(GFD-2020-8174) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Pria di Video Ini Orang Suruhan yang Bakar Bendera PDIP?
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 08/07/2020
Berita
Sebuah video yang diklaim memperlihatkan peristiwa penangkapan orang suruhan yang membakar bendera Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDIP beredar di YouTube. Video ini menyebar beberapa hari setelah insiden pembakaran bendera PDIP saat demonstrasi menolak Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) di depan gedung DPR, Jakarta, pada 24 Juni 2020 lalu.
Video berdurasi 12 menit 24 detik tersebut diawali dengan cuplikan wawancara Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Krisyanto. Lalu, video itu memperlihatkan cuplikan penangkapan dan interogasi terhadap seorang pria berbaju hitam. Salah satu pria yang berada di depannya mengatakan, "Kau mau dibawa ke kantor polisi ini."
Di YouTube, video tersebut diunggah salah satunya oleh kanal Official News Update, yakni pada 30 Juni 2020. Video itu diberi judul "Berita Terkini~Beredar.!! Orang Suruhan yang Bakkar Bendera PDIP Ditannggkap |Viral Hari Ini News". Hingga artikel ini dimuat, video tersebut telah ditonton lebih dari 475 ribu kali dan disukai lebih dari 6.700 kali.
Gambar tangkapan layar unggahan kanal YouTube Official News Update.
Apa benar pria dalam video di atas merupakan orang suruhan yang membakar bendera PDIP?
Hasil Cek Fakta
Untuk memverifikasi klaim itu, Tim CekFakta Tempo mula-mula memfragmentasi video tersebut menjadi beberapa gambar dengantoolInVID. Selanjutnya, gambar-gambar itu ditelusuri jejak digitalnya denganreverse image toolGoogle. Hasilnya, ditemukan bahwa video di atas merupakan gabungan dari tujuh video yang berbeda yang tidak terkait dengan pembakaran bendera PDIP.
Video pertama, yang memperlihatkan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, bersumber dari video yang diunggah kanal YouTube Kumparan pada 5 Januari 2018. Video yang logo Kumparan di sisi kanan atasnya telah diburamkan ini berjudul “Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto Menangis Azwar Anas Mundur”. Ketika itu, Anas mencalonkan diri sebagai Wakil Gubernur Jawa Timur. Namun, Anas mundur setelah foto mesum yang memperlihatkan seorang pria mirip dirinya beredar.
Video kedua, yang memperlihatkan penangkapan dan interogasi terhadap seorang pria berbaju hitam, telah beredar sejak 2018, sebelum terjadinya insiden pembakaran bendera PDIP saat demonstrasi menolak RUU HIP di depan gedung DPR pada 24 Juni 2020 lalu. Video itu merupakan video penangkapan seorang pria yang diduga sebagai pelaku perusakan atribut Partai Demokrat di Pekanbaru, Riau. Video ini pernah diunggah oleh kanal YouTube Riau Andalas pada 15 Desember 2018 dengan judul “Pelaku perusakan Baliho Partai Demokrat di kota Pekanbaru tertangkap”.
Video ketiga, yang memperlihatkan wawancara politikus PDIP Ribka Tjiptaning, juga merupakan video lama. Video ini bersumber dari kanal YouTube Indonesia Morning Show NET, sebuah program di stasiun televisi NET, yang diunggah pada 3 Oktober 2016.
Video keempat, yang memperlihatkan sebuah rapat di ruangan dengan bendera berlogo Partai Komunis Indonesia (PKI), merupakan salah satu adegan film tentang Gerakan 30 September 1965. Video ini pernah diunggah oleh kanal YouTube Review Media pada 30 September 2017 dengan judul "Dialog Paling Populer Aidit di Film G30S/PKI".
Video kelima merupakan cuplikan dari video yang diunggah oleh kanal YouTube KompasTV pada 20 Oktober 2019 berjudul “Ini Bunyi Sumpah Pelantikan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin”. Video ini dimanipulasi dengan cara diperbesar sehingga logo dan judul tidak terlihat.
Video keenam merupakan cuplikan dari video debat antara politikus PDIP Aria Bima dengan Ketua Persaudaraan Alumni (PA) 212 Ahmad Maarif yang diunggah oleh kanal YouTube tvOneNews pada 25 Juni 2020 dengan judul “Debat Panas! Fraksi PDIP vs Ketua PA 212, Soal Kontroversi Konsep Trisila & Ekasila”.
