• (GFD-2020-8070) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Pesan Berantai Soal Coretan di Dinding yang Dipakai Perampok Sebagai Kode?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 01/05/2020

    Berita


    Pesan berantai yang berisi peringatan tentang coretan di dinding, tiang, atau lainnya beredar di grup-grup percakapan WhatsApp. Menurut pesan berantai itu, coretan tersebut adalah kode yang dipakai oleh para pelaku perampokan dalam beraksi.
    Berikut narasi lengkap pesan berantai itu:
    "Sekedar informasi, PENTING!Kalau Anda menemukan tulisan atau coretan di dinding, tembok, tiang telpon, dan sejenis tiang-tiang lainnya, langsung saja dihapus atau memblok tulisan atau coretan tersebut. Karena ada indikasi maling-maling atau rampok yang mengincar rumah Anda.
    *cross merah: ada penjaga.*cross putih: tidak ada penjaga.*PA: posisi aman.*24: indikasi jam-jam aman melakukan aksi (02.00-04.00 pagi).*strong: lokasi aman untuk melakukan aksi.
    #Mohon di share kepada RT/RW dan lingkungan Anda.Ditambah lagi jaman sekarang ada modus "manusia gerobak" dengan kedok tukang sampah atau pemulung yang sering lewat perumahan dan ternyata mengintai rumah kata. Semoga bermanfaat, salam kuper."
    Dalam pesan berantai ini, terdapat pula foto yang memperlihatkan sebuah tiang yang diberi coretan dengan cat putih.
    Gambar tangkapan layar pesan berantai mengenai kode perampok yang beredar di WhatsApp.
    Apa benar coretan tersebut adalah kode yang dipakai pelaku perampokan?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim CekFakta Tempo menelusuri pemberitaan dari media-media kredibel mengenai coretan tersebut. Lewat penelusuran ini, ditemukan bahwa pesan berantai dengan narasi serupa pernah beredar pada 2016.
    Dikutip dari Detik.com, Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar, menyatakan bahwa pesan berantai soal kode pelaku kejahatan itu tidak benar. "Tidak ada hal tersebut dan itu hanya bertujuan untuk menimbulkan keresahan dalam masyarakat," ujarnya pada 1 Mei 2016.
    Meskipun demikian, Boy mengimbau agar masyarakat tetap waspada dan melapor ke polisi apabila ada hal-hal yang mencurigakan. "Prinsip waspada harus ada dalam masyarakat, demikian pula dengan penerapan siskamling," ujar Boy.

    Pada 2015, pesan berantai yang sama pun pernah beredar. Ketika itu, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Mohammad Iqbal, memastikan bahwa pesan berantai mengenai kode para pencuri itu hoaks. "Enggak ada itu," kata Iqbal pada 15 Oktober 2015 seperti dikutip dari Kompas.com.
    Kendati demikian, masyarakat tetap diminta waspada sehingga tidak terjadi tindak pidana berupa pencurian atau pun perampokan di rumah mereka. "Upaya pencegahan setiap saat ada. Jangan membuka kesempatan terhadap pelaku," kata Iqbal.
    Adapun kriminolog Universitas Indonesia, Adrianus Eliasta Meliala, saat dihubungi Tim CekFakta Tempo pada 1 Mei 2020, mengatakan bahwa pesan berantai itu mengada-ada. Menurut dia, daripada membuat kode lewat coretan, pelaku bakal lebih mudah berkomunikasi melalui WhatsApp atau media sosial lain yang sifatnya jauh lebih rahasia.
    "Bawa-bawa cat kan mencurigakan. Sementara banyak media lain yang jauh lebih efektif. Singkatnya, mengada-ada," kata Adrianus. Dia juga menambahkan, "Mungkin saja hal itu pernah dipraktekkan. Namun, sekarang, tentu sudah tidak ada yang melakukannya."

