(GFD-2020-4727) [SALAH] Pegawai Pusat Perbelanjaan Luwes Gading Dijemput Petugas Medis
Sumber: whatsapp.comTanggal publish: 24/05/2020
Berita
“Ojo Nang Luwes Gading Sik, Hari Ini Pegawene Ono Sing Dijemput Soko Muwardi”
Hasil Cek Fakta
Tangkapan layar dengan imbauan berupa larangan untuk warga Solo berkunjung ke pusat perbelanjaan Luwes Gading beredar di masyarakat. Hal tersebut didasari adanya pekerja di tempat tersebut yang dijemput oleh petugas medis. Menanggapi viralnya tangkapan layar tersebut, pihak terkait yakni Luwes Gading pun akhirnya angkat bicara.
Melalui media sosial Instagram @luwesgading, dijelaskan bahwa tidak benar jika ada pekerja dari Luwes Gading yang dijemput oleh petugas medis. Foto yang terlihat pada tangkapan layar merupakan pelaksanaan pemeriksaan rapid test yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Surakarta pada Jumat, 22 Mei 2020. Rapid test sendiri dilakukan di berbagai tempat keramaian di Kota Solo dan salah satunya mencakup pusat perbelanjaan seperti Beteng Trade Center (BTC), Pusat Grosir Solo (BGS, Luwes Gading, Luwes Nusukan dan Matahari Singosaren.
Melansir dari solopos.com, akibat dari narasi yang terdapat pada tangkapan layar tersebut, lima orang akhirnya melakukan permintaan maaf secara tertulis. Humas Resources (HR) Manajer Luwes Gading, Bengawan Tedjo Handoyo menjelaskan bahwa saat itu kegiatan rapid test diikuti oleh 20 orang. Ketika tenaga medis melakukan pemeriksaan, terdapat orang yang mendokumentasikan kegiatan tersebut tanpa izin dan kemudian menyebarkannya ke media sosial.
“Foto tersebut berkembang dan dibagikan kepada masyarakat hingga menjadi berita yang menggangu dan meresahkan masyarakat,” jelas Bengawan.
Dengan beredarnya informasi tersebut, Bengawan menjelaskan bahwa hal itu cukup berdampak pada penurunan jumlah pengunjung di Luwes Gading. Meski begitu, ia juga menyatakan bahwa saat ini para penyebar telah datang ke kantor dan melakukan permintaan maaf secara tertulis.
“Ada banyak yang terlibat, tetapi sore ini para penyebar kabar bohong itu datang ke kantor kami. Kami beryukur pelaku sudah ketahuan dan minta konfirmasi mengenai pemberitaan tersebut,” tandasnya.
Melalui media sosial Instagram @luwesgading, dijelaskan bahwa tidak benar jika ada pekerja dari Luwes Gading yang dijemput oleh petugas medis. Foto yang terlihat pada tangkapan layar merupakan pelaksanaan pemeriksaan rapid test yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Surakarta pada Jumat, 22 Mei 2020. Rapid test sendiri dilakukan di berbagai tempat keramaian di Kota Solo dan salah satunya mencakup pusat perbelanjaan seperti Beteng Trade Center (BTC), Pusat Grosir Solo (BGS, Luwes Gading, Luwes Nusukan dan Matahari Singosaren.
Melansir dari solopos.com, akibat dari narasi yang terdapat pada tangkapan layar tersebut, lima orang akhirnya melakukan permintaan maaf secara tertulis. Humas Resources (HR) Manajer Luwes Gading, Bengawan Tedjo Handoyo menjelaskan bahwa saat itu kegiatan rapid test diikuti oleh 20 orang. Ketika tenaga medis melakukan pemeriksaan, terdapat orang yang mendokumentasikan kegiatan tersebut tanpa izin dan kemudian menyebarkannya ke media sosial.
“Foto tersebut berkembang dan dibagikan kepada masyarakat hingga menjadi berita yang menggangu dan meresahkan masyarakat,” jelas Bengawan.
Dengan beredarnya informasi tersebut, Bengawan menjelaskan bahwa hal itu cukup berdampak pada penurunan jumlah pengunjung di Luwes Gading. Meski begitu, ia juga menyatakan bahwa saat ini para penyebar telah datang ke kantor dan melakukan permintaan maaf secara tertulis.