Adapun video ketujuh merupakan video pidato Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri di hadapan kader PDIP yang diunggah oleh kanal YouTube KompasTV pada 10 Januari 2017 dengan judul "Megawati Jelaskan Arti Ketuhanan di HUT ke-44 PDI-P".
Tempo juga menemukan bahwa narasi yang dibacakan oleh pengisi suara dalam video unggahan kanal YouTube Official News Update tersebut berasal dari beberapa artikel. Salah satunya adalah artikel cek fakta Vivanews.com yang dimuat pada 30 Juni 2020 dengan judul “Video Orang Suruhan yang Bakar Bendera PDIP Ditangkap, Faktanya”.
Artikel itu berisi pemeriksaan fakta terhadap video yang diklaim sebagai video orang suruhan yang membakar bendera PDIP. Video itu sama dengan video yang memperlihatkan cuplikan penangkapan dan interogasi terhadap seorang pria berbaju hitam yang diunggah oleh kanal YouTube Official News Update. Namun, video tersebut hanya mengambil bagian penjabaran tentang klaim yang menyertai video itu. Bagian hasil cek fakta terhadap video itu tidak dibacakan.
Padahal, menurut artikel cek fakta Vivanews.com, yang mengutip situs Cekfakta.com, klaim yang menyertai video tersebut keliru. Sama seperti temuan Tempo lewat penelusuran jejak digital di atas, artikel itu menyebut bahwa video tersebut memperlihatkan kejadian pada 2018.
Dilansir dari Detik.com, terduga pelaku perusak baliho penyambutan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hingga antribut Partai Demokrat di Pekanbaru, Riau, telah ditangkap polisi. Pemuda yang bernama Heryd Swanto, 22 tahun, ini ditangkap di Jalan Sudirman pada 15 Desember 2018 sekitar pukul 01.45 WIB.
Dari lokasi penangkapan, polisi menyita sejumlah barang bukti, yakni tiang bambu dan kayu, potongan sobekan baliho, dan pisaucutter. Menurut seorang saksi, Donal Zakirman, Heryd terlihat memanjat baliho penyambutan SBY dan merobeknya dengan pisau cutter. Ketika itu, Donal sedang melaju menggunakan motor di depan SPBU Sudirman yang mengarah ke bandara.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa pria dalam video unggahan kanal YouTube Official News Update merupakan orang suruhan yang membakar bendera PDIP keliru. Pria yang ditangkap dan diinterogasi dalam salah satu bagian video tersebut merupakan terduga pelaku perusakan atribut Partai Demokrat di Pekanbaru, Riau, pada Desember 2018.
ZAINAL ISHAQ
Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
- http://archive.ph/OKvSU
- https://www.youtube.com/watch?v=3A1KnoYdQok
- https://www.youtube.com/watch?v=YC1txjQJboA
- https://www.youtube.com/watch?v=IyFg4jqwU_k
- https://www.youtube.com/watch?v=4rvMDOzRCok
- https://www.youtube.com/watch?v=h6muyzMK4n8
- https://www.youtube.com/watch?v=AyYh9XJJtSg
- https://bit.ly/2CcPdzs
- https://bit.ly/2CfZ9bg
- https://bit.ly/2VXnMjT
(GFD-2020-8173) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Presiden Jokowi Telah Berhasil Pulangkan Uang 11 Ribu T dari Swiss?
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 08/07/2020
Berita
Pesan berantai yang berisi klaim bahwa Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah berhasil memulangkan uang negara hingga Rp 11 ribu triliun yang disimpan koruptor di Swiss beredar di WhatsApp. “Maaf Mas2 dan Mbak2, ini bukan politik, tapi kenyataan Pak Jokowi berhasil memulangkan 11,000 Triliun uang negara dari Swiss,” demikian narasi yang mengawali pesan berantai yang beredar sejak 7 Juli 2020 itu.
Pesan berantai tersebut pun menyertakan tautan artikel dari situs DPR tentang Rancangan Undang-Undang (RUU)Treaty on Mutual Legal Assistance in Criminal Matters between the Republic of Indonesia and The Swiss Confederation(MLA Indonesia-Swiss). Dengan pengesahan RUU ini, menurut pesan berantai itu, proses konstitusi untuk menarik dana dari Swiss sudah selesai.
