• (GFD-2019-2230) Petugas KPPS Bandung Meninggal Diracun

    Sumber: facebook.com
    Tanggal publish: 10/05/2019

    Berita

    Di media sosial beredar, petugas KPPS bernama Sita Fitriati asal Kota Bandung meninggal akibat kandungan racun di dalam tubuhnya. Kabar meninggalnya Sita itu disebarkan oleh pemilik akun Facebook bernama Dody Fajar. Dalam postingannya itu, dia menyampaikan informasi terkait meninggalnya Sita Fitriati seorang anggota KPPS 32, RW 12, Kelurahan Kebon Jayanti, Kota Bandung.

    Kemudian dijelaskan dalam postingannya, bila almarhumah merupakan mahasiswi tingkat akhir berusia 21 tahun. Selain itu terdapat keterangan diduga penyebab meninggalnya petugas tersebut.

    “Ditemukan zat kimia C11H16NO2PS dalam tubuh korban KPPS, efek dari Racun….VX (nama IUPAC: O-ethyl S-[2- (diisopropylmino) ethyl] methyphosphonothioate) merupakan senyawa golongan organofosfat yang sangat beracun,” tulisnya dalam postingan tersebut.

    Selain itu, dalam postingan itu juga menampilkan dua foto atau gambar. Foto pertama memperlihatkan adanya gambar dengan tulisan ‘Misteri Kematian Petugas KPPS 2019’. Sementara foto ke dua nampak dua orang perempuan dan salah satunya diduga sebagai petugas meninggal.

    Kabar yang sama juga dibagikan oleh akun twitter bernama PEJUANG PADI @5thsekali. Sama dengan Dody Fajar, akun PEJUANG PADI juga menuliskan keterangan dan mencantumkan foto tersebut.

    Saat ini, kedua akun tersebut sudah tidak bisa diakses.

    Hasil Cek Fakta

    Kabar itu dibantah langsung oleh keluarga Sita Fitriati petugas KPPS yang meninggal tersebut. Menurut pihak keluarga, Sita meninggal bukan karena racun seperti yang dijelaskan dalam postingan itu.

    Muhammad Rizal kaka dari Sita Fitriati menuturkan, adiknya meninggal pada Rabu (8/5/2019) lalu. Sebelum menghembuskan nafas terakhir, adiknya sempat menjalani perawatan selama tiga hari.

    “Meninggalnya itu kemarin tanggal 8 Mei, sebelum meninggal di rumah sakit (dirawat dulu) tiga hari,” kata Rizal saat dihubungi, Jumat (10/5/2019).

    Rizal mengaku cukup terkejut kabar meninggal adiknya itu menjadi bahan hoaks oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Apalagi beberapa informasi yang disampaikan salah, seperti umur dan juga nomor TPS.

    “Kalau nama memang benar, tapi untuk usia adik saya bukan 21 tapi 23 tahun. Terus TPS-nya juga bukan 32 tapi TPS 33,” ucapnya.

    Rizal mengaku cukup terkejut kabar meninggal adiknya itu menjadi bahan hoaks oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Apalagi beberapa informasi yang disampaikan salah, seperti umur dan juga nomor TPS.

    “Kalau nama memang benar, tapi untuk usia adik saya bukan 21 tapi 23 tahun. Terus TPS-nya juga bukan 32 tapi TPS 33,” ucapnya.

    Paling parah, kata dia, dalam berita hoaks itu memampangkan foto yang salah. Menurutnya foto yang ditampilkan bukan foto adiknya melainkan foto orang lain.

    “Saya juga heran, ko berita hoaks kayak gini. Itu sudah ngawur, foto juga salah, latar belakang pendidikan juga bukan,” ujar Rizal.

    “Terus fotonya itu bukan adik saya, yang dilingkari itu kebetulan anaknya pak RW, dan itu orangnya masih hidup,” kata dia.

    Keluarga korban menyayangkan kabar hoaks tersebut sengaja diciptakan oleh orang yang tak bertanggungjawab demi kepentingan politik. Pihak keluarga telah melaporkan hal tersebut ke pihak kepolisian. Hal ini disampaikan oleh kakak korban bernama Syra Siti Rohmah melalui akun Instagram @syrasiti.

    Syra mengakui, keluarga sudah berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan klarifikasi atas kabar hoaks yang beredar tersebut.

    Namun, ternyata peredaran kabar hoaks begitu cepat dan luas sehingga pihak keluarga memutuskan untuk melaporkannya ke polisi.