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, klaim dalam pesan berantai di atas soal coretan di dinding atau tiang yang dipakai perampok sebagai kode keliru. Pesan berantai itu pernah beredar pada 2015 dan 2016. Menurut polisi, pesan berantai tersebut hoaks. Kriminolog pun mengatakan pesan berantai itu mengada-ada.
    IBRAHIM ARSYAD
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8069) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Gereja Christ Cathedral yang Terbakar adalah Dapur Tempat Masak Nasi Anjing?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 01/05/2020

    Berita


    Narasi bahwa Gereja Christ Cathedral di Serpong, Tangerang, yang terbakar adalah dapur tempat memasak nasi anjing beredar di media sosial. Narasi itu dibagikan bersama gambar tangkapan layar sebuah unggahan Instagram yang memuat foto Gereja Christ Cathedral yang terbakar.
    Salah satu akun di Facebook yang membagikan narasi itu adalah akun M Mukidi, yakni pada Senin, 27 April 2020. Berikut narasi lengkap gambar tangkapan layar yang dibagikan akun M Mukidi:
    "Langsung di bayar tunai oleh Allah!!DAPUR TEMPAT MASAK NASI ANJING TERBAKAR!!GOSONG SAMPAI KE TIANG JEMURANNYA."
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook M Mukidi.
    Sebelumnya, di media sosial, beredar video yang memperlihatkan nasi bungkus yang diberi nama "nasi anjing". Di bungkusan nasi itu, tercetak pula gambar kepala anjing dengan tulisan "nasi anjing, nasi orang kecil, bersahabat dengan nasi kucing". Nasi ini ditemukan di Tanjung Priok, Jakarta.
    Apa benar Gereja Christ Cathedral yang terbakar adalah tempat memasak nasi anjing?

    Hasil Cek Fakta


    Kebakaran Gereja
    Berdasarkan penelusuran Tim CekFakta Tempo dengan tool Source, foto Gereja Christ Cathedral di Serpong, Tangerang, yang terbakar itu pernah dimuat di situs media lokal Banten, SuaraBantenNews, pada 27 April 2020. Foto tersebut terdapat dalam berita yang berjudul "Terbakar, Atap Gereja Katedral Gading Serpong Runtuh".
    Menurut berita itu, kebakaran gereja yang terletak di kawasan Gading Serpong, Kecamatan Pagedangan, Kabupaten Tangerang, ini terjadi pada 27 April 2020. Kebakaran itu pun mengakibatkan atap gereja terbesar di Kabupaten Tangerang tersebut runtuh. “Semuanya runtuh,” kata Dedi, warga yang melihat kejadian itu, kepada SuaraBantenNews.
    Berdasarkan arsip pemberitaan Tempo pada 27 April 2020, kebakaran Gereja Bethel Indonesia (GBI) Basilea Christ Cathedral Summarecon itu terjadi sekitar pukul 08.00 WIB. Menurut Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Tangerang, tidak ada korban jiwa dalam kebakaran ini.
    Kepala Bidang Kedaruratan dan Kesiapsiagaan BPBD Pemadam Kebakaran Kabupaten Tangerang, Kosrudin, mengatakan kebakaran ini diduga terjadi karena korsleting listrik. Dia pun menambahkan bahwa api melahap hampir seluruh lantai bangunan. "Sepertinya sudah tidak bisa digunakan lagi," tuturnya.
    Nasi Anjing
    Dilansir dari Tirto, kontroversi mengenai nasi anjing bermula dari beredarnya sebuah video yang berisi pengakuan seorang ibu-ibu yang mendapat bungkusan "nasi anjing". Di bungkusan nasi itu, terdapat logo kepala anjing dengan tulisan "nasi anjing, nasi orang kecil, bersahabat dengan nasi kucing". Tercetak pula tagar #Jakartatahanbanting.
    "Nasi anjing" ini setidaknya telah dibagikan di RT 01 RW 07 Kelurahan Papanggo dan Warakas, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara, kata Suarno 48 tahun, Ketua RT 01, kepada Tirto pada 27 April 2020. RT-nya dan Warakas bersebelahan. Menurut Suarno, si pembagi menggunakan mobil Toyota Avanza untuk membagikan nasi itu pada 25 April 2020.
    Diperkirakan, terdapat 25 bungkus nasi yang dibagi di Papanggo. Sementara di Warakas, sekitar 30 bungkus. Suarno mengatakan, di daerahnya, memang banyak dermawan yang kerap memberi makan gratis, terutama di hari Jumat. Namun, setelah dibagi, beberapa warga sadar dengan nama "nasi anjing" itu. Anjing, dalam tradisi Islam, adalah hewan yang air liurnya saja najis untuk disentuh.
    Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Yusri Yunus, menegaskan bahwa ribut-ribut ini terjadi karena salah persepsi antara pemberi, ARK Qahal Family, dengan penerima. "Mereka (ARK Qahal) mengaku tidak ada maksud merendahkan dan menghina pihak mana pun dan tidak ada tujuan lain selain hanya sekedar membantu," katanya. Perwakilan yayasan pun telah meminta maaf.
    Dikutip dari Detik.com, Yusri menyatakan bahwa Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Utara telah menyelidiki kasus "nasi anjing" itu. Polisi juga sudah mendatangi lokasi pembuatan nasi tersebut. "Mendapati bahwa pembuatan nasi dengan bahan halal," kata Yusri pada 27 April 2020.
    Yusri menyebut pembuat nasi bungkus itu juga telah menjelaskan alasannya memilih diksi "nasi anjing", yakni karena anjing dianggap sebagai hewan yang setia. Selain itu, porsinya sedikit lebih besar ketimbang nasi kucing dan diperuntukkan bagi orang kecil. "Bahan yang digunakan adalah cumi, sosis sapi, teri, dan lain-lain," kata Yusri.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, narasi yang dibagikan oleh akun Facebook M Mukidi, bahwa Gereja Christ Chatedral di Serpong, Tangerang, yang terbakar merupakan tempat memasak nasi anjing, menyesatkan. "Nasi anjing" itu dibuat oleh yayasan bernama ARK Qahal Family, bukan oleh Gereja Christ Chatedral. Gereja ini pun tidak terkait dengan pembuatan maupun pembagian "nasi anjing". Selain itu, "nasi anjing" dimasak dengan bahan-bahan yang halal.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8068) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Korban Covid-19 di Aceh Hanya Satu Orang Karena Tetap Salat Berjamaah?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 01/05/2020

