pekan ini.
    Salah satu akun ada yang mengunggahnya di Facebook. Akun itu mempostingnya pada 31 Mei 2024.
    Dalam postingannya terdapat foto Jusuf Hamka bersama Luhut Binsar Pandjaitan dengan narasi:
    "Jika Vt ini masuk beranda kalian sebelum bulan Juni cepat tekan tanda abah Tf 65jt sekarang!!"
    Lalu benarkah postingan Jusuf Hamka membagikan uang Rp 65 juta dengan mendaftar melalui Whatsapp?

    Hasil Cek Fakta


    Cek Fakta Liputan6.com beberapa kali menemukan akun palsu Jusuf Hamka di Facebook dengan klaim serupa. Padahal Jusuf Hamka sudah menjelaskan tidak punya akun media sosial selain @jusufhamka di Instagram dan @mohjusufhamka_official di Tiktok.
    Ia juga menjelaskan tidak punya akun resmi di Facebook. Postingan pada 31 Maret 2023 itu juga disertai narasi:
    "HATI2 PENIPUAN. Banyak orang-orang yang tidak bertanggung jawab melakukan penipuan dengan menggunakan nama saya.
    Untuk itu saya tegaskan kembali melalui video di atas ini. Mohon tidak mudah percaya kepada akun-akun lain, kecuali Instagram dan Tiktok seperti video di atas ini.
    Bila ada yang minta-minta nomor rekening atau uang administrasi, mohon jangan dilayani karena itu pasti penipuan.
    Think smart, do smart, and be smart."
    Selain itu postingan yang beredar viral di Facebook mengarahkan masyarakat pada link tertentu. Ini merupakan modus pencurian data ataupun terhubung dengan pinjaman online ilegal.
    Selain itu sangat berbahaya jika memberikan data pribadi seperti buku tabungan untuk diunggah di media sosial. Pasalnya data pribadi ini rawan digunakan untuk penipuan.

    Kesimpulan


    Postingan Jusuf Hamka membagikan uang Rp 65 juta dengan mendaftar melalui Whatsapp adalah hoaks.

    Rujukan

  • (GFD-2024-20317) Keliru, Virus SARS-CoV-2 Telah Dipatenkan Sejak 2015

    Sumber:
    Tanggal publish: 01/06/2024

    Berita



    Tangkapan layar sebuah jurnal penelitian berjudul “MSH3 Homology and Potential Recombination Link to SARS-CoV-2 Furin Cleavage Site” yang dihubungkan dengan paten virus corona sudah terjadi sejak 2015, beredar di Threads

    Dalam postingan tersebut, si pengunggah mengklaim bahwa sejumlah peneliti yang mengecek genetics sequence virus penyebab Covid-19, SARS-CoV-2, cocok 100 persen dengan sequence virus yang sudah dipatenkan oleh salah satu perusahaan vaksin, Moderna pada 2015.



    Postingan yang diunggah pada 21 Mei 2024 itu telah mendapatkan respon 34 komentar dan 134 kali disukai. Lantas, benarkah virus SARS-CoV-2 dipatenkan pertama kali pada 2015?

    Hasil Cek Fakta



    Tempo mula-mula menelusuri tangkapan layar jurnal penelitian yang diklaim merupakan upaya paten tes virus corona baru. Hasilnya,  jurnal yang ditulis Balamurali K. Ambati dkk yang terbit 21 Februari 2022 tersebut dapat diakses melalui tautan berikut “MSH3 Homology and Potential Recombination Link to SARS-CoV-2 Furin Cleavage Site”.  

    Tempo meminta ahli epidemiologi dan peneliti Indonesia dari Universitas Griffith, Australia, Dicky Budiman untuk memahami hasil riset tersebut dalam bahasa yang lebih populer. Menurut dia, para peneliti dalam riset itu mengeksplorasi fitur spesifik dalam kode genetik virus penyebab COVID-19, yang dikenal sebagai SARS-CoV-2. Mereka membandingkannya dengan virus serupa yang ditemukan pada kelelawar, yaitu RaTG13.  

    Temuan utama pada riset itu adalah SARS-CoV-2 dan virus kelelawar RaTG13 memiliki banyak perbedaan kecil dalam kode genetik mereka, tetapi ada satu perbedaan besar yang menonjol. Perbedaan ini adalah adanya 12-nukleotida tambahan dalam SARS-CoV-2, yang menghasilkan penambahan empat asam amino (PRRA) pada bagian virus yang disebut protein spike.

    Tambahan 12-nukleotida ini menciptakan sesuatu yang disebut furin cleavage site (FCS). FCS penting karena membantu virus menginfeksi sel manusia lebih efektif. Fitur ini tidak ada pada virus kelelawar RaTG13 atau virus serupa lainnya, membuat SARS-CoV-2 unik.

