• (GFD-2021-7271) [SALAH] Nilai CT Pada Tes PCR Menentukan Kesembuhan Pasien Covid-19

    Sumber: whatsapp.com
    Tanggal publish: 19/07/2021

    Berita

    Narasi:
    “Edukasi tentang PCR yg sangat menakutkan.
    Jangan panik kalo hasil PCR positif doang, minta juga hasil CT nya.
    Bagaimana membaca nilai CT dan kesimpulannya:
    CT 0 – 11 hasil lab invalid
    CT 12 – 20 buanyak virus
    CT 21 – 30 fase penyembuhan
    CT 31 – 40 sembuh”
    “PCR tidak perlu diulang ulang karena tes PCR tidak bisa membedakan fragmen virus yg hidup atau mati.
    Kalau hasil PCR tidak disertakan CT value mohon diminta, jangan terjebak dlm kebodohan.
    Jadi jangan panik kalo hasil PCR positif doang, bukan vonis mati.”

    Hasil Cek Fakta

    Telah beredar pesan berantai melalui WhatsApp berisi informasi terkait nilai CT (Cycle Threshold) pada tes PCR Covid-19. Dalam pesan tersebut, nilai CT dikelompokkan dalam beberapa kategori untuk menentukan kesembuhan pasien Covid-19.

    Berdasarkan hasil penelusuran, informasi kategori nilai CT itu tidak benar. Melalui unggahan akun Twitter resmi @PBIDI, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengonfirmasi bahwa tidak ada pengelompokan berdasarkan nilai CT dan nilai CT tidak dapat dibandingkan antar lab karena ada perbedaan dalam metode, alat, reagen, beserta sampel yang diperiksa. Selain itu, ditegaskan juga berapapun nilai CT apabila hasil tes PCR menunjukkan positif, maka harus menjalani isolasi dan berkonsultasi dengan dokter.

    Hal serupa dijelaskan oleh Dokter Spesialis Paru dan Pernapasan, Dr. Jaka Pradipta. Mengutip dari Suara, Dr. Jaka memaparkan, nilai CT bukanlah tolak ukur kesembuhan pasien Covid-19 dan juga bukan patokan apakah sesorang masih bisa menularkan Covid-19 . Hal ini disebabkan nilai CT dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor selain jumlah virus yang ditemukan dalam sampel tes PCR.

    “Itu mitos dan menyesatkan, yang kita lihat adalah gejalanya dan perbaikan. Kemudian pemeriksaan penunjang seperti laboratorium, radiologi, dan yang paling penting sudah menyelesaikan isolasi minimal 10 hari, atau 14 hari. Kalau itu semua bagus, baru itu namanya sembuh. Contohnya, semakin dalam diperiksa, maka CT value-nya semakin turun. Mesinnya yang berbeda juga akan mempengaruhi hasil yang berbeda, proses penyimpanan dan proses pengerjaan akan menghasilkan pemeriksaan CT value yang berbeda. Jadi nilai CT value itu bukan acuan, banyak pasien kritis dengan CT value tinggi dan bahkan pasien tanpa gejala CT value-nya rendah. Jadi jangan hiraukan CT value,” jelas Dr. Jaka, melalui siaran kanal YouTube Mayapada Hospital yang dikutip oleh suara.com (17/7/2021).

    Dari berbagai fakta di atas, pesan yang beredar melalui WhatsApp itu dikategorikan sebagai Konten yang Menyesatkan.

    Kesimpulan

    Hasil Periksa Fakta Renanda Dwina Putri (Anggota Komisariat MAFINDO Universitas Pendidikan Indonesia)

    Faktanya, tidak ada pengelompokan nilai CT (Cycle Threshold) pada tes PCR Covid-19 dan nilai tersebut tidak dapat dipakai untuk menentukan derajat keparahan gejala, kesembuhan, atau daya penularan pada pasien Covid-19.

