(GFD-2020-8085) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Lambang Presiden Diganti Bintang Seperti Logo Partai Komunis Cina di Era Jokowi?
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 14/05/2020
Berita
Narasi bahwa lambang Presiden RI diganti dari Garuda Pancasila menjadi bintang di era pemerintahan Presiden Jokowi beredar di media sosial dalam beberapa hari terakhir. Menurut narasi itu, lambang kepresidenan yang baru ini mirip dengan logo Partai Komunis Cina.
Salah satu akun di Facebook yang mengunggah narasi itu adalah akun Rahmat M, yakni pada 5 Mei 2020. Akun ini membagikan foto berisi dua lambang Presiden RI yang berbeda. Pertama, lambang dengan Garuda Pancasila yang disebut sebagai lambang kepresidenan lama. Kedua, lambang dengan bintang, padi, dan kapas yang disebut sebagai lambang kepresidenan baru.
"Teriak-teriak dan merasa paling pancasila tapi kenapa lambang garuda perlahan digeser lambang bintang seperti komunis cina, cuma ini masih belum merah warnanya," demikian narasi yang ditulis oleh akun Rahmat M dalam unggahannya yang hingga kini telah dibagikan lebih dari 200 kali.
Dua hari kemudian, yakni pada 7 Mei 2020, akun Akifa menyoal lambang kepresidenan yang diklaim baru itu yang dipakai pada kemasan bantuan Covid-19 dari pemerintah. Akun ini juga menyamakan logo itu dengan simbol bintang pada topi yang dipakai politikus PDIP, Rieke Dyah Pitaloka dan Ribka Tjiptaning.
"Tolong siapa yg dpt sembako dr kepersidenan FOTO INI KANTONG NYA SEBAGAI TANDA BUKTI BUKAN HOAK, klw logo kepersidenan dah di ganti yg baru banyak yg belum tau," demikian narasi yang ditulis akun Akifa dalam unggahannya yang hingga kini telah dibagikan lebih dari 100 kali.
Unggahan akun tersebut juga dikomentari sebanyak 46 kali oleh warganet. Beberapa di antaranya menyebut simbol bintang itu sebagai logo Partai Komunis Indonesia (PKI). Mereka juga menghubungkan narasi ini dengan Ribka yang pernah menulis buku berjudul "Aku Bangga Jadi Anak PKI".
Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Rahmat M (kiri) dan Akifa (kanan).
Apa benar lambang Presiden RI diganti dari Garuda Pancasila menjadi bintang seperti logo Partai Komunis Cina di era pemerintahan Presiden Jokowi?
Hasil Cek Fakta
Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo mula-mula memeriksa aturan terkait penggunaan lambang Presiden RI. Ketentuan mengenai itu salah satunya termuat dalam Peraturan Menteri Sekretaris Negara (Permensesneg) Nomor 10 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tata Surat Kepresidenan RI.
Dalam Permensesneg itu dijelaskan perbedaan lambang Kepresidenan RI dengan lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Lambang kepresidenan adalah simbol jabatan presiden dan wakil presiden, bentuknya berupa bintang yang dilingkari padi dan kapas. Sementara lambang NKRI, yang juga disebut lambang negara, adalah Garuda Pancasila dengan Bhinneka Tunggal Ika.
Baik lambang kepresidenan maupun lambang NKRI, menurut Permensesneg tersebut, dapat digunakan bersama-sama dalam surat jabatan presiden (sebagai kop dan cap), seperti contoh di bawah:
Dikutip dari laporan Kementerian Komunikasi dan Informatika, Permensesneg Nomor 10 Tahun 2010 itu juga mengadopsi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 1958 tentang Panji dan Bendera Jabatan. Dalam PP tersebut, tercantum ketentuan bahwa lambang kepresidenan berupa bintang, padi, dan kapas.
Pada 2019, Permensesneg Nomor 10 Tahun 2010 itu dicabut dan diperbarui dengan Permensesneg Nomor 4 Tahun 2019 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tata Surat Kepresidenan RI. Permensesneg terbaru itu pun mengatur lambang kepresidenan yang terdiri dari bintang, padi, dan kapas serta digunakan sebagai kop dan cap dalam surat jabatan presiden dan wakil presiden.
Tempo pun menelusuri lambang kepresidenan dalam sejumlah lembaran negara. Hasilnya, sebelum terbitnya Permensesneg Nomor 10 Tahun 2010 yang mengadopsi PP Nomor 42 Tahun 1958, lambang kepresidenan memang berupa bintang yang dilingkari padi.