    Sebagian dari genom SARS-CoV-2, termasuk FCS, ditemukan cocok secara sempurna dengan urutan spesifik dari gen manusia MSH3, tetapi dalam bentuk terbalik. Kecocokan ini sepanjang 19 nukleotida dan 100% identik jika dibalik. Temuan ini sangat tidak biasa dan menunjukkan bahwa bagian dari genom virus ini mungkin berasal dari interaksi dengan materi genetik manusia.

    Namun, alasan pasti untuk kecocokan ini tidak jelas. Salah satu kemungkinannya adalah hal ini terjadi secara kebetulan. Kemungkinan lain adalah bahwa ini mungkin telah dimasukkan ke dalam genom virus selama proses replikasi di sel yang terinfeksi, fenomena yang dikenal sebagai "copy choice recombination".

    FCS membuat virus lebih mudah menginfeksi manusia dan mungkin hewan lain seperti musang. Memahami situs ini membantu dalam menciptakan versi virus yang dilemahkan untuk vaksin.

    Kehadiran FCS juga dikaitkan dengan penyakit yang lebih parah pada model hewan tertentu, menunjukkan perannya dalam kemampuan virus menyebabkan penyakit serius. Sehingga, kehadiran FCS unik dalam SARS-CoV-2 adalah faktor penting dalam kemampuannya menginfeksi manusia dan menyebabkan COVID-19. Asal usul dan implikasi dari kecocokan genetik dengan gen manusia MSH3 memerlukan penyelidikan lebih lanjut untuk memahami bagaimana hal ini mempengaruhi perilaku dan penyebaran virus.

    Dengan mempelajari detail genetik ini, para ilmuwan dapat lebih memahami virus ini dan mengembangkan perawatan dan vaksin yang lebih efektif untuk melawan pandemi.

    Lalu benarkah SARS-CoV-2 berasal dari virus yang dipatenkan sejak 2015? Dikutip dari Tim Cek Fakta AFP, seseorang bernama Richard A. Rothschild diklaim pernah mengajukan paten untuk tes virus corona baru pada dan permohonan paten yang tidak terkait corona virus pada tahun 2015. Namun klaim itu ternyata merupakan informasi yang salah. Kantor Paten Eropa menyatakan permohonan paten yang diajukan tidak mengacu pada SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 sebelum tahun 2020. 

    Pirbright Institute, sebuah pusat penelitian di Inggris seperti dikutip Reuters juga dikabarkan pernah mengajukan paten atas “virus corona” pada tahun 2015, namun informasi itu juga dinyatakan sebagai klaim yang palsu.  McGill University adalah universitas riset publik berbahasa Inggris yang berlokasi di Montreal, Quebec, Kanada bahkan mendapati klaim paten yang ajukan Pirbright Institute adalah salah karena virus yang diajukan sebenarnya merupakan virus yang menyebabkan bronkitis burung dan bukan SARS-CoV2. 

    Hasil riset tersebut tidak menyatakan bahwa SARS-CoV-2 buatan dari virus yang telah ada sebelumnya. Ahli virologi dari Tiongkok Shi Zhengli  mengumumkan pada akhir Januari 2020 bahwa virus kelelawar yang diberi nama RaTG13 di laboratoriumnya memiliki 96,2% genom yang sama dengan SARS-CoV-2, yang merupakan persentase tertinggi dari semua virus yang diketahui.

    Padahal, jika dituduh bahwa SARS-CoV-2 berasal dari virus yang telah ada sebelumnya, Robert F. Garry, ahli virologi di Fakultas Kedokteran Universitas Tulane, mengatakan kepada FactCheck, bahwa virus corona harus “setidaknya 99%” harus mirip dengan SARS-CoV-2 dan “mungkin” 99,9% serupa jika disebut berasal dari laboratorium. 

    Kesimpulan



    Hasil pemeriksaan fakta Tempo, klaim yang menyebutkan virus corona telah dipatenkan pada 2015 adalah keliru. 

    Jurnal yang dijadikan dasar klaim diketahui merupakan jurnal yang menulis hasil penelitian terkait perbedaan mutasi titik antara SARS-CoV-2 dan kelelawar RaTG13 coronavirus. Jurnal itu tidak menyebutkan upaya paten terhadap virus Covid-19. Informasi terkait upaya paten virus Covid-19 bahkan merupakan informasi lawas yang pernah ramai beredar pada Oktober 2020 dan telah dinyatakan sebagai informasi yang keliru. 

    Rujukan

  • (GFD-2024-20316) PSSI naturalisasi 150 pemain demi Piala Dunia 2026, benarkah?

    Sumber:
    Tanggal publish: 31/05/2024

    Berita

    Jakarta (ANTARA/JACX) – Sebuah unggahan video di YouTube menarasikan Persatuan Sepakbola seluruh Indonesia (PSSI) mempersiapkan 150 pemain naturalisasi demi Piala Dunia 2026 mendatang.