“Ada banyak yang terlibat, tetapi sore ini para penyebar kabar bohong itu datang ke kantor kami. Kami beryukur pelaku sudah ketahuan dan minta konfirmasi mengenai pemberitaan tersebut,” tandasnya.
Kesimpulan
Lima orang terpaksa harus melakukan permintaan maaf secara tertulis akibat mengunggah informasi yang tidak tepat. Foto tersebut bukan foto penjemputan pekerja Luwes Gading oleh petugas medis, melainkan kegiatan pelaksanaan rapid test yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan pemerintah Surakarta.
Rujukan
(GFD-2020-4726) [SALAH] Video “TAKBIRAN IDUL FITRI 2020 DI ACEH”
Sumber: facebook.comTanggal publish: 24/05/2020
Berita
“TAKBIRAN IDUL FITRI 2020 DI ACEH”
Hasil Cek Fakta
Masyarakat dikejutkan dengan sebuah unggahan yang berisi video melalui media sosial Facebook, perihal dengan perayaan takbiran jelang hari raya Idul Fitri 2020 di Aceh. Video tersebut diunggah oleh akun Facebook @KajianIslam pada 23 Mei 2020 pukul 21.35 WIB. Hingga saat ini, video tersebut telah disukai lebih dari 1,5 ribu kali dan mendapat 158 komentar oleh sesama pengguna Facebook lainnya.
Namun setelah dilakukan penelusuran lebih lanjut, faktanya diketahui bahwa video tersebut bukanlah terjadi pada tahun seperti yang disebutkan oleh akun @KajianIslam. Mencari dengan menggunakan kata kunci serupa melalui situs web berbagi video Youtube, diketahui bahwa video serupa pernah diunggah oleh akun d’K4PT3N_channel pada 5 Juni 2019 dengan judul “Pawai takbiran Idul Fitri keliling Kota Banda Aceh”.
Sementara melansir dari tribunnews.com, saat itu pawai takbir hari raya Idul Fitri 1440 Hijriah dilepas langsung oleh Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah dengan diiringi pemukulan beduk. Tak hanya Plt Gubernur, acara juga turut dihadiri oleh Wali Kota Banda Aceh, Aminullah Usman dan Ketua DPRA, Sulaiman. Acara takbir keliling saat itu diikuti oleh satu kelompok yang terdiri dari peserta obor sebanyak 30 hingga 40 orang dan beberapa mobil hias.
Unggahan akun Facebook @KajianIslam perihal takbir keliling di Aceh pada tahun 2020 adalah tidak sesuai dengan fakta alias hoaks. Unggahan tersebut masuk ke dalam kategori false context. False context sendiri merupakan sebuah konten yang disajikan dengan narasi dan konteks yang salah. Biasanya, false context memuat pernyataan, foto, atau video peristiwa yang pernah terjadi pada suatu tempat, namun secara konteks yang ditulis tidak sesuai dengan fakta yang ada.
Namun setelah dilakukan penelusuran lebih lanjut, faktanya diketahui bahwa video tersebut bukanlah terjadi pada tahun seperti yang disebutkan oleh akun @KajianIslam. Mencari dengan menggunakan kata kunci serupa melalui situs web berbagi video Youtube, diketahui bahwa video serupa pernah diunggah oleh akun d’K4PT3N_channel pada 5 Juni 2019 dengan judul “Pawai takbiran Idul Fitri keliling Kota Banda Aceh”.
Sementara melansir dari tribunnews.com, saat itu pawai takbir hari raya Idul Fitri 1440 Hijriah dilepas langsung oleh Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah dengan diiringi pemukulan beduk. Tak hanya Plt Gubernur, acara juga turut dihadiri oleh Wali Kota Banda Aceh, Aminullah Usman dan Ketua DPRA, Sulaiman. Acara takbir keliling saat itu diikuti oleh satu kelompok yang terdiri dari peserta obor sebanyak 30 hingga 40 orang dan beberapa mobil hias.