Misalnya, dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1983 tentang Sensus Pertanian 1983. Dokumen ini pernah diunggah di Scribd oleh akun Mas’ud Rifai pada 17 Maret 2013. Ada pula Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 1998 tentang Modal Asing Sawit. Dokumen ini juga diunggah di Scribd oleh akun Syahriza Riza pada 2 Juni 2017.
Gambar tangkapan layar Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 1998 (kiri) dan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1983 (kanan).
Makna simbol bintang, padi, dan kapas
Pemakaian simbol bintang, padi, dan kapas di Indonesia juga bukanlah hal yang baru karena telah dipakai sebagai simbol Pancasila. Lima simbol Pancasila itu menjadi bagian dalam lambang negara. Simbol bintang dipakai untuk butir pertama Pancasila yang artinya bangsa Indonesia adalah bangsa yang relijius.
Sementara itu, simbol padi dan kapas digunakan dalam butir kelima Pancasila, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Simbol ini mencerminkan sandang dan pangan. Artinya, tidak ada kesenjangan antara satu warga dengan warga yang lain.
Topi Mao Zedong
Bintang berwarna merah dengan lima ujung memang menjadi simbol utama Uni Soviet tak lama setelah kelompok komunis mengambil alih kekuasaan di sana. Merah merefleksikan warna revolusi dan lima ujung bintang menyimbolkan persatuan kaum proletar dari lima benua.
Simbol bintang merah itu kemudian dipakai dalam atribut Tentara Merah Cina. Pemakaian topi dengan simbol bintang merah oleh Mao Zedong yang dikenal sebagai bapak pendiri Cina baru menjadi ikon setelah dipotret oleh jurnalis Amerika Edgar Snow pada 1936. Mao Zedong menjadi pemimpin akhir Tentara Merah Cina yang menampilkan simbol bintang merah di topi.
Topi bintang merah itu kemudian berkembang sebagai suvenir yang lebih dikenal sebagai topi Mao Zedong. Penjualan topi Mao Zedong ini tidak terkait dengan ideologi tertentu dan banyak dijumpai di berbagai toko online, mulai dari Amazon hingga Shopee. Selain Ribka Tjiptaning dan Rieke Dyah Pitaloka, mantan menteri BUMN Dahlan Iskan juga pernah menggunakannya.
Tentu saja, penggunaan topi bintang merah oleh ketiganya tidak berkaitan dengan PKI. Sebab, PKI telah berakhir setelah munculnya Gerakan 30 September 1965, disusul pembantaian besar-besaran pada anggota dan simpatisannya sepanjang 1966-1967. Bahkan, pembubaran PKI juga dituangkan dalam Ketetapan MPRS Nomor 25 Tahun 1966. Sejak saat itu, tidak ada lagi aktivitas PKI di Indonesia.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta di atas, klaim bahwa lambang Presiden RI diganti dari Garuda Pancasila menjadi bintang seperti logo Partai Komunis Cina di era pemerintahan Presiden Jokowi keliru. Lambang kepresidenan berupa bintang yang dilingkari padi dan kapas sudah dikenal lewat terbitnya PP Nomor 42 Tahun 1958. Penggunaannya sebagai kop dan cap surat jabatan presiden dan wakil presiden juga sudah diatur melalui Permensesneg Nomor 10 Tahun 2010. Simbol bintang dalam lambang kepresidenan pun tidak ada kaitannya dengan simbol bintang merah yang digunakan di Cina. Di Indonesia, simbol bintang telah dipakai untuk melambangkan butir pertama Pancasila.
IKA NINGTYAS
Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cekf akta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
- http://archive.ph/9Wfxz
- http://archive.ph/nNzKW
- https://jdih.setneg.go.id/viewpdfperaturan/P18023/05.%20BAB%20I
- https://www.kominfo.go.id/content/detail/26348/hoaks-infografis-yang-membandingkan-lambang-negara-rrt-dengan-logo-surat-presiden-ri/0/laporan_isu_hoaks
- https://jdih.setneg.go.id/viewpdfperaturan/P18805/Salinan%20Lampiran%20Permensesneg%20Nomor%204%20Tahun%202019
- https://www.scribd.com/doc/130846649/INPRES-1983-001-ST2013
- https://www.scribd.com/document/350180888/Inpres-6-1998-PMA-Kelapa-Sawit
- https://www.kompas.com/skola/read/2020/02/25/100000069/makna-5-lambang-pancasila?page=all
- https://id.rbth.com/sejarah/79482-bintang-kremlin-simbol-revolusi-qyx
- https://www.chinadaily.com.cn/culture/2016-10/11/content_27018972.htm
- http://www.bumn.go.id/ptpn5/berita/9563
(GFD-2020-8084) [Fakta atau Hoaks] Benarkah 500 TKA Cina Bakal Kerjakan Proyek PLTU Morowali Seperti dalam Video Ini?