    Rujukan

  • (GFD-2019-2175) Saksi PKS Pekanbaru Bernama Hatta Zalliyus Dirawat di Rumah Sakit karena Keracunan Cyanida

    Sumber: facebook.com, twitter.com
    Tanggal publish: 09/05/2019

    Berita

    Seorang saksi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Pekanbaru, Riau yang sakit usai Pemilu 2019 viral di media sosial.

    Saksi dari PKS itu bernama Hatta Zailiyus. Dia sempat menjadi saksi pemungutan suara di Bina Widya, Kecamatan Tampan, Pekanbaru. Usai Pemilu, Hatta dirujuk ke RSUD Arifin Achmad (AA) Pekanbaru.

    Muncul narasi negatif yang disebarluaskan oleh warganet soal penyebab sakitnya Hatta.

    Unggahan yang beredar luas di media sosial itu berupa video kondisi Hatta saat dirawat di Rumah Sakit.

    Dalam video yang viral, Hatta tampak terbaring dan kedua tangannya diikat ke ranjang. Narasi yang beredar di media sosial menyangsikan apabila Hatta disebut sakit karena kelelahan.

    Bahkan, salah satu warganet menyebut Hatta keracunan cyanida.

    Berikut narasi lengkapnya :

    Nama : Hatta Zalliyus bin Fauzaini
    Saksi Pks di TPS 11
    Kel Binawidya
    Kec Tampan
    Kodya Pekan Baru

    Ini Bukan Kelelahan….

    Tp Ini Keracunan Cyanida….

    Yang Dapat Menyebabkan Kematian….

    Ayoo Temen2 Kita Suarakan Kebenaran….

    Teroris Sebenarnya Adalah KPU….

    KPU Adalah Penjahat Demokrasi….

    #AuditForensikKPU

    #SaveOurDemocracy

    #2019PrabowoPresidenRI

    Hasil Cek Fakta

    Menanggapi kabar viral itu, Ketua DPD PKS Pekanbaru, Sofyan Siroj mengunjungi Hatta di RSUD AA di Pekanbaru dan mendapat penjelasan soal penyakit yang dialami Hatta.

    “Sakit lupus Hatta kambuh 3 hari pasca pemilu. Kondisi sakit lupus Hatta lebih parah saat ini dibanding setahun sebelumnya,” kata Sofyan, Rabu (8/5/2019).

    Kehadiran Sofyan ini pun sekaligus memberikan bantuan untuk Hatta. Pihak PKS juga mendoakan agar Hatta segera pulih sedia kala.

    Hatta saat ini didampingi pihak keluarganya di RS. Pihak keluarga tidak bersedia memberikan keterangan apapun.

    Kesimpulan

    Informasi yang menyebutkan Hatta keracunan cyanida terbukti tidak benar. Faktanya, Hatta dirawat di Rumah Sakit karena penyakit lupusnya kambuh.

    Rujukan

  • (GFD-2019-2153) [SALAH] Ketua KPUD Bekasi Meninggal Dunia

    Sumber: facebook.com
    Tanggal publish: 09/05/2019

    Berita

    Informasi yang menyatakan Ketua Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Bekasi meninggal dunia tersebar di media sosial Facebook. Pada narasi yang tersebar, dikatakan bahwa Ketua KPUD Bekasi meninggal saat melakukan proses Rapat Pleno Rekapitulasi Suara. Narasi itu disertai dengan sejumlah foto-foto dan tangkapan layar cuitan akun @mbakyuevi_N51. Berikut narasinya:

    Innalilahi wainnalillahi rojiun
    Akhirnya KETUA KPUD BEKASI MENINGGAL DUNIA..

    TRAGIS????????

    Hasil Cek Fakta

    Melalui hasil penelusuran, diketahui bahwa informasi itu tidak benar. Sebab, pihak Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, sudah menegaskan bahwa kabar yang menyebut Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bekasi, Jajang Wahyudin meninggal dunia saat rapat pleno adalah hoaks atau tidak benar.

    Koordinator Divisi Humas dan Hubal Bawaslu Kabupaten Bekasi, Akbar Khadafi di Cikarang, Rabu mengatakan, saat ini Ketua KPU Kabupaten Bekasi itu dalam kondisi sehat. “Beliau sehat dan sekarang sudah dipindahkan ke ruang perawatan. Saat ini teman-teman dari KPU dan Bawaslu juga sedang membesuk beliau,” ungkap Akbar.

    Akbar meminta kepada masyarakat untuk meneliti dan mencermati setiap berita yang beredar. Ia yakin masyarakat sudah semakin cerdas.

    “Kabar hoaks seperti ini harus lebih teliti lagi, jangan mudah percaya isi berita yang belum tentu kebenarannya,” ucapnya.