    Berikut narasi dalam unggahan tersebut:

    “GAWAT PSSI Siapkan 150 Pemain Naturalisasi, Demi Piala Dunia 2026..??”

    Namun, benarkah PSSI naturalisasi 150 pemain demi Piala Dunia 2026?

    Hasil Cek Fakta

    Berdasarkan penelusuran ANTARA, unggahan foto tersebut serupa dengan laman ANTARA yang diberi keterangan Ketua Umum PSSI Erick Thohir (kedua kiri) bersama Wakil Ketua Umum PSSI Zainudin Amali (kiri) berfoto dengan pemain naturalisasi Timnas sepak bola Indonesia Rafael William Struick (kedua kanan) dan Ivar Jenner (kanan) saat jumpa pers di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Rabu (24/5/2023).

    Ketua Umum PSSI Erick Thohir menilai hoaks yang beredar di media sosial yang menyebut PSSI bakal menaturalisasi 150 pemain asing adalah upaya fitnah yang tidak masuk akal.

    "Satu hal yang jelas, unggahan soal 150 pemain dinaturalisasi adalah sebuah berita bohong, fitnah yang tidak masuk akal. Hal yang patut disayangkan adalah pihak yang tak bertanggung jawab sengaja menyebar kabar bohong yang bernada provokatif itu jelas-jelas memiliki niat tak baik," ujar Erick.

    Erick menyesalkan pihak yang sengaja menyebar hoaks tersebut karena sejatinya naturalisasi yang dilakukan PSSI adalah terkait pemain yang memiliki darah keturunan Indonesia dan jumlah pemain dengan kriteria seperti itu pun sangat terbatas.

    Klaim: PSSI naturalisasi 150 pemain demi Piala Dunia 2026

    Rating: Hoaks

    Baca juga: Yance Sayuri cedera di tengah latihan fisik bersama timnas Indonesia

    Pewarta: Tim JACX

    Editor: Indriani

    Copyright © ANTARA 2024

    Rujukan

  • (GFD-2024-20315) [HOAKS] Seniman Suriah Bikin "Patung Liberty" dari Reruntuhan Rumahnya

    Sumber:
    Tanggal publish: 30/05/2024

    Berita

    KOMPAS.com - Sebuah unggahan mengeklaim, seorang seniman di Suriah membuat bangunan menyerupai Patung Liberty di Amerika Serikat.

    Dalam unggahan disebutkan, "Patung Liberty" itu dibuat dari reruntuhan rumahnya yang hancur akibat perang saudara.

    Namun, setelah ditelusuri, narasi tersebut tidak benar atau hoaks.

    Narasi soal seniman Suriah membuat bangunan menyerupai Patung Liberty dari reruntuhan rumahnya dibagikan oleh akun Facebook ini.

    Akun tersebut membagikan gambar bangunan mirip Patung Liberty dan diberi keterangan demikian:

    Seorang seniman Suriah (*) membuat satu bangunan berbentuk patung besar yang menyerupai "The Statue Of Liberty (Patung Lambang Kebebasan)" di perairan pelabuhan New York, Amerika Serikat.

    Dia membangunnya, dengan menggunakan bahan dari reruntuhan rumahnya, yang telah hancur akibat perang di Suriah.

    Dengan slogan:???? “Inilah (janji slogan) Kebebasan yang mereka (Amerika) bawakan untuk kita.” ????

    Hasil Cek Fakta

    Dilansir The Associated Press, gambar tersebut merupakan montase foto karya seniman Suriah yang tinggal di Berlin, Jerman, bernama Tammam Azzam.

    Gambar tersebut telah diunggah oleh Azzam di Facebook pada 2012 dan diberi keterangan Statue of Liberty (Photomontage).

    Kepada The Associated Press, Azzam mengatakan, gambar itu dibuat menggunakan Photoshop pada 2012.

    Ia menggabungkan beberapa foto bangunan yang hancur di Suriah akibat perang saudara sejak 2011.

    Menurut Azzam, gambar tersebut mewakili kebebasan yang dicari oleh rakyat Suriah.

    “Saya membuat gambar tersebut menggunakan Photoshop dengan memindai dan menyatukan berbagai fragmen foto-foto bangunan yang hancur di Suriah,” kata Azzam. 

    “Mengenai kesalahan representasi, sangat disayangkan bahwa gambar tersebut telah dikaitkan secara keliru dengan narasi tertentu. Itu tidak dibangun dari reruntuhan rumah," ujar Azzam. 

    Kesimpulan

    Narasi soal seniman di Suriah membuat bangunan menyerupai Patung Liberty dari reruntuhan rumahnya merupakan hoaks.

    Gambar bangunan menyerupai Patung Liberty merupakan montase foto karya Tammam Azzam, seniman Suriah yang tinggal di Berlin, Jerman.

    Azzam menggunakan Photoshop untuk menggabungkan beberapa foto bangunan yang hancur di Suriah akibat perang saudara sejak 2011.

    Rujukan