    Rujukan

  • (GFD-2021-7270) [SALAH] Fenomena Aphelion Sebabkan Cuaca Dingin di Indonesia sampai Bulan Agustus

    Sumber: whatsapp.com
    Tanggal publish: 19/07/2021

    Berita

    “Mulai besok 15 Juli 2021 pkl 05.27 wib kita akan mengalami FENOMENA APHELION, dimana letak bumi akan sangat jauh dr matahari. Kita tdk bisa melihat fenomena tsb, tp kita bs merasakan dampaknya. Ini akan berlangsung sampai bulan Agustus 2021.”
    “Kita akan mengalami cuaca yg dingin melebihi cuaca dingin sebelumnya, yg akan berdampak meriang, flu, batuk, sesak nafas dll. Oleh Krn itu mari kita semua tingkatkan imun dgn byk2 meminum vitamin atau suplemen agar imun kita kuat. Smg kita semua selalu ada dlm lindunganNya. Aamiinn.

    Jarak bumi – matahari perjlnan 5 mnt cahaya atau 90.000.000 km. Fenomena aphelion menjadi 152.000.000 km. 66% lbh jauh. Jadi hawa lbh dingin, dampaknya ke badan kurang enak karena gak terbiasa dgn suhu ini.”
    Frnomena Aphelion
    Fenomena alphelion

    Hasil Cek Fakta

    Telah beredar pesan berantai melalui WhatsApp berisi informasi terkait fenomena Aphelion yang terjadi mulai tanggal 15 Juli hingga Agustus 2021. Disebutkan juga fenomena itu akan membuat cuaca lebih dingin dari sebelumnya yang menyebabkan beberapa penyakit, seperti batuk, flu, dan sesak nafas.

    Berdasarkan hasil penelusuran, informasi fenomena aphelion yang menyebabkan penurunan suhu itu tidak benar. Mengutip dari Kompas, Kepala Bidang Diseminasi Pusat Sains Antariksa Lapan, Emanuel Sungging mengungkapkan bahwa suhu dingin yang terjadi di bulan Juli ini bukan disebabkan oleh fenomena Aphelion.

    “(Bumi di titik Aphelion) Itu hanya fenomena tahunan biasa. Artinya, sudah setengah tahun perjalanan Bumi mengitari Matahari. Kalau suhu lebih karena dinamika atmosfer,” kata Sungging, dikutip dari pemberitaan Kompas.com (4/7/2021).

    Selain itu, melalui laman resminya, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) menjelaskan bahwa Aphelion yang terjadi pada 6 Juli 2021 pukul 05.27 WIB / 06.27 WITA / 07.27 WIT pada jarak 152.100.527 km adalah fenomena di mana pusat bumi berada pada titik terjauh dengan matahari. Fenomena ini secara umum tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap suhu bumi.

    “Secara umum, tidak ada dampak yang signifikan pada Bumi. Suhu dingin ketika pagi hari yang terjadi belakangan ini dan nanti sampai dengan Agustus merupakan hal yang biasa terjadi pada musim kemarau dikarenakan tutupan awan yang sedikit sehingga tidak ada panas dari permukaan bumi (yang diserap dari cahaya matahari dan dilepaskan pada malam hari) yang dipantulkan kembali ke permukaan bumi oleh awan,” tulis LAPAN dalam artikelnya.

    Dari berbagai fakta di atas, pesan yang beredar melalui WhatsApp itu dikategorikan sebagai Konten yang Menyesatkan.

    Kesimpulan

    Hasil Periksa Fakta Renanda Dwina Putri (Anggota Komisariat MAFINDO Universitas Pendidikan Indonesia)

    Faktanya, suhu dingin udara yang terjadi saat ini sampai Agustus bukan disebabkan oleh fenomena aphelion, melainkan fenomena alamiah yang biasa terjadi pada bulan-bulan puncak musim kemarau, yakni di bulan Juli-September.

    Rujukan

  • (GFD-2021-7269) [SALAH] Banyaknya Varian Covid-19 Muncul Setelah Vaksinasi Dilakukan

    Sumber: twitter.com
    Tanggal publish: 19/07/2021

    Berita

    So let me get this straight.