    Ia pun mengaku, kondisi kesehatan Jajang belakangan memang memburuk dan puncaknya terjadi saat pleno penghitungan suara di Kantor KPU Kabupaten Bekasi, Jalan Raya Rangas Bandung, Kecamatan Kedungwaringin, semalam (8/5).

    “Sekitar pukul 19.00 tadi malam beliau pingsan dan langsung dilarikan ke RSUD Cibitung,” katanya.

    Akbar mengatakan, berdasarkan cerita yang disampaikan Jajang kepadanya, Ketua KPUD ini mengaku kalau kurang istirahat. Dari hari pertama pelaksanaan pleno hingga hari keempat, ia selalu pulang ke rumah pada pukul 06.00 dan kembali lagi ke kantor pada pukul 09.00 WIB.

    “Dan semalam sebelum magrib semakin terlihat bahwa kondisi beliau sangat lemah, terlihat dari raut wajahnya yang pucat,” ungkapnya.

    Akabr kembali menjelaskan, setelah mendapatkan perawatan dari pihak rumah sakit, saat ini kondisi Ketua KPUD Kabupaten Bekasi itu berangsur-angsur membaik. Namun, Jajang memerlukan istirahat cukup agar dapat pulih kembali secepatnya.

    “Kita doakan bersama agar beliau lekas sembuh. Saat ini posisinya masih di rumah sakit, belum diperbolehkan pulanf karena harus istirahat penuh selama masa pemulihan,” tegas Akbar.

    Dari klarifikasi tersebut sudah jelas bahwa kabar mengenai meninggalnya Ketua KPUD Bekasi tidak benar. Lalu, terkait tangkapan layar akun Twitter @mbakyuevi_N51 yang digunakan sejumlah postingan sumber sebagai bagian dari foto postingan juga tidak ada hubungannya dengan peristiwa sakitnya Ketua KPUD Bekasi. Dilihat dari profil akun tersebut, tidak ada yang mengaitkan pemilik akun dengan Ketua KPUD Bekasi.

    Adapun, akun tersebut hanya menuliskan cuitan tentang cerita ayahnya, dikatakan sebagai petugas KPPS yang meninggal dalam tugasnya. Cuitan itu tentang ayahnya meninggal muncul sejak tanggal 3 Mei 2019.

    Ia memulai cuitan itu dengan postingan berita dari Kompas dengan judul “Keluarga KPPS yang Meninggal Minta Pelaksanaan Pemilu Dievaluasi” yang ternyata artikelnya berisikan tentang kabar meninggalnya ayah pemilik akun tersebut, yakni Erwiyati. Berikut kutipan berita dari Kompas tersebut:

    […] Keluarga KPPS yang Meninggal Minta Pelaksanaan Pemilu Dievaluasi

    JAKARTA, KOMPAS.com - Erwiyati tak dapat membendung air mata saat Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman dan beberapa staf KPU lain mendatangi kediamannya, Jumat (3/5/2019).

    Ia menangis, lantaran teringat almarhum ayahnya, Umar Madi, Ketua Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) TPS 68 Kelurahan Sukabumi Selatan, Kebon Jeruk, Jakarta Barat yang belum genap dua minggu meninggal dunia.

    Erwiyati mengapresiasi kehadiran KPU yang menyampaikan bela sungkawa dan santunan.

    “Siapa pun yang datang ke rumah saya, saya apresiasi, artinya kepeduliannya sudah ada. Dan itu membuat saya terhibur, bukan senang tapi terhibur. Paling tidak jadi satu penghiburan buat kami, meskipun itu tidak mengembalikan ayah saya,” kata Erwiyati saat ditemui di rumah duka.

    Erwiyati mengenang, sebelum hari pemungutan suara, ayahnya sempat menelepon. Sang ayah menyampaikan rasa senangnya bisa turut serta menjadi bagian dari KPPS.

    Sebagai Ketua KPPS, Umar Madi mulai bekerja sejak tiga hari sebelum hari pemungutan suara. Ia membagikan surat pemberitahuan memilih atau formulir C6 kepada pemilih di wilayahnya.

    Pada hari pemungutan suara, Umar bekerja di TPS bersama anggota KPPS lainnya. Setelah itu, pekerjaan masih dilanjutkan dengan melakukan penghitungan suara dan memantau proses rekapitulasi suara.

    Rabu (24/4/2019), kondisi kesehatan Umar menurun. Ia kemudian dilarikan ke rumah sakit.

    Meskipun punya riwayat penyakit jantung, Erwiyati memastikan, ayahnya yang berusia 65 tahun itu dalam kondisi sehat sebelum bertugas.

    “Jadi setelah masuk RS Pelni dia nyatakan bahwa bapak syaraf otak kirinya sudah mati semua, bapak mengalami kelumpuhan dan juga stroke,” ujar Erwiyati sambil menitikan air mata.