“Perjuangan yang panjang menghadapi ex koruptor yang bersenggama dengan agama. Terimakasih para kadrun yang terus nyinyirian kapan uang 11.000 triliun kembali ke Indonesia. Tanpa anda nyinyir, rasanya sulit RUU itu bisa disahkan oleh DPR. Pemilik 84 rekening gendut siap siap gigit jari . Mungkin tekanan ke Pak Jokowi makin kencang.”
Gambar tangkapan layar pesan berantai yang beredar di WhatsApp.
Artikel ini akan berisi pemeriksaan terhadap dua klaim, yakni:
Hasil Cek Fakta
Untuk memverifikasi klaim tersebut, Tim CekFakta Tempo menelusuri pemberitaan media maupun informasi dari situs pemerintah dengan memasukkan kata kunci "Jokowi pulangkan Rp 11 ribu triliun dari Swiss" ke mesin pencarian Google. Hasilnya, tidak ditemukan pemberitaan media maupun informasi dari situs pemerintah yang menyebutkan bahwa Presiden Jokowi telah berhasil memulangkan uang ribuan triliun itu dari Swiss.
Dalam artikel di situs DPR tentang RUU MLA Indonesia-Swiss, tidak ditemukan pula informasi bahwa Presiden Jokowi telah berhasil menarik uang negara Rp 11 ribu triliun yang disimpan koruptor di Swiss. Artikel itu hanya menjelaskan bahwa RUU MLA Indonesia-Swiss baru disetujui untuk dibawa ke Sidang Paripurna DPR pada 14 Juli 2020 untuk disahkan.
RUU MLA Indonesia-Swiss sendiri sebenarnya mengatur bantuan hukum mengenai pelacakan, pembekuan, penyitaan, hingga perampasan aset hasil tindak kejahatan. Ruang lingkup bantuan timbal balik pidana yang luas ini merupakan bagian penting untuk mendukung proses hukum pidana di negara peminta. MLA ini dapat digunakan untuk memerangi kejahatan di bidang perpajakan, memastikan warga negara atau badan hukum Indonesia mematuhi peraturan perpajakan dan tidak melakukan kejahatan penggelapan pajak atau lainnya.
Pemerintah menduga, selama ini, banyak kekayaan warga Indonesia yang disimpan di luar negeri. Swiss menjadi salah satu negara yang tersohor karena sistem kerahasiaan perbankannya sangat ketat. Dalam sejumlah kasus tindak pidana, pemerintah kerap kesulitan mengeksekusi perkara karena tidak memiliki MLA. Salah satu contohnya ialah perkara terpidana 10 tahun kasus pengucuran kredit kepada PT Cipta Graha Nusantara, Eduardus Cornelis William Neloe.
Mantan Direktur Utama Bank Mandiri itu memiliki aset sebesar 5,2 juta dolar Amerika Serikat di Bank Swiss. Pemerintah sempat berhasil meminta Swiss membekukan aset tersebut sebelum akhirnya dibuka kembali di Deutsche Bank. Pasalnya, pemerintah Swiss menilai bahwa pemblokiran tersebut tidak memiliki landasan hukum meskipun Neloe sudah divonis bersalah.
Meskipun begitu, setelah RUU MLA Indonesia-Swiss disahkan menjadi UU, pengembalian aset belum bisa serta-merta dilakukan dalam waktu cepat. Sebab, salah satu kunci pengembalian aset di Swiss adalah pembuktian unsur pidana di pengadilan Swiss. Kepala Bidang Pemulihan Aset Transnasional Kejaksaan Agung Yusfifli Adhyaksana pada 2019 menyatakan hasil konkretnya tak bisa diharapkan dalam waktu dekat. "Belajar dari pengalaman Nigeria, dibutuhkan waktu yang panjang untuk benar-benar mendapat hasil yang nyata," ujarnya.
Dengan demikian, tidak terdapat rujukan dari sumber resmi atas klaim "Presiden Jokowi berhasil mengembalikan uang negara hingga Rp 11 ribu triliun dari Swiss".
Klaim uang koruptor di Swiss Rp 11 ribu T
Tidak terdapat pula rujukan atas klaim "uang koruptor Indonesia yang disimpan di Swiss mencapai Rp 11 ribu triliun". Angka Rp 11 ribu triliun itu memang pernah disinggung oleh Presiden Jokowi, namun saat sosialisasi kebijakan amnesti pajak atau tax amnesty di Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta, pada 1 Agustus 2016.