Unggahan akun Facebook @KajianIslam perihal takbir keliling di Aceh pada tahun 2020 adalah tidak sesuai dengan fakta alias hoaks. Unggahan tersebut masuk ke dalam kategori false context. False context sendiri merupakan sebuah konten yang disajikan dengan narasi dan konteks yang salah. Biasanya, false context memuat pernyataan, foto, atau video peristiwa yang pernah terjadi pada suatu tempat, namun secara konteks yang ditulis tidak sesuai dengan fakta yang ada.
Kesimpulan
Melalui media sosial Facebook, beredar video dengan klaim bahwa video tersebut merupakan perayaan takbiran menjelang hari raya Idul Fitri 2020 di Aceh. Namun pasca dilakukan penelusuran lebih lanjut dengan menggunakan beberapa kata kunci yang berhubungan, klaim yang diunggah bersamaan dengan video tersebut adalah tidak sesuai dengan fakta.
Rujukan
(GFD-2020-4724) [SALAH] Video Pengibaran Bendera Bertuliskan Kalimat Tauhid
Sumber: twitter.comTanggal publish: 28/08/2020
Berita
Akun Twitter Tiara96 (@TIARA2796) mengunggah cuitan berupa video pengibaran bendera tauhid dengan narasi yang menggambarkan bahwa peristiwa tersebut terjadi baru-baru ini pada 26 Agustus 2020. Cuitan tersebut telah mendapat respon sebanyak 308 likes, 225 retweets dan komentar, serta sudah dilihat sebanyak 5.300 kali.
Berikut kutipan narasinya:
"Ya tuhan 😣
Tolong pak
@DivHumas_Polri
ini membeberkan sifat aslinya pak, tangkap mereka, jgn sampai yg lain memprovokasi yg lain !!!
#WaspadaEksHTI"
Berikut kutipan narasinya:
"Ya tuhan 😣
Tolong pak
@DivHumas_Polri
ini membeberkan sifat aslinya pak, tangkap mereka, jgn sampai yg lain memprovokasi yg lain !!!
#WaspadaEksHTI"
Hasil Cek Fakta
Berdasarkan hasil penelusuran, dikutip dari Tempo, peristiwa pengibaran bendera kalimat tauhid tersebut terjadi di halaman gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah dan Lapangan Sintuwu Maroso dalam aksi bela bendera tauhid pada 26 Oktober 2018.
"Pada saat kegiatan penyampaian orasi di kantor DPRD Poso, salah satu peserta aksi secara spontan menurunkan bendera merah putih dan mengantinya dengan bendera kain hitam bertuliskan lailahaillallah. Begitupun di Lapangan Sintuwu Maroso," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo melalui keterangan resmi, Sabtu, 27 Oktober 2018.
Mendengar adanya peristiwa itu, Kapolres Poso langsung memperingatkan massa untuk menurunkan bendera hitam tersebut.
"Bendera pun langsung diturunkan oleh massa dan dinaikan kembali bendera merah putih," tambahnya.
Selain itu, portal berita Detik News menerbitkan berita dengan tema yang sama berjudul "Pengibaran Bendera HTI di DPRD Poso Diselidiki, 13 Orang Diperiksa" pada 2 November 2018. Pada berita tersebut, disebutkan bahwa Kapolda Sulawesi Tengah Brigjen Ermi Widyatno menegaskan penyelidikan kasus bendera HTI di DPRD Poso masih berlanjut. Ada 13 orang saksi yang dimintai keterangan.
"Meluruskan pemberitaan sebelumnya (yang menyatakan) bahwa kepolisian menghentikan penyelidikan terkait pengibaran bendera hitam bertuliskan (huruf) Arab itu, kami sampaikan bahwa kasus ini sementara dalam proses penyelidikan. Penyidik sudah mengambil keterangan dari 13 saksi," ujar Brigjen Ermi.
Sebagai tambahan, pemerintah Indonesia telah resmi membubarkan HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) pada 19 Juli 2017. Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Freddy Harris menjelaskan pencabutan badan hukum organisasi kemasyarakatan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Hal itu sebagai tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2017.
“Pemerintah meyakini pencabutan SK Badan Hukum HTI bukanlah keputusan sepihak, melainkan hasil sinergi badan pemerintah yang berada di ranah politik, hukum, dan keamanan,” ujar Freddy yang dikutip dari Tempo.