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 13/05/2020
Berita
Narasi bahwa 500 tenaga kerja asing (TKA) asal Cina bakal mengerjakan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Morowali, Sulawesi Tengah, beredar di media sosial. Narasi ini dilengkapi dengan video berdurasi 3 menit 16 detik itu yang memperlihatkan pembangunan sebuah proyek di sekitar tebing-tebing curam.
Sebelumnya, pemerintah memang telah menyetujui rencana dua perusahaan tambang di Sulawesi Tenggara untuk mendatangkan 500 TKA Cina. Sedianya, ratusan TKA Cina itu tiba pada 22 April 2020. Namun, gubernur, DPRD, hingga warga Sulawesi Tenggara menolak karena khawatir akan penyebaran virus Corona Covid-19. Kedatangan para TKA Cina itu pun ditunda.
Di Facebook, narasi bahwa 500 TKA Cina itu bakal mengerjakan proyek PLTU di Morowali dibagikan oleh akun Mia Maryana, yakni pada 11 Mei 2020. Akun ini menulis, "500 TKA dari China untuk sebagian pekerjaan proyek di PLTU Morowali seperti ini, sudah ditawarkan ke tenaga kerja lokal, mereka tidak ada yg mau."
Adapun dalam video yang dibagikannya, terlihat pembangunan sebuah jembatan di antara dua tebing. Terlihat pula pekerja yang baru saja keluar dari kolam lumpur dan pekerja yang ditarik keluar dari sebuah pipa. Beberapa pekerja juga terlihat melakukan pekerjaannya di atas sebuah menara serta meniti kabel di ketinggian.
Hingga artikel ini dimuat, unggahan tersebut telah dikomentari lebih dari 200 kali, dan dibagikan lebih dari 1.800 kali. Adapun videonya telah ditonton lebih dari 51 ribu kali.
Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Mia Maryana.
Apa benar 500 TKA Cina tersebut bakal mengerjakan proyek PLTU di Morowali seperti dalam video di atas?
Hasil Cek Fakta
Terkait kedatangan 500 TKA Cina
Berdasarkan arsip berita Tempo pada 10 Mei 2020, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan mengatakan bahwa 500 TKA Cina itu akan dipekerjakan di kawasan industri di Konawe, Sulawesi Tenggara. Adapun perusahaan yang menaungi para pekerja itu adalah PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) dan PT Obsidian Stainless Steel (OSS).
Menurut Luhut, kedua perusahaan itu tengah membangun pabrik HPAL (high pressure acid leaching) untuk membangun industri baterailithium, di mana nikel merupakan bahan baku produk tersebut. Dikutip dari Kompas.com, kedua perusahaan itu merupakan perusahaan pengolahan nikel yang berada di Morosi, Konawe, Sulawesi Tenggara.
Menurut Luhut, para TKA Cina itu merupakan pekerja yang memiliki kemampuan dalam bidang tersebut, yang tidak bisa digantikan oleh orang lain. Dia mengatakan, saat ini, Indonesia belum memiliki teknologi guna membangun industri itu. "Nanti tenaga asing yang mengerjakan dan setelah itu bersamaan tenaga kerja Indonesia masuk, teknologi kan dari dia, kami enggak bisadongngerjain semua, tetap ada asing," ujarnya.
Setelah proyek ini selesai, kata Luhut, para TKA Cina itu akan dikurangi dan diganti dengan pekerja lokal hingga sekitar 92 persen dari total pekerja yang dibutuhkan. Dia mengatakan politeknik yang sudah dibangun bisa meningkatkan kemampuan dari anak-anak bangsa dan bisa memenuhi kebutuhan pekerja industri tersebut. "Untuk bikin lapangan kerja perlu orang dulu bikin induknya, setelah itu kita yang kerjakan semua," tuturnya.