Ketika itu, Jokowi tidak menyatakan bahwa Rp 11 ribu triliun itu adalah akumulasi uang koruptor yang disimpan di Swiss, melainkan jumlah uang milik warga negara Indonesia (WNI) yang disimpan di luar negeri berdasarkan data Kementerian Keuangan. Pemerintah pun berupaya agar uang itu bisa kembali ke Indonesia melalui kebijakan amnesti pajak.
Peneliti Fiskal Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji mengatakan upaya menyembunyikan informasi harta kekayaan dari otoritas pajak dengan "memarkir" dana mereka di luar negeri memang menjadi praktik yang saat ini terjadi. Negara-negara seperti Swiss, Singapura, dan Hong Konglah yang menjadi tempat favorit untuk menyembunyikannya.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo juga menyebut bahwa tidak larangan bagi WNI untuk menempatkan kekayaan mereka di Swiss ataupun negara lain. Namun, yang jadi masalah, ketika kekayaan itu tidak dilaporkan ke kantor Pajak sesuai dengan jumlah yang sebenarnya. "Kalau pejabat, dalam LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara). Kalau Wajib Pajak, dalam SPT (Surat Pemberitahuan Pajak)," ujarnya.
Menurut catatan CITA, sekitar 30-40 persen kekayaan yang diperoleh oleh 0,01 persen rumah tangga terkaya di dunia ditempatkan di luar negeri. Khusus untuk Swiss, pada 2001, total kekayaan luar negeri yang disimpan di negara itu mencapai 40 persen. Lalu, naik hingga 45-50 persen pada 2006-2007. Angka itu menurun menjadi 30 persen dalam beberapa tahun terakhir.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa Presiden Jokowi telah berhasil memulangkan uang negara hingga Rp 11 ribu triliun yang disimpan koruptor di Swiss, keliru. Saat ini, pansus DPR baru menyetujui RUU MLA Indonesia-Swiss dibawa ke sidang paripurna pada 14 Juli 2020 untuk disahkan. Jika sudah disahkan pun, eksekusi penarikan aset di Swiss belum bisa serta-merta dilakukan dalam waktu cepat. Selain itu, klaim bahwa Rp 11 ribu triliun adalah jumlah uang koruptor yang disimpan di Swiss tidak tepat. Pada 2016, Presiden Jokowi menyatakan Rp 11 ribu triliun adalah jumlah uang WNI yang disimpan di luar negeri berdasarkan data Kementerian Keuangan.
IKA NINGTYAS
Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
- http://dpr.go.id/berita/detail/id/29280/t/RUU+Perjanjian+MLA+RI+%E2%80%93+Swiss+Disetujui
- https://nasional.tempo.co/read/1172586/4-fakta-seputar-mla-indonesia-swiss-melacak-menyita-aset/full&view=ok
- https://setkab.go.id/ada-rp-11-ribu-triliun-di-ln-presiden-jokowi-mari-declare-agar-uang-itu-bermanfaat-buat-bangsa/
- https://bisnis.tempo.co/read/1155363/pengamat-wni-simpan-dana-di-swiss-tak-dilarang-asal-bayar-pajak
(GFD-2020-8172) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Antonius Rainier adalah WNA Pertama yang Jadi Direktur BUMN?
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 07/07/2020
Berita
Informasi terkait pengangkatan Antonius Rainer Haryanto sebagai Direktur Transformasi Bisnis PT Pertamina Bina Medika (Pertamedika) beredar di media sosial. Menurut informasi itu, Rainier merupakan warga negara Australia, dan hal itu menjadikannya sebagai warga negara asing (WNA) pertama yang duduk di jajaran direksi BUMN.
Di Facebook, informasi itu dibagikan salah satunya oleh akun Teddy Risandi, yakni pada 25 Juni 2020. Akun ini menulis, "INFO BUMN. Warga Negara Australia bernama Antonius Reiner Haryanto diangkat menjadi Direktur Transformasi Bisnis Holding Rumah Sakit BUMN Pertamedika. Ini pertama kalinya Warga Negara Asing menjadi Direksi di BUMN Indonesia. Mohon bantu sebarkan info ini. #TolakWnaJadiDireksiBumn."
Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Teddy Risandi.
Apa benar Antonius Rainier adalah WNA pertama yang diangkat sebagai direktur BUMN?
Hasil Cek Fakta
Dilansir dari situs resmi Pertamedika, Antonius Rainier Haryanto lahir di Jakarta pada 15 April 1978. Ia juga berdomisili di Jakarta. Rainier memperoleh gelar sarjana dari Fakultas Teknik Sipil Universitas Katolik Parahyangan, Bandung. Kemudian, ia melanjutkan studi S2 di Fakultas Teknik Manajemen Lingkungan University of New South Wales, Sidney, Australia.
Saat ini, Rainier sedang menyelesaikan kuliah S3-nya dalam bidang Built Environment di University of New South Wales. Ia pernah menjabat sebagai Direktur (part-time) PT Deloitte Consulting Indonesia pada Januari-April 2020.
Dikutip dari kantor berita Antara, Kementerian BUMN menjelaskan bahwa Rainier merupakan seorang WNA berdasarkan identitasnya yang berupa Kartu Izin Tinggal Tetap Elektronik (e-Kitap). Namun, dilansir dari Detik.com, Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menjelaskan bahwa Rainier adalah seorang diaspora yang diminta untuk mengabdi di Indonesia.
Menurut Arya, Rainier pernah menempuh pendidikan SMA dan universitas di Indonesia. "Jadi sekarang BUMN juga mencari talent Indonesia yang berada di luar negeri dan merupakan diaspora. Hampir semua negara akan mencari diasporanya untuk membangun bangsanya," kata Arya pada 26 Juni 2020.
Selain itu, menurut Arya, Pertamedika adalah anak usaha BUMN. Sebelumnya pun, sudah ada direktur anak usaha BUMN yang bukan warga negara Indonesia (WNI). "Direktur anak perusahaan (BUMN) bukan WNI bukan pertama kali, bisa dilihat Telkomsel, Mandiri Sekuritas, dan lain-lain," tuturnya.
Dilansir dari Kontan, WNA lain yang pernah merintis karir sebagai direktur BUMN dan anak usaha BUMN adalah Frederik Johannes Meijer atau Erik Meijer. Pria yang lahir dan besar di Belanda ini berkiprah di Telkomsel sejak 1995. Ia bekerja di sana hingga 2006, di mana jabatan terakhirnya adalah vice president.
Setelah bekerja di dua perusahaan swasta, yakni Bakrie Telecom dan Indosat, Erik bergabung dengan Garuda Indonesia sebagai direktur dan executive vice president bidang pemasaran dan penjualan pada Juni 2013. Namun, Erik hanya bertahan di Garuda Indonesia hingga Desember 2014.
Erik pun berlabuh ke Ooredoo, induk perusahaan Indosat, pada Februari 2015 sebagai strategic brand advisor sekaligus juru bicara untuk wilayah Asia Tenggara. Posisi ini diembannya hingga November 2015. Sebulan kemudian, Erik diangkat sebagai Presiden Direktur atau Chief Executive Officer (CEO) Telkom Telstra.
Syarat direksi BUMN
Menurut Peraturan Menteri BUMN Nomor 3 Tahun 2015 tentang Persyaratan, Tata Cara Pengangkatan, dan Pemberhentian Anggota Direksi Badan Usaha Milik Negara, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh calon direktur BUMN. Namun, status WNI calon direktur tidak menjadi syarat dalam aturan tersebut.
Berikut ini syarat anggota direksi BUMN:
1. Syarat formal
Direksi perseroan adalah orang perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum, kecuali dalam waktu lima tahun sebelum pengangkatan pernah:
- dinyatakan pailit,
- menjadi anggota direksi atau anggota dewan komisaris/dewan pengawas yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu BUMN dan/atau perusahaan dinyatakan pailit,
- dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara, BUMN, perusahaan, dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan.
2. Syarat material: keahlian, integritas, kepemimpinan, pengalaman, jujur, perilaku yang baik, dan dedikasi yang tinggi untuk memajukan dan mengembangkan perusahaan.