Disebutkan juga lima alasan terkait pembubaran HTI. Pertama, kata Freddy, pembubaran itu berdasarkan Perpu Ormas atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 tahun 2017 atas perubahan UU tentang Ormas yang ditekan Presiden Joko Widodo pada 10 Juli 2017. Kedua, ormas HTI tercatat berbadan hukum No AHU-00282.60.10.2014 pada Juli 2014.
Ketiga, pada 8 Mei 2017 pemerintah mengkaji keberadaan HTI dan memutuskan perlu mengambil langkah hukum terkait ormas yang mengusung pemerintahan berdasarkan khilafah itu. Keempat, perlunya merawat eksistensi Pancasila sebagai ideologi negara dan keutuhan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) berdasarkan UUD 1945. Kelima, surat keputusan pencabutan HTI dikeluarkan berdasarkan data, fakta, dan koordinasi dari seluruh instansi yang dibahas Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan.
"Pada saat kegiatan penyampaian orasi di kantor DPRD Poso, salah satu peserta aksi secara spontan menurunkan bendera merah putih dan mengantinya dengan bendera kain hitam bertuliskan lailahaillallah. Begitupun di Lapangan Sintuwu Maroso," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo melalui keterangan resmi, Sabtu, 27 Oktober 2018.
Mendengar adanya peristiwa itu, Kapolres Poso langsung memperingatkan massa untuk menurunkan bendera hitam tersebut.
"Bendera pun langsung diturunkan oleh massa dan dinaikan kembali bendera merah putih," tambahnya.
Selain itu, portal berita Detik News menerbitkan berita dengan tema yang sama berjudul "Pengibaran Bendera HTI di DPRD Poso Diselidiki, 13 Orang Diperiksa" pada 2 November 2018. Pada berita tersebut, disebutkan bahwa Kapolda Sulawesi Tengah Brigjen Ermi Widyatno menegaskan penyelidikan kasus bendera HTI di DPRD Poso masih berlanjut. Ada 13 orang saksi yang dimintai keterangan.
"Meluruskan pemberitaan sebelumnya (yang menyatakan) bahwa kepolisian menghentikan penyelidikan terkait pengibaran bendera hitam bertuliskan (huruf) Arab itu, kami sampaikan bahwa kasus ini sementara dalam proses penyelidikan. Penyidik sudah mengambil keterangan dari 13 saksi," ujar Brigjen Ermi.
Sebagai tambahan, pemerintah Indonesia telah resmi membubarkan HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) pada 19 Juli 2017. Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Freddy Harris menjelaskan pencabutan badan hukum organisasi kemasyarakatan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Hal itu sebagai tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2017.
“Pemerintah meyakini pencabutan SK Badan Hukum HTI bukanlah keputusan sepihak, melainkan hasil sinergi badan pemerintah yang berada di ranah politik, hukum, dan keamanan,” ujar Freddy yang dikutip dari Tempo.
Disebutkan juga lima alasan terkait pembubaran HTI. Pertama, kata Freddy, pembubaran itu berdasarkan Perpu Ormas atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 tahun 2017 atas perubahan UU tentang Ormas yang ditekan Presiden Joko Widodo pada 10 Juli 2017. Kedua, ormas HTI tercatat berbadan hukum No AHU-00282.60.10.2014 pada Juli 2014.
Ketiga, pada 8 Mei 2017 pemerintah mengkaji keberadaan HTI dan memutuskan perlu mengambil langkah hukum terkait ormas yang mengusung pemerintahan berdasarkan khilafah itu. Keempat, perlunya merawat eksistensi Pancasila sebagai ideologi negara dan keutuhan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) berdasarkan UUD 1945. Kelima, surat keputusan pencabutan HTI dikeluarkan berdasarkan data, fakta, dan koordinasi dari seluruh instansi yang dibahas Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan.
Kesimpulan
Dengan demikian, cuitan akun Twitter Tiara96 (@TIARA2796) dapat dikategorikan sebagai Konten yang Salah/False Context karena peristiwa tersebut terjadi pada tahun 2018 dan sudah dilakukan proses penyelidikan oleh tim penyidik.