Dikutip dari Detik.com, External Affairs Manager PT VDNI, Indrayanto, mengatakan bahwa 500 TKA Cina itu didatangkan karena memiliki keahlian khusus. "500 TKA itu adalah karyawan kontraktor yang mempunyai skill untuk memasang alat produksi kami," katanya pada 9 Mei 2020.
Menurut Indrayanto, 500 TKA Cina itu hanya akan bekerja paling lama enam bulan. "Setelah mereka melakukan pemasangan, mereka akan kembali lagi ke Tiongkok, mungkin sekitar tiga bulan, paling lama enam bulan, karena alat konstruksi mesin yang kita mau pasang itu sekitar 33 tungku," tuturnya.
PT VDNI berharap pemerintah mempertimbangkan rencana kedatangan 500 TKA Cina itu karena berhubungan pula dengan nasih sekitar 3 ribu karyawan lokal. "Kami berharap TKA ini bisa diberikan masuk karena, jika tidak, karyawan yang sudah kami rekrut, sekitar 3 ribu karyawan untuk 33 tungku itu, pasti akan terus bertanya kapan mereka bekerja," ujar Indrayanto.
Saat ini, Kementerian Ketenagakerjaan telah memutuskan untuk menunda rencana kedatangan 500 TKA Cina itu dalam rangka mencegah penyebaran virus Corona Covid-19. Menurut Luhut, 500 TKA Cina itu akan menuju kawasan industri di Konawe sekitar Juni atau Juli 2020. Saat ini, PT VDNI dan PT OSS sedang menyelesaikan proses perizinannya.
Dilansir dari Kompas.com, PT VDNI merupakan perusahaan berstatus Penanaman Modal Asing (PMA) yang berdiri sejak Agustus 2014. Induk perusahaan ini adalah De Long Nickel Co. Ltd. di Jiangsu, Cina, dan memiliki wilayah operasi di Konawe, Sulawesi Tenggara. Pada 2015, PT VDNI menginvestasikan US$ 5 miliar untuk membangun pabrik feronikel di kawasan industri di Konawe.
Adapun PT OSS, dilansir dari Tirto.id, berdiri pada Juni 2016 dengan area tambang seluas 398 hektare. Induk perusahaan ini adalah Hong Kong Xiangyu Hansheng Co. Ltd. dan Singapore Xiangyu Hansheng Pte. Ltd. PT OSS memproduksi pemurnian nikel dan baja nirkarat dengan kapasitas tahunan mencapai 3 juta ton.
Terkait video
Untuk mencari sumbernya, Tim CekFakta Tempo mula-mula memfragmentasi video tersebut dengan tool InVID. Hasilnya, ditemukan video serupa yang pernah diunggah oleh akun Facebook milik kantor berita Cina, China Xinhua News, pada 19 Mei 2019 dengan judul "Hardworking Chinese: Watch how bridge is built between cliffs" atau "Orang Cina pekerja keras: Perhatikan bagaimana jembatan dibangun di antara tebing".
Video pembangunan jembatan ini juga pernah diunggah ke YouTube oleh kanal milik saluran televisi Cina, CGTN, pada 14 Mei 2019 dengan judul "Chinese workers build bridge 150 meters above a canyon" atau "Pekerja Cina membangun jembatan 150 meter di atas ngarai".
Dalam keterangannya, dijelaskan bahwa para pekerja dalam video itu sedang membangun jembatan di atas ngarai setinggi 150 meter di barat daya Cina. Video ini viral di Douyin, TikTok versi Cina, dan telah mendapatkan lebih dari 3 juta likes. Jembatan tersebut akan menghubungkan provinsi Yunnan dan Sichuan sehingga meningkatkan sistem transportasi lokal.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, narasi bahwa 500 TKA Cina bakal mengerjakan proyek PLTU di Morowali seperti dalam video di atas menyesatkan. Ratusan TKA Cina tersebut akan dipekerjakan di kawasan industri pengolahan nikel di Konawe, Sulawesi Tenggara, bukan di PLTU Morowali, Sulawesi Tengah. Video yang melengkapi narasi itu pun bukan video yang diambil di Indonesia, melainkan di Cina. Video tersebut memperlihatkan pembangunan sebuah jembatan yang menghubungkan provinsi Yunnan dan Sichuan.