3. Syarat lain:
- bukan pengurus partai politik dan/atau calon anggota legislatif dan/atau anggota legislatif,- bukan calon kepala/wakil kepala daerah dan/atau kepala/wakil kepala daerah,
- tidak menjabat sebagai direksi pada BUMN yang bersangkutan selama dua periode berturut-turut,
- memiliki dedikasi dan menyediakan waktu sepenuhnya untuk melakukan tugasnya,- sehat jasmani dan rohani (tidak sedang menderita suatu penyakit yang dapat menghambat pelaksanaan tugas sebagai direksi BUMN), yang dibuktikan dengan surat keterangan sehat dari dokter.
Begitu pula dalam Peraturan Menteri BUMN Nomor 3 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengangkatan Anggota Direksi dan Anggota Dewan Komisaris Anak Perusahaan BUMN, status WNI calon direktur tidak menjadi syarat dalam aturan tersebut. Syarat calon direktur anak usaha BUMN ini hampir sama dengan syarat calon direktur BUMN di atas.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa Antonius Rainier adalah WNA pertama yang diangkat sebagai direktur BUMN keliru. Rainier memang tercatat sebagai warga negara Australia. Namun, dia menduduki posisi direktur di Pertamedika yang merupakan anak usaha BUMN, bukan BUMN. Sebelumnya pun, ada WNA lain yang pernah menduduki posisi sebagai direktur BUMN dan anak usaha BUMN, yakni Erik Meijer. Erik pernah menjabat direktur sekaligus executive vice president di Garuda Indonesia. Saat ini, Erik merupakan Presiden Direktur Telkom Telstra.
ZAINAL ISHAQ
Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
- http://archive.ph/cbNWl
- https://bit.ly/38Aq120
- https://bit.ly/3edpYKJ
- https://bit.ly/31RozXx
- https://lifestyle.kontan.co.id/news/mengintip-perjalanan-karier-erik-meijer-hingga-jadi-presiden-direktur-telkom-telstra
- http://jdih.bumn.go.id/baca/PER-03/MBU/02/2015.pdf
- http://jdih.bumn.go.id/baca/PER-03/MBU/2012.pdf
(GFD-2020-8171) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Ribka Tjiptaning Akui Semua Anak PKI Gabung PDIP?
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 07/07/2020
Berita
Narasi bahwa politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDIP, Ribka Tjiptaning, mengakui semua anak Partai Komunis Indonesia (PKI) bergabung ke partainya beredar di Facebook. Narasi itu terdapat dalam sebuah gambar tangkapan layar video di YouTube yang berjudul “Pengakuan Ribka Tjiptaning..!!!. Semua anak PKI bergabung ke PDIP” yang dibagikan oleh halaman Facebook Generasi Millenial pada 5 Juli 2020.
Tidak ada penjelasan lain dalam unggahan Halaman Generasi Millenial itu. Hingga artikel ini dimuat, unggahan tersebut telah dibagikan lebih dari 150 kali, dikomentari lebih dari 100 kali, dan direspons lebih dari 450 kali.
Gambar tangkapan layar unggahan halaman Facebook Generasi Millenial.
Unggahan itu beredar di tengah ramainya pembahasan tentang PKI sejak Mei lalu karena usianya yang genap 100 tahun pada 23 Mei 2020. Isu ini juga ramai seiring dengan pembahasan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila atau RUU HIP yang mendapatkan penolakan dari berbagai pihak.
Salah satu alasan penolakan RUU HIP adalah adanya kekhawatiran bahwa aturan tersebut dapat membangkitkan komunisme. Fraksi PDIP sebagai pengusul RUU HIP pun menjadi sasaran. Dalam aksi massa di depan gedung DPR, Senayan, Jakarta, pada 24 Juni lalu, terjadi insiden pembakaran bendera PDIP oleh massa.
Namun, apa benar Ribka Tjiptaning mengakui semua anak PKI gabung PDIP?
Hasil Cek Fakta
Dengan memasukkan kata kunci “wawancara Ribka Tjiptaning” di kolom pencarian YouTube, Tim CekFakta Tempo menemukan bahwa gambar tangkapan layar itu bersumber dari video talkshow “Analisa” yang ditayangkan oleh stasiun televisi Lativi (saat ini berganti nama menjadi tvOne) pada 2002.
Sumber asli video itu, yakni kanal YouTube Lativi, sudah dihapus. Namun, Tempo menemukan salinan video tersebut yang diunggah oleh kanal Andre Agusta W. A20 pada 2016. Video itu terbagi dalam tiga bagian, yang masing-masing berdurasi 10 menit 42 detik, 6 menit 57 detik, dan 6 menit 14 detik.