    Berita


    Narasi bahwa korban Covid-19 di Aceh hanya satu orang karena umat muslim di sana tetap salat berjamaah beredar di media sosial. Narasi itu dilengkapi oleh tiga gambar tangkapan layar yang memuat foto salat berjamaah di sebuah masjid. Dalam gambar ini, tertulis bahwa salat tersebut adalah salat Jumat pada 20 Maret 2020 dan salat tarawih di Aceh.
    Salah satu akun di Facebook yang membagikan narasi itu adalah akun Fenii Reseller Rgy Skincare, yakni pada Rabu, 29 April 2020. Menurut akun ini, salat berjamaah di Aceh tersebut dilakukan tanpa menjaga jarak aman. Jamaah pun tidak menggunakan masker.
    Akun ini pun menyatakan jumlah korban Covid-19 di Aceh yang hanya satu orang lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah korban Covid-19 di Vietnam. Vietnam merupakan salah satu negara di Asia Tenggara yang dianggap berhasil menekan kasus Covid-19 dengan korban hanya sebanyak tujuh orang.
    Berikut narasi yang dibagikan oleh akun Fenii Reseller Rgy Skincare:
    "Gak perlu belajar dari negara Lain kalau mau memutuskan mata rantai Covid-19.Kita punya Aceh.Belajar lah dari Aceh.Lihat bagaimana cara mereka utk mengatasi wabah Covid-19.Tetap Melakukan Sholat Berjama'ah di Mesjid!!Kalaulah memang sholat berjama'ah di mesjid bisa menyebabkan timbulnya banyak korban Covid-19,,, tentulah rakyat Aceh paling bnyk yg jd korban Covid-19. Krn mereka terus berjama'ah.Tapi Fakta membuktikan Janji Allah.Penyakit akan dijauhkan dari orang orang yang memakmurkan Mesjid.Bukan hanya memutuskan mata rantai, tapi Covid-19 tak Mampu hidup berlama2 di Aceh.Vietnam pun kalah. Vietnam ada 7 korban.Data menunjukkan Aceh hanya 1 korban.Gak bisa melawan ketetapan Allah dgn Akal akalan manusia.Datangi Rumah Allah.Tamu pasti dijaga oleh Tuannya."
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Fenii Reseller Rgy Skincare.
    Sebelumnya, Kementerian Agama telah menerbitkan panduan pelaksanaan ibadah di bulan suci Ramadan saat pandemi Covid-19 yang disebabkan oleh virus Corona baru, SARS-CoV-2. Salah satunya isinya adalah melaksanakan ibadah, termasuk tarawih, di rumah bersama keluarga.
    Benarkah korban Covid-19 di Aceh hanya satu orang karena umat muslim di sana tetap salat berjamaah?