ZAINAL ISHAQ
Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cekf akta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
- https://web.facebook.com/mia.maryana.1/videos/1670786223060716/
- https://bisnis.tempo.co/read/1340742/luhut-pandjaitan-sebut-500-tka-cina-ke-konawe-pada-juni-atau-juli/full&view=ok
- https://www.kompas.com/tren/read/2020/05/03/112944265/mengenal-virtue-dragon-perusahaan-asal-china-penampung-500-tka
- https://news.detik.com/berita/d-5008656/perusahaan-beberkan-alasan-rencana-kedatangan-500-tka-asal-china-ke-sultra
- https://www.kompas.com/tren/read/2020/05/03/112944265/mengenal-virtue-dragon-perusahaan-asal-china-penampung-500-tka
- https://tirto.id/rejam-jejak-naga-di-celebes-bawa-500-tka-cina-masuk-indonesia-fj8e
- https://web.facebook.com/XinhuaNewsAgency/videos/2231548370493588/?v=2231548370493588
- https://www.youtube.com/watch?v=ngeOGH5_khc
(GFD-2020-8083) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Refly Harun Sebut Kemenangan Jokowi Hasil Kejahatan Antek Cina?
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 12/05/2020
Berita
Akun Facebook Alfi Laili Cholidah membagikan tautan artikel dari situs Law-justice.co berjudul "Refly Harun Ungkap Cara Curang Jokowi Menangkan Pilpres 2019" pada 7 Mei 2020. Akun ini kemudian memberikan narasi, "Apapun caranya rakyat wajib tumbangkan Jokowi, karena dia bukan pilihan rakyat, ini rezim haram hasil kejahatan antek-antek China."
Unggahan tersebut viral dan, hingga artikel ini dimuat, telah dikomentari lebih dari 500 kali dan dibagikan lebih dari 900 kali. Sebagian besar komentar menyatakan persetujuannya mengenai adanya kecurangan dalam Pilpres 2019. Ada pula warganet yang berkomentar sebagai berikut: "Pasti untuk kepentingan Cina. Lihat sekarang."
Adapun artikel dari situs Law-justice.co tersebut berisi pernyataan Refly Harun, ahli hukum tata negara, dalam sebuah video di kanal YouTube pribadinya pada 27 April 2020. Dalam video itu, Refly sempat menyinggung banyaknya komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ikut berkampanye dalam Pilpres 2019.
Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Alfi Laili Cholidah.
Apa benar dalam videonya itu Refly Harun menyebut bahwa kemenangan Presiden Jokowi dalam Pilpres 2019 adalah hasil kejahatan antek Cina?
Hasil Cek Fakta
Untuk mendapatkan konteks utuh pernyataan Refly Harun, Tim CekFakta Tempo menonton hingga selesai video yang dikutip dalam artikel di situs Pojok Satu yang menjadi sumber artikel Law-justice.co. Video yang berdurasi sekitar 26 menit ini berjudul "Badan Usaha Milik Negara Bukan Badan Usaha Milik Neneklu!!!".
Dalam video itu, Refly sebenarnya menjawab pertanyaan warganet terkait pencopotannya sebagai komisaris utama di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang pelabuhan, PT Pelindo I, dan pandangannya soal kritik yang dilontarkan oleh pejabat BUMN terhadap pemerintah.
Seperti diketahui, Refly diangkat sebagai Komisaris Utama Pelindo I oleh eks Menteri BUMN Rini Soemarno pada 2018. Seharusnya, Refly menjabat selama lima tahun atau hingga 2023. Namun, pada 20 April 2020, Refly dicopot berdasarkan Keputusan Menteri BUMN Selaku Rapat Umum Pemegang Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pelabuhan Indonesia I Nomor SK-123/MBU/04/2020.
Warganet menduga Refly dicopot karena kerap mengkritik pemerintah meskipun menduduki kursi sebagai Komisaris Utama Pelindo I. Yang terakhir, Refly mengkritik kasus Staf Khusus Presiden Andi Taufan Garuda Putra yang mengirim surat kepada camat di seluruh Indonesia agar mendukung relawan PT Amartha Mikro Fintek, perusahaan Andi, dalam penanggulangan Covid-19. Surat itu berkop Sekretariat Kabinet.
Dalam videonya, Refly menjawab bahwa tidak ada larangan bagi komisaris BUMN untuk mengkritik pemerintah. Sebab, dia melontarkan kritik itu dalam kapasitasnya sebagai akademisi, khususnya ahli hukum tata negara. Selain itu, BUMN adalah badan usaha milik negara, bukan badan usaha milik pemerintah. BUMN adalah instrumen untuk mewujudkan tujuan negara seperti yang tertuang dalam Sila Ke-5 Pancasila dan Pasal 33 UUD 1945.