    COVID-19 barely mutated for a whole year but once the ‘vaccines’ were rolled out, suddenly a whole greek alphabet of new variants appeared…

    BUT the unvaccinated people are to blame.

    (terjemahan)

    Jadi coba saya pahami

    COVID-19 hampir tidak bermutasi selama setahun, tapi setelah vaksinasi dilakukan tiba-tiba seluruh alfabet Yunani pada varian baru muncul…

    TAPI yang disalahkan malah orang yang tidak divaksin.

    Vaksinasi menyebabkan infeksi Covid

    Varian mu
    Covid19 mu

    Hasil Cek Fakta

    Beredar postingan di Twitter oleh akun @Votehinnigan yang mengomentari postingan berita dari akun CNN (@CNN) pada 03 Juli 2021. Dilansir dari berita CNN tersebut, para ahli berpendapat bahwa orang yang tidak divaksin adalah faktor penyebab yang signifikan munculnya varian baru Covid-19. Selain itu, orang yang tidak divaksin akan lebih rentan terinfeksi Covid-19 dan juga berkontribusi dalam penularan ke manusia lain.

    Akun @Votehinnigan membantah narasi tersebut dengan memberikan klaim yakni Covid-19 bermutasi dengan berbagai varian alfabet Yunani yang baru muncul setelah vaksinasi digalakkan. Postingan @Votehinnigan bermaksud untuk memberitahukan bahwa yang menyebabkan varian Covid-19 adalah vaksin itu sendiri.

    Meski begitu, klaim yang disampaikan @Votehinnigan berisi informasi menyesatkan. Setelah dilakukan penelusuran fakta terkait, varian Covid-19 bahkan sudah muncul jauh sebelum vaksinasi pertama kali dilakukan pada manusia.

    Bersumber dari CMAJ (Canadian Medical Association Journal), varian Covid-19 sudah bermutasi sebelum vaksinasi pertama dilakukan pada manusia di bulan Desember 2020. Varian Beta (B.1.351) ditemukan pertama kali di Afrika Selatan pada Mei 2020, Varian Alpha (B.1.1.7) ditemukan pertama kali di Inggris pada September 2020, kemudian varian Delta (B.1.617.2) yang 60% lebih mudah menular dibandingkan varian Alpha, ditemukan pertama kali di India pada Oktober 2020, dan varian Gamma (P.1) pertama kali ditemukan di Brazil pada November 2020.

    Dilansir dari BBC News, Inggris sebagai negara yang pertama kali memberikan vaksin kepada warganya. Tepat pada 08 Desember 2020, wanita lansia asal Inggris, Margaret Keenan menerima dosis vaksin Pfizer pertamanya.

    Jurnal kesehatan The BMJ mengabarkan, Russia mulai memberikan vaksin Sputnik V gratis kepada seluruh warganya pada 02 Desember 2020. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa pemberian vaksin secara masif baru dilakukan pada Desember 2020, sedangkan berbagai varian Covid-19 sudah muncul sebelum bulan Desember 2020.

    Berdasarkan data yang terkumpul dapat disimpulkan bahwa klaim @Votehinnigan adalah HOAX dan termasuk kategori Konten yang Menyesatkan.

    Kesimpulan

    Hasil Periksa Fakta Ani Nur MR (Universitas Airlangga).

    Informasi salah. Varian Covid-19 yakni Alpha, Beta, Gamma, dan Delta sudah muncul beberapa bulan sebelum vaksinasi pertama kali dilakukan pada bulan Desember 2020.

    Rujukan

  • (GFD-2021-7268) [SALAH] Labu Kuning Kukus Dapat Sembuhkan Covid-19

    Sumber: whatsapp.com
    Tanggal publish: 19/07/2021

    Berita

    “Mohon maaf saya mau sharing berbagi pengalaman disini walau disini ada yg lebih tahu soal kesehatan,tapi ini pengalaman yg di alami kakak sy sekeluarga yg semuanya positip. Tp yg paling parah kakak sy kandung.