Video wawancara sepanjang hampir 30 menit itulah yang dipotong menjadi hanya beberapa menit dan diunggah oleh kanal YouTube lain dengan narasi yang menyesatkan. Salah satunya adalah video dengan judul “Pengakuan Ribka Tjiptaning...!!! Mayoritas Anak PKI Bergabung ke PDIP”, yang diunggah oleh kanal Lowo Ijo pada 3 April 2019. Judul ini mirip dengan yang terdapat dalam gambar tangkapan layar unggahan halaman Generasi Millenial.
Konteks wawancara
Wawancara Lativi tersebut sebenarnya terkait dengan buku yang diluncurkan oleh Ribka Tjiptaning yang berjudul “Aku Bangga Jadi Anak PKI”. Selain Ribka, Lativi juga menghadirkan Cyprianus Aoer, Wakil Pemimpin Redaksi Harian Suara Pembaruan. Ada pula kesaksian keluarga eks anggota PKI dari Semarang dan Medan yang mengalami diskriminasi selama Orde Baru.
Dalam wawancara itu, Ribka menjelaskan bahwa ada dua hal yang menjadi misinya menulis buku tersebut. Pertama, agar semakin banyak orang yang mengetahui adanya perlakuan diskriminatif oleh pemerintah Orde Baru terhadap keluarga dan anak-anak anggota atau kader PKI. Sebagai seorang dokter, Ribka bercerita bahwa kliniknya pernah ditutup paksa karena ia anak anggota PKI.
Kedua, agar anak-anak anggota PKI segera bangkit, menghapus rasa minder dan trauma. Mereka harus berani melawan ketidakadilan yang dirasakan selama Orde Baru sebab pembantaian dan pemenjaraan terhadap anggota dan simpatisan PKI pada 1965-1966 tidak melalui proses pengadilan. “Ini semua adalah pelanggaran hak asasi manusia yang tidak pernah dituntaskan,” katanya.
Ribka pun berharap dibentuk sebuah pengadilan HAM agar persoalan 1965-1966 bisa diselesaikan. Pengadilan HAM ini diharapkan dapat mendorong rekonsiliasi, di mana nantinya pihak yang dinyatakan bersalah harus meminta maaf dan para korban harus menerima maaf tersebut.
Di bagian akhir wawancara, Ribka menyatakan bahwa anak-anak eks anggota atau simpatisan PKI memberikan suaranya kepada PDIP dalam Pemilihan Legislatif 1999. Saat itu, mereka berharap sosok Megawati Soekarnoputri, yang menjadi simbol perlawanan rakyat selama Orde Baru, dapat memberikan perubahan dan memperjuangkan nasib mereka dalam mencari keadilan.
Namun, Ribka menyatakan bahwa belum terlihat perjuangan PDIP terkait perubahan bagi anak-anak eks anggota atau simpatisan PKI tersebut. “Sampai sekarang, belum ada tanda-tanda Mbak Mega memperjuangkan ke arah ke sana,” kata Ribka. Konteks pernyataan Ribka inilah yang dihilangkan dalam berbagai video yang diunggah oleh sejumlah kanal YouTube. Video yang dipotong menjadi hanya sekitar 1 menit tersebut kemudian diberi judul yang menyesatkan.
Adapun Cyprianus Aoer menjelaskan, secara sosiologis, peristiwa 1965 menimbulkan dampak psikologis pada anak-anak eks anggota PKI. Selama pemerintahan Orde baru, anak-anak eks PKI diperlakukan tidak manusiawi dan diskriminatif. Padahal, mereka tidak mewarisi kesalahan orangtuanya.
Di sisi lain, secara ideologis, PKI sulit untuk bangkit lagi karena ideologi komunis sudah dianggap gagal menjadi solusi bagi kesejahteraan, termasuk di negara-negara lain. “PKI sulit muncul lagi di Indonesia karena akan dihadapkan dengan trauma masa lalu,” katanya.
Cyprianus pun mendukung adanya pelurusan sejarah terkait peristiwa 1965. Pelurusan sejarah tersebut penting agar peristiwa 1965 tidak terulang lagi, seperti adanya orang-orang yang tewas dan dipenjara tanpa pengadilan. Menurut dia, hak asasi harus ditegakkan dan menjadi pedoman ke depannya. “Pemerintah harus meluruskan sejarah yang saat ini kontroversial, karena kebenaran itu hanya ada pada sejarah.”