"Jadi, ketika kita bekerja di BUMN, saya merasa bukan bekerja untuk pemerintah, tapi bekerja untuk negara. Kalau misalnya ada hal-hal yang perlu kita kritisi dari kebijakan pemerintah, kita berpikir bahwa itu juga untuk kepentingan negara. Saya kan tidak mengajarkan untuk memberontak, untuk memprovokasi aksi massa, tapi saya mengajarkan sebuah ilmu pengetahuan," katanya.
Refly pun mencontohkan dosen di perguruan tinggi negeri atau peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang tetap bisa mengkritik kebijakan publik pemerintah meskipun mereka mendapatkan gaji dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Keterlibatan ASN dalam pilpres
Dalam video itu, Refly menjelaskan bahwa hal yang dilarang oleh Undang-Undang adalah keterlibatan aparatur sipil negara (ASN), termasuk pengurus BUMN, terlibat sebagai anggota tim sukses kampanye dan pengurus partai politik. Pada menit 20:59, Refly menunjukkan buku yang diterbitkannya pada awal Januari 2019 yang berjudul "Politik Keledai Pemilu: Catatan Hukum Refly Harun".
Refly pun menjelaskan isi bukunya, "Saya termasuk yang mengkritik komisaris-komisaris BUMN yang ikut berkampanye bagi incumbent. Kenapa? Bukannya saya enggak suka pemerintah, enggak. Saya ingin menegakkan aturan, konstitusi, Undang-Undang. Karena Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 280 menyatakan yang namanya komisaris, dewan pengawas, direksi, dan karyawan BUMN dilarang dilibatkan kampanye. Bahkan dikatakan, mereka yang dilibatkan kampanye itu bisa diancam hukuman dua tahun penjara dan atau denda Rp 24 juta. Jadi, saya tidak mau terlibat dalam kampanye. Kritis tetap, karena saya menjalankan fungsi akademik. Jadi, saya tidak nyebong atau ngampret."
Pernyataan Refly inilah yang kemudian dikutip oleh situs Pojok Satu, yang kemudian diamplifikasi oleh situs Law-justice.co. Dengan demikian, isi artikel itu memang benar berdasarkan pernyataan Refly. Namun, dalam video Refly maupun artikel itu, tidak terdapat informasi bahwa kemenangan Jokowi adalah hasil kejahatan antek Cina.
Dalam videonya, Refly hanya mengatakan:
"Sudah bukan rahasia umum lagi, banyak ASN yang terlibat dalam kampanye pilpres. Misalnya, dosen-dosen perguruan tinggi negeri yang sering terang-terangan ingin memihak, bahkan berkampanye untuk salah satu pasangan calon. Lebih banyak lagi yang terlibat adalah PPPK, yaitu Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja. ASN juga, tapi yang non-PNS. Sering mereka tidak sadar bahwa status mereka adalah ASN yang harus netral. Karena direkrut oleh pemerintah, sering mereka merasa harus memihak kepada pemerintah. Pemikiran itu tidak keliru. Keberpihakan mereka sebatas kepada pemerintah, bukan kepada calon presiden. Dalam realitas sehari-hari, memang sukar dibedakan antara presiden dan petahana yang menjadi calon presiden. Antara menjelaskan kebijakan presiden dan mengkampanyekan calon presiden petahana memang sukar dibedakan, walaupun sebenarnya tetap saja ada garis pembatasnya.
Di tengah kondisi seperti itu, di mana semua pihak ingin merapat dengan kekuasaan atau yang bakal berkuasa, saya mengambil sikap untuk netral terhadap kedua pasangan calon agar dapat lebih berpikir jernih dan lebih bebas dalam mengemukakan pendapat. Secara formal, saya memang harus netral karena masih tercatat sebagai Komisaris Utama PT Pelabuhan Indonesia I (Persero), salah satu BUMN yang bergerak di bidang kepelabuhan. Jadi, ketika netral dalam pemilu, bagi pengurus BUMN, it’s a must! Tapi kan kita tahu, banyak sekali pengurus BUMN yang berkampanye, baik secara diam-diam maupun terang-terangan. Yang terang-terangan, misalnya memobilisasi alumni. Nah, karena yang berkuasa tetap sama, ya aman. Tapi coba kalau yang berkuasa berbeda orangnya, ya sudah, maka politisasi BUMN ini akan senantiasa terjadi. Saya menginginkan agar BUMN itu profesional.”