    Mas Bagus kakak sy nomor 2 dr Keluarga Witoyo selama 18 hari telah dirumah sakit sampai ndak kuat dan kritis tapi atas seijin Allah disertai dengan doa akhirnya kakak sy sembuh dan bener2 sembuh dg sering dikirimkan obat oleh istrinya yaitu labu kuning yg kita kukus buat cemilan. Alhamdulillah menggigil dan sesak nafasnya hilang dan paru2 yg putih blentong2 bersih ,jantung,mata,otak semuanya sehat dan lolos medical , sehingga kakak sy saat ini bisa kerja kembali di Malaysia. Alhamdulilah. Aamiin

    Istri Kakak Saya awalnya juga merasakan bersih2 bentar capek ngos 2an keringat dingin setelah kena covid, tapi setelah konsumsi labu kuning kemaren ikut antri vaksin dan jalan jauh tidak capek dan sehat.💪

    Begitu juga Kemaren ada tetangga kakak begitu positip makan labu kuning hangat , alhamdulillah 3 hari sehat, langsung diswab hari ke 4 sudah negatif juga. makanya dari itu saya baru berani sharing info tersebut disini…”
    Manfaat labu kuning
    labu kuning untuk covid
    labu kuning buat penderita covid-19 apakah fakta?

    Hasil Cek Fakta

    Beredar sebuah informasi melalui media sosial Whatsapp grup yang mengatakan bahwa memakan labu kuning kukus dapat menyembuhkan orang dari penyakit akibat Covid-19. Informasi ini juga menyertakan kisah dari orang lain yang sembuh dari Covid-19, 3-4 hari setelah mengonsumsi labu kuning kukus ini.

    Namun setelah dilakukan penelusuran, informasi ini ternyata keliru. Khasiat labu untuk dapat menyembuhkan penyakit Covid-19 belum dapat dibuktikan kebenarannya.

    Guru Besar Farmasi UGM, Prof. Dr. Zullies Ikawati, Apt menyatakan bahwa belum ada hasil penelitian terhadap labu kuning hangat bisa menyembuhkan penderita Covid-19.

    “Belum ada hasil penelitiannya,” kata Zullies, melansir dari artikel Liputan6.com, 09 Juli 2021.

    Zullies menyatakan, labu kuning memang mengandung antioksidan dan vitamin yang bermanfaat untuk kesehatan. Namun, manfaat tersebut tidak dikhususkan untuk mengobati penderita Covid-19.

    Menurut penelitian labu kuning memang memiliki manfaat untuk kesehatan. Sejumlah manfaat yang bisa didapatkan seperti, menurunkan berat badan, melancarkan pencernaan, menekan risiko terkena kanker, menjaga kesehatan mata, memelihara kesehatan jantung, menjaga kesehatan dan fungsi otak, meningkatkan daya tahan tubuh, meningkatkan kualitas tidur, dan menjaga kesehatan kulit.

    Zullies juga menambahkan bahwa orang yang diketahui menjadi negatif Covid-19 pada hari ke 3 atau ke 4 setelah mengonsumsi labu kuning, hal tersebut bisa jadi adalah suatu kebetulan. Belum ada hasil penelitian pasti tentang hal ini.

    Jadi dapat disimpulkan, informasi yang menyatakan bahwa mengonsumsi labu kuning hangat/kukus dapat menyembuhkan Covid-19 adalah hoaks kategori misleading content atau konten menyesatkan.

    Kesimpulan

    Hasil Periksa Fakta Gabriela Nauli Sinaga (Universitas Sumatera Utara)

    Faktanya hal tersebut belum terbukti secara klinis. Manfaat labu kuning memang sudah diakui di dunia kesehatan, namun manfaat secara spesifik sebagai obat Covid-19 belum dapat dibuktikan.

    Rujukan