Rujukan
- https://turnbackhoax.id/2020/08/28/salah-video-pengibaran-bendera-bertuliskan-kalimat-tauhid/
- https://nasional.tempo.co/read/1140527/polri-benarkan-adanya-pengibaran-bendera-hitam-di-poso/full&view=ok
- https://news.detik.com/berita/d-4284615/pengibaran-bendera-hti-di-dprd-poso-diselidiki-13-orang-diperiksa
- https://nasional.tempo.co/read/892580/hti-resmi-dibubarkan-kemenkumham-cabut-status-hukumnya/full&view=ok
- https://archive.fo/w6K3O
- https://www.medcom.id/telusur/cek-fakta/4bamVqRb-cek-fakta-viral-video-pengibaran-bendera-bertuliskan-kalimat-tauhid-di
(GFD-2020-4723) [SALAH] “Materai Dinaikan Menjadi Rp 10.000 Karena Nilai Rupiah Tidak Mungkin Menyentuh Rp 10.000”
Sumber: facebook.comTanggal publish: 28/08/2020
Berita
Akun Facebook Prodi Kanoman membagikan tautan artikel (24/08/2020) dari gelora.co yang berjudul “Pemerintah Mau Hapus Meterai Rp 3.000 dan Rp 6.000, Naik jadi Rp 10.000” dengan narasi sebagai berikut:
“Karena nilai rupiah tidak mungkin menyentuh 10.000 maka materai aja dinaikan menjadi Rp 10.000. Harap maklum dan sabar”
“Karena nilai rupiah tidak mungkin menyentuh 10.000 maka materai aja dinaikan menjadi Rp 10.000. Harap maklum dan sabar”
Hasil Cek Fakta
Berdasarkan hasil penelusuran, artikel gelora.co yang berjudul “Pemerintah Mau Hapus Meterai Rp 3.000 dan Rp 6.000, Naik jadi Rp 10.000” yang tayang pada 24 Agustus 2020 tidak memuat informasi mengenai kenaikan meterai dikarenakan nilai rupiah yang tidak mungkin menyentuh Rp10.000, melainkan keterangan dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang mengatakan bahwa bea meterai perlu direvisi karena sudah terlalu lama dari Undang-Undang (UU) sebelumnya berdasarkan Nomor 13 Tahun 1985 Tentang Bea Meterai. UU tersebut dinilai sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini.
Untuk diketahui, pemerintah berencana menaikkan tarif bea meterai menjadi Rp10.000. Usulan tersebut sudah disampaikan Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI pada tahun 2019 lalu. Pada tahun 2019, Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan Pajak Direktorat Jendral (DJP) Kementerian Keuangan Yon Arsal mengatakan, Pemerintah telah mengajukan rancangan Undang-Undang (RUU) bea materai Kepada DPR RI. Revisi ini penting mengingat UU Bea Meterai sudah harus dievaluasi karena merupakan aturan lama, rencana perubahan tarif bea meterai juga diusulkan masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2020.
Bea meterai sendiri ditetapkan sejak tahun 1985. Pada tahun 1985, tarif bea meterai sebesar RP500 dan Rp1.000. Sesuai undang-undang yang berlaku, maksimal peningkatan tarifnya sebatas 6 kali dari tarif awal. Nantinya tarif bea meterai hanya diberlakukan satu tarif yang sebelumnya ada dua tarif, Rp3.000 dan Rp6.000. Pemerintah juga akan mengubah sejumlah aturan bagi dokumen-dokumen yang wajib dikenakan bea meterai. Sri Mulyani mengatakan salah satu alasan dinaikkannya tarif bea meterai karena Produksi Domestik Bruto (PDB) sudah naik 8 kali lipat sejak tahun 2000.
"Dalam kurun waktu 17 tahun, PDB per kapita Indonesia telah meningkat hampir 8 kali lipat. Menggunakan data BPS, PDB per kapita tahun 2000 (pertama kali bea materai Rp 6.000) adalah Rp 6,7 juta sementara PDB perkapita tahun 2017 adalah Rp 51,9 juta," ujarnya, dilansir dari liputan6.com.
"Maka dari itu, kami usulkan bahwa tarif meterai lebih sederhana menjadi satu tarif yakni Rp 10 ribu," dia menambahkan.
Nilai kurs rupiah pernah tembus di level Rp10.000 per dolar AS beberapa tahun silam. Akan tetapi, penguatan nilai kurs rupiah tidak ada hubungannya dengan bea meterai, karena fungsi meterai ialah pajak dokumen yang dibebankan oleh Negara untuk dokumen tertentu dan jika dokumen tersebut ingin digunakan sebagai alat bukti di pengadilan, harus dilunasi bea meterai yang terutang.