    Hasil Cek Fakta


    Untuk memeriksa klaim itu, Tim CekFakta Tempo mengecek data kasus Covid-19 di Aceh dalam situs milik Pemerintah Provinsi Aceh, situs resmi Dinas Kesehatan Aceh serta situs khusus Covid-19 Aceh. Dari dua situs itu, hingga 30 April 2020 pukul 15.00, jumlah kasus positif Covid-19 mencapai 10 kasus, dengan rincian lima orang dirawat, empat orang sembuh, dan satu orang meninggal. Sementara jumlah Pasien Dalam Pengawasan (PDP) mencapai 85 kasus, dengan rincian 11 orang dirawat, 73 orang telah dipulangkan, dan satu orang meninggal.
    Dilansir dari Tirto.id, Aceh melaporkan kasus positif Covid-19 pertama pada 26 Maret 2020, yakni seorang PDP yang meninggal di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Zainoel Abidin Banda Aceh pada 23 Maret 2020. Pasien tersebut dikonfirmasi positif terinfeksi virus Corona berdasarkan hasil uji Laboratorium Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) yang keluar pada 26 Maret 2020. Sejak pengumuman kasus pertama ini, jumlah kasus positif Covid-19 di Aceh terus bertambah hingga berjumlah 10 orang pada 30 April 2020.
    Waspada Transmisi Lokal
    Pelaksanaan salat tarawih berjamaah di Provinsi Aceh dianggap sangat berbahaya oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Wilayah Aceh. Pada 24 April 2020, Ketua IDI Wilayah Aceh Safrizal Rahman mengatakan pengabaianphysical distancingatau menjaga jarak aman akan memiliki risiko mengingat penyebaran virus Corona terjadi dari interaksi dan kedekatan sesama manusia.
    "Tentu saja kita mengharapkan agar tidak terjadi hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan ibadah mengakibatkan penyebaran penyakit ini di Provinsi Aceh. Tapi saya menduga hanya masalah waktu sebelum kita mempunyai transmisi lokal," kata Safrizal kepada Hidayatullah, wartawan di Aceh yang melaporkan untuk BBC Indonesia, pada 23 April 2020.
    Imbauan untuk menghindari salat berjamaah sebelumnya datang dari Majelis Ulama Indonesia dan Kementerian Agama. Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Asrorun Niam Sholeh mengimbau umat muslim untuk menghindari kerumunan demi mencegah penyebaran Covid-19. Salah satu caranya adalah dengan menghentikan sementara kegiatan salat berjamaah dan aktivitas lainnya di rumah ibadah.
    Meskipun begitu, menurut Asrorun, pembatasan berkerumun bukan berarti membatasi ibadah umat muslim. Sebab, ibadah bisa tetap dilakukan walaupun tanpa berkerumun. "Sekali lagi saya tekankan, pembatasan kerumunan bukan membatasi ibadah karena menurut para ahli kerumunan dalam situasi sekarang menjadi faktor potensial penyebaran wabah," ujarnya seperti dilansir dari Kompas.com.
    Asrorun meminta umat muslim untuk menjadikan rumah sebagai sentrum kegiatan ibadah. Menurut dia, ibadah di rumah bisa tetap dilaksanakan dengan maksimal, mulai dari salat tarawih, salat malam, membaca Al Quran, hingga merekatkan hubungan antar anggota keluarga. Dia juga menjelaskan, berdasarkan hadis sahih, sebaik-baiknya salat adalah di rumah. "Hikmah Covid-19 menjadikan rumah kita bercahaya dan juga menjadi sentral kegiatan keagamaan," kata Asrorun.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta di atas, klaim akun Facebook Fenii Reseller Rgy Skincare, bahwa korban Covid-19 di Aceh hanya satu orang karena umat muslim di sana tetap salat berjamaah, menyesatkan. Hingga 30 April 2020, jumlah kasus positif Covid-19 di Aceh mencapai 10 orang. IDI Wilayah Aceh pun telah mengingatkan bahwa salat berjamaah yang dilakukan tanpa menjaga jarak berisiko memunculkan transmisi lokal Covid-19.
    IKA NINGTYAS
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan

  • (GFD-2020-8067) [Fakta atau Hoaks] Benarkah Ini Foto Satu-satunya Orang yang Boleh Duduk di Ka'bah Saat Corona?

    Sumber: cekfakta.tempo.co
    Tanggal publish: 30/04/2020

    Berita


    Foto yang memperlihatkan seorang pria yang sedang duduk di depan Ka'bah yang sepi pengunjung beredar di grup-grup percakapan WhatsApp sejak Rabu, 29 April 2020. Foto tersebut dibagikan dengan narasi bahwa pria itu, seorang tukang bersih-bersih, adalah satu-satunya orang yang diizinkan duduk di Ka’bah saat pandemi virus Corona Covid-19.
    Berikut narasi utuh yang menyertai foto tersebut:
    "Satu-satunya orang yang diizinkan duduk di Ka’bah saat ini!!Dia adalah tukang bersih-bersih. Bukan raja, bukan menteri, bukan pula pangeran, bukan pula ulama.Allah ternyata lebih memilih dia dibanding yang lain. Uang, kekayaan, status, pangkat, dan keluarga tidak apa-apanya di hadapan Allah. Maka, singkirkanlah rasa bangga yang berlebihan dengan itu semua, dan mulailah perlakukan mereka yang kurang beruntung dengan rasa hormat dan saling menghargai. Buanglah jauh-jauh kesombongan Anda, dan mulailah belajar menjadi seorang yang rendah hati."
    Gambar tangkapan layar unggahan akun Facebook Haji Apeh Dollar.
    Selain di WhatsApp, foto dengan narasi yang sama juga beredar di Facebook. Foto itu salah satunya diunggah oleh akun Haji Apeh Dollar pada Sabtu, 18 April 2020. Hingga artikel ini dimuat, foto tersebut telah dibagikan sebanyak 772 kali dan direspons sebanyak 854 kali.
    Apa benar foto di atas adalah foto satu-satunya orang yang diizinkan duduk di Ka'bah saat pandemi Covid-19?

    Hasil Cek Fakta


    Berdasarkan penelusuran Tim CekFakta Tempo dengan tool Source, foto tersebut dijepret oleh fotografer Associated Press (AP), Amr Nabil, pada 6 Maret 2020. Namun, menurut keterangan foto di situs AP, pria tersebut bukanlah tukang bersih-bersih, melainkan polisi.
    Berikut keterangan foto yang ditulis AP: "Seorang polisi Saudi berdoa di depan Ka'bah, bangunan kubik di Masjidil Haram, di kota suci muslim Mekkah, Arab Saudi, Sabtu, 7 Maret 2020. Arab Saudi mengosongkan situs suci Islam untuk sterilisasi atas kekhawatiran terhadap virus Corona baru."
    Gambar tangkapan layar unggahan foto di situs AP.
    Dilansir dari situs berita