    Kamis (26/4/2019) pukul 01.59 WIB, Umar mengembuskan napas terakhir. Ia pergi meninggalkan istri dan kedua putrinya.

    Meskipun sudah ikhlas, Erwiyati berharap KPU dapat melakukan evaluasi pelaksanaan pemilu. Sebab, yang menjadi "korban" pesta demokrasi ini tak hanya ayahnya, melainkan ratusan orang lainnya.

    “Saya harap dengan adanya kasus bapak saya yang meninggal ditindaklanjuti, diusut, kenapa, kalau memang kelelahan harus di-review, kenapa, apa yang harus di-review, pelaksanaannya. Supaya pelaksanaanya disesuaikan, jangan sampai jam kerja terlalu padat,” katanya. […]

    Selain menyuitkan artikel itu, akun @mbakyuevi_N51 foto saat pemberian santunan dari KPU kepada keluarganya. Dari hal itu, maka sudah jelas bahwa akun @mbakyuevi_N51 di-framing oleh pembuatan postingan sumber seolah-olah dirinya merupakan anak dari Ketua KPUD Bekasi yang dikatakan meninggal dunia.

    Kesimpulan

    Dari penjelasan lengkap tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa isu Ketua KPUD Bekasi meninggal dunia merupakan informasi yang salah. Adapun, kategorisasi untuk isu tersebut masuk ke dalam misleading content lantaran ada pelintiran informasi dari jatuh sakitnya Ketua KPUD Bekasi.

    Rujukan

  • (GFD-2019-2061) Klarifikasi dari Rektor UIN Suska Riau terkait Surat Pemecatan Ustaz Abdul Somad sebagai Dosen

    Sumber: facebook.com, twitter.com
    Tanggal publish: 08/05/2019

    Berita

    Beredar luas di media sosial sebuah surat dugaan pemecatan terhadap Ustaz Abdul Somad (UAS) sebagai staf pengajar atau dosen di Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Syarif Kasim (Suska) Riau.

    Berikut beberapa narasi yang ditulis oleh warganet ;

    1. Ustadz Abdul Somad Dipecat Dari PNS. Luar Biasa Pemerintah Ini.. Apa Tindakan Rakyat & Umat Islam Untuk Ustadz Kami Ini.? Siap Perintah.?

    2. UAS terima surat”pemecatan” dari Komisi Aparatur Negara Yang dukung 02 PECAT…!!! Yang Dukung 01….NGANUEEE….. mas…..!!!!

    Hasil Cek Fakta

    Menanggapi perihal tersebut, Rektor UIN Suksa Riau Prof Akhmad Mujahidin memberikan klarifikasi.Dia menegaskan, sampai saat ini UAS masih mengajar di universitas yang berlokasi di Jalan HM Subrantas Panam.

    “Tidak benar itu. Mana ada surat pemecatan. Ustaz Somad masih dosen UIN,” ujar Prof Akhmad Mujahidin, Selasa (7/5/2019). Dia mengatakan, surat yang beredar bukanlah soal pemecatan UAS, melainkan surat dari Komisi Aparatur Sipil Negera (KASN). Di mana surat itu ditujukan kepadanya selaku rektor UIN Suska Riau.

    Beberapa poin yang ada dalam isi surat itu yakni membahas mengenai netralitas. Khususnya tentang pertemuan UAS dengan Capres Prabowo Subianto pada 11 April 2019 yang beredar luas di Youtube maupun siaran langsung salah satu televisi swasta.

    Dalam surat tersebut, pertemuan UAS dengan Prabowo dihubungkan dengan Pilpres 2019. KASN menegaskan, ASN harus netral. Netral dalam artian setiap pegawai ASN tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun.

    “Surat dari KASN ke kita tertulis tanggal 16 April 2019 dan sampai pada tanggal 2 Mei 2019. Intinya pihak KASN yang merupakan komisi langsung di bawah Presiden meminta klarifikasi dari kita tentang UAS soal video yang beredar luas itu. Jadi bukan surat pemecatan. Kami punya 14 hari untuk menjawab surat itu,” tuturnya.

    Kesimpulan

    Surat tersebut bukan surat pemecatan terrhadap Ustaz Abdul Somad (UAS) sebagai dosen UIN Suska Riau. Namun, surat dari Komisi Aparatur Sipil Negera (KASN) itu ditujukan kepada Rektor UIN Suska Riau, intinya pihak KASN yang merupakan komisi langsung di bawah Presiden meminta klarifikasi dari pihak kampus tentang pertemuan UAS dengan Capres Prabowo Subianto pada 11 April 2019 yang beredar luas di Youtube maupun di Tv One.

    Rujukan