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim bahwa Refly Harun menyebut kemenangan Presiden Jokowi dalam Pilpres 2019 adalah hasil kejahatan antek Cina keliru. Video Refly maupun artikel di situs-situs di atas sama sekali tidak menyinggung bahwa kemenangan Jokowi adalah hasil kejahatan antek Cina. Dalam video ataupun artikel-artikel itu, Refly hanya menyinggung soal banyaknya komisaris BUMN yang ikut berkampanye selama Pilpres 2019.
IKA NINGTYAS
Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cekf akta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
(GFD-2020-8082) [Fakta atau Hoaks] Benarkah PLN Diam-diam Naikkan Tagihan Pelanggan Non Subsidi untuk Biayai Program Listrik Gratis?
Sumber: cekfakta.tempo.coTanggal publish: 12/05/2020
Berita
Narasi bahwa PLN diam-diam menaikkan tagihan listrik pelanggan non subsidi beredar di media sosial. Menurut narasi itu, hal ini dilakukan untuk menutupi biaya program diskon listrik. Untuk meringankan beban masyarakat yang terdampak pandemi virus Corona Covid-19, listrik pelanggan 450 VA digratiskan selama tiga bulan. Sementara bagi pelanggan 900 VA bersubsidi, diberikan diskon 50 persen.
Di Facebook, narasi itu diunggah salah satunya oleh akun Malik Al Azmi Noor, yakni pada 8 Mei 2020. Akun ini menulis, "Pemerintah sungguh luar biasa. pemakaian listrik 450 VA bersubsidi di gratiskan selama tiga bulan. pemakaian listrik 900 VA bersubsidi di beri keringanan 50%. untuk mengganti uang yg di pakai untuk meringankan pemakaian listrik tersebut. diam diam PLN menaikan biaya pemakaian listrik non subsidi. Pasti banyak yg tdk merasa ya. Tlong cek benar apa tidak. Yg pakai pulsa lbh mudah cara mengeceknya lg."
Dalam unggahannya, akun tersebut juga menyertakan tautan artikel dari situs The IDN Daily berjudul "Terus Didesak Netizen, PLN Akui Diam-diam Naikkan Tagihan Listrik Pelanggan Non Subsidi" yang dimuat pada 9 Mei 2020. Hingga artikel ini dipublikasikan, unggahan akun Malik Al Azmi Noor itu telah direspons lebih dari 400 kali, dikomentari lebih dari 200 kali, dan dibagikan lebih dari 1.400 kali.
Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Malik Al Azmi Noor.
Apa benar PLN diam-diam menaikkan tagihan listrik pelanggan non subsidi untuk biayai program diskon listrik bagi masyarakat yang terdampak pandemi virus Corona Covid-19?
Hasil Cek Fakta
Berdasarkan arsip berita Tempo, Executive Vice President Corporate Communication & CSR PLN, I Made Suprateka, membantah isu bahwa PLN melakukan subsidi silang antara penerima program diskon listrik dan pelanggan non subsidi secara diam-diam. Menurut dia, kenaikan tagihan listrik pada dua bulan terakhir terjadi karena penggunaan listrik konsumen yang meningkat. "Jadi, bukan karena kenaikan tarif listrik dari PLN," kata Made pada 6 Mei 2020.
Menurut Made, sejak adanya protokol Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada Maret 2020, PLN melakukan sedikit modifikasi dalam penghitungan tagihan listrik. Pasalnya, petugas PLN tidak bisa lagi mengecek secara langsung meteran listrik di rumah pelanggan. Hal ini dilakukan untuk meredam penyebaran virus Corona Covid-19, mengingat petugas PLN bisa saja menjadi pembawa virus.
Dengan demikian, untuk Maret 2020, PLN menggunakan tagihan listrik rata-rata tiga bulan sebelumnya, yaitu Desember, Januari, dan Februari. Jika rata-rata tagihan pelanggan adalah 50 kWh, jumlah itulah yang ditagihkan pada Maret. Namun, karena masyarakat mulai bekerja dari rumah, dan penggunaan listrik meningkat, ada pelanggan yang tagihan listriknya naik menjadi 70 kWH. Artinya, sebanyak 20 kWh belum ditagihkan.