Pengungkapan sejarah 1965
Setelah pemerintahan Presiden Soeharto jatuh, upaya-upaya pengungkapan sejarah terkait peristiwa 1965 banyak dilakukan, baik oleh peneliti-peneliti, berbagai lembaga, dan para penyintas peristiwa 1965. Salah satu tujuannya adalah memperjuangkan keadilan buat para penyintas peristiwa 1965 yang diperlakukan secara diskriminatif selama Orde Baru.
Bahkan, setelah lebih dari empat dekade, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia membuka kembali kasus pembunuhan massal 1965-1966 yang sebagian besar menimpa anggota dan simpatisan PKI. Pada 2012, Komnas HAM menyatakan bahwa peristiwa brutal yang diduga menewaskan lebih dari 500 ribu jiwa itu sebagai pelanggaran HAM berat.
"Setelah melakukan penyelidikan selama empat tahun, bukti dan hasil pemeriksaan saksi menemukan terjadinya sembilan kejahatan yang masuk kategori kejahatan terhadap kemanusiaan," kata Ketua Tim Penyelidikan Pelanggaran Kemanusiaan 1965-1966, Nur Kholis, di kantor Komnas HAM pada 23 Juli 2012 seperti dilansir dari arsip pemberitaan Tempo.
Kesembilan pelanggaran HAM itu adalah pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa, perampasan kemerdekaan atau kebebasan fisik lainnya secara sewenang-wenang, penyiksaan, pemerkosaan dan kejahatan seksual lainnya, penganiayaan, dan penghilangan orang secara paksa. Sesuai dengan Undang Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, seluruh pelanggaran itu adalah kejahatan HAM berat.
Nur Kholis mengatakan para korban dalam peristiwa ini mengalami kejahatan berlapis. "Banyak korban yang diusir lalu dirampas kemerdekaannya, atau diperbudak," ujarnya. Kejahatan-kejahatan itu pun diduga dilakukan secara meluas dan sistematis. Pasalnya, kejahatan terjadi merata di seluruh Indonesia dalam kurun waktu bersamaan. Jenis kejahatan yang terjadi pun serupa. "Misalnya, ada 15 orang dieksekusi di Maumere, dalam waktu hampir berbarengan, ada kejadian serupa di Manado, Palu, Medan, dan Palembang."
Data Komnas HAM tersebut juga diperkuat dengan sejumlah dokumen kabel diplomatik Amerika Serikat soal tragedi 1965 yang kembali dibuka ke publik pada 2017. Dilansir dari BBC, dokumen itu menguak sejumlah surat dari dan ke Amerika terkait pembunuhan massal pasca 1965. Ketiga lembaga yang membuka dokumen tersebut adalah National Security Archive (NSA) dan National Declassification Center (NDC), keduanya lembaga nirlaba, serta lembaga negara National Archives and Records Administration (NARA).
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa Ribka Tjiptaning mengakui semua anak PKI gabung PDIP menyesatkan. Klaim itu bersumber dari pernyataan Ribka dalam talkshow “Analisa” di Lativi pada 2002 yang telah diubah. Pernyataan asli Ribka adalah anak-anak eks anggota PKI yang menjadi korban pada 1965-1966 memberikan suaranya kepada PDIP dalam Pemilihan Legislatif 1999. Mereka berharap sosok Megawati, yang menjadi simbol perlawanan rakyat selama Orde Baru, dapat memberikan perubahan dan memperjuangkan nasib mereka yang mengalami diskriminiasi selama Orde Baru.
IKA NINGTYAS
Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
- https://web.archive.org/web/20200707054214/
- https://www.facebook.com/GenerasiMillenial07/photos/a.116464286586964/167112321522160/?type=3&theater&_rdc=1&_rdr
- https://www.youtube.com/watch?v=QCj6Bka4j2E
- https://www.youtube.com/watch?v=7IYLw88msx4
- https://cekfakta.tempo.co/fakta/830/fakta-atau-hoaks-benarkah-ini-foto-kuburan-massal-ulama-dan-santri-1948-oleh-pki-muso
Halaman: 5273/6733