Dengan demikian, klaim tersebut salah. Dinaikkannya tarif bea meterai menjadi Rp10.000 bukan disebabkan oleh rupaih yang tidak akan menyentuh Rp10.000. Salah satu alasan dinaikkannya tarif bea meterai karena Produksi Domestik Bruto (PDB) sudah naik 8 kali lipat sejak tahun 2000.
Untuk diketahui, pemerintah berencana menaikkan tarif bea meterai menjadi Rp10.000. Usulan tersebut sudah disampaikan Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI pada tahun 2019 lalu. Pada tahun 2019, Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan Pajak Direktorat Jendral (DJP) Kementerian Keuangan Yon Arsal mengatakan, Pemerintah telah mengajukan rancangan Undang-Undang (RUU) bea materai Kepada DPR RI. Revisi ini penting mengingat UU Bea Meterai sudah harus dievaluasi karena merupakan aturan lama, rencana perubahan tarif bea meterai juga diusulkan masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2020.
Bea meterai sendiri ditetapkan sejak tahun 1985. Pada tahun 1985, tarif bea meterai sebesar RP500 dan Rp1.000. Sesuai undang-undang yang berlaku, maksimal peningkatan tarifnya sebatas 6 kali dari tarif awal. Nantinya tarif bea meterai hanya diberlakukan satu tarif yang sebelumnya ada dua tarif, Rp3.000 dan Rp6.000. Pemerintah juga akan mengubah sejumlah aturan bagi dokumen-dokumen yang wajib dikenakan bea meterai. Sri Mulyani mengatakan salah satu alasan dinaikkannya tarif bea meterai karena Produksi Domestik Bruto (PDB) sudah naik 8 kali lipat sejak tahun 2000.
"Dalam kurun waktu 17 tahun, PDB per kapita Indonesia telah meningkat hampir 8 kali lipat. Menggunakan data BPS, PDB per kapita tahun 2000 (pertama kali bea materai Rp 6.000) adalah Rp 6,7 juta sementara PDB perkapita tahun 2017 adalah Rp 51,9 juta," ujarnya, dilansir dari liputan6.com.
"Maka dari itu, kami usulkan bahwa tarif meterai lebih sederhana menjadi satu tarif yakni Rp 10 ribu," dia menambahkan.
Nilai kurs rupiah pernah tembus di level Rp10.000 per dolar AS beberapa tahun silam. Akan tetapi, penguatan nilai kurs rupiah tidak ada hubungannya dengan bea meterai, karena fungsi meterai ialah pajak dokumen yang dibebankan oleh Negara untuk dokumen tertentu dan jika dokumen tersebut ingin digunakan sebagai alat bukti di pengadilan, harus dilunasi bea meterai yang terutang.
Dengan demikian, klaim tersebut salah. Dinaikkannya tarif bea meterai menjadi Rp10.000 bukan disebabkan oleh rupaih yang tidak akan menyentuh Rp10.000. Salah satu alasan dinaikkannya tarif bea meterai karena Produksi Domestik Bruto (PDB) sudah naik 8 kali lipat sejak tahun 2000.
Kesimpulan
Klaim tersebut tidak benar. Bukan disebabkan nilai rupiah yang tidak mungkin menyentuh Rp10.000, melainkan salah satu alasan dinaikkannya tarif bea meterai karena Produksi Domestik Bruto (PDB) sudah naik 8 kali lipat sejak tahun 2000.
Rujukan
- https://turnbackhoax.id/2020/08/28/salah-materai-dinaikan-menjadi-rp-10-000-karena-nilai-rupiah-tidak-mungkin-menyentuh-rp-10-000/
- https://www.gelora.co/2020/08/pemerintah-mau-hapus-meterai-rp-3000.html
- https://www.pajak.go.id/id/bea-meterai
- https://www.liputan6.com/bisnis/read/4339376/alasan-penyederhanaan-tarif-bea-materai-bakal-dipatok-rp-10000
- https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5144059/sri-mulyani-ke-dpr-bahas-bea-meterai-jadi-rp-10000
Halaman: 5997/6619