Pada April, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diterapkan secara penuh. Sebagian masyarakat berada di rumah selama 24 jam. Akibatnya, tagihan listrik kembali naik menjadi 90 kWH. Tagihan ini pun ditambahkan dengan 20 kWh yang belum ditagihkan pada Maret sehingga totalnya menjadi 110 kWh. Kondisi inilah, kata Made, yang membuat pemakaian listrik seolah-olah naik 100 persen, dari 50 kWh menjadi 110 kWh.
Dikutip dari Kompas.com, Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini mengatakan bahwa PLN adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang setiap laporannya harus diaudit oleh Badan Pengawas Keuangan (BPK) dan diawasi oleh (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Karena itu, PLN tidak mungkin menaikkan tarif listrik diam-diam.
"Terhadap tuduhan PLN curang dan menaikkan tarif diam-diam, kami diawasi secara internal maupun eksternal. Jadi, dalam hal tarif listrik, kami tidak mungkin dan tidak bisa melakukan kebijakan semena-mena," kata Zulkifli dalam keterangan persnya pada 9 Mei 2020.
Menurut Zulkifli, akar masalah dari keluhan kenaikan tarif listrik pada Mei oleh sebagian pelanggan terjadi ketika diberlakukannya PSBB pada Maret. Untuk menghindari paparan virus Corona Covid-19 dengan pelanggan, petugas PLN tidak melakukan pencatatan meteran listrik sebagian pelanggan. Hitungan penggunaan listrik pun ditetapkan rata-rata selama tiga bulan terakhir.
Dengan cara ini, ada akibat kurang bayar atau lebih bayar pada bulan berjalan, yaitu April. Secara sistem, kurang bayar akan dibebankan pada pembayaran bulan berikutnya. "Dan kita semua tahu, pada April, PSBB berlangsung makin luas, dan work from homejuga makin besar. Sehingga, tagihan listrik pelanggan rumah tangga semakin besar. Ditambah dengan kurang bayar pada bulan sebelumnya, tagihan tersebut menjadi makin besar," kata Zulkifli.
Dilansir dari Kumparan.com, PLN memastikan bahwa tarif dasar listrik seluruh golongan tarif tidak mengalami kenaikan, termasuk pelanggan 900 VA Rumah Tangga Mampu (RTM) dan di atasnya. Seperti diketahui, penetapan tarif dilakukan tiga bulan sekali oleh pemerintah. Untuk April hingga saat ini, tarif dinyatakan tetap, sama dengan periode tiga bulan sebelumnya.
"Kami pastikan saat ini tidak ada kenaikan listrik, harga masih tetap sama dengan periode tiga bulan sebelumnya. Bahkan sejak tahun 2017 tarif listrik ini tidak pernah mengalami kenaikan," tutur Executive Vice President Corporate Communication & CSR PLN, I Made Suprateka, pada 3 Mei 2020.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta di atas, narasi bahwa PLN diam-diam menaikkan tagihan listrik pelanggan non subsidi untuk biayai program diskon listrik bagi masyarakat yang terdampak pandemi virus Corona Covid-19, menyesatkan. Tagihan listrik pelanggan naik dalam dua bulan terakhir karena penggunaan listrik konsumen meningkat selama pemberlakuan PSBB danwork from home.
Selain itu, untuk menghindari paparan virus Corona Covid-19 dengan pelanggan, petugas PLN tidak melakukan pencatatan meteran listrik sebagian pelanggan. Hitungan penggunaan listrik pun ditetapkan rata-rata selama tiga bulan terakhir. Dengan cara ini, ada akibat kurang bayar atau lebih bayar pada bulan berjalan. Secara sistem, kurang bayar akan dibebankan pada pembayaran bulan berikutnya.
IBRAHIM ARSYAD
Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cekf akta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id
Rujukan
- http://archive.ph/jxV24
- https://theidndaily.com/berita-terbaru/2040/pln-akui-naikkan-tagihan-listrik-pelanggan-non-subsidi/?fbclid=IwAR2e41bPXuJ4FK2xZg_lmZAKKK4jySeMC3y-nn7L4r6bDRjqWsdFBtX_DC0
- https://bisnis.tempo.co/read/1339366/pln-blak-blakan-jawab-keluhan-naiknya-tagihan-listrik-warga/full&view=ok
- https://money.kompas.com/read/2020/05/09/153557826/dituduh-curang-karena-naikkan-tarif-listrik-ini-kata-pln
- https://kumparan.com/kumparanbisnis/benarkah-pln-diam-diam-naikkan-tarif-listrik-1tL9xh4Eq48/full
Halaman: 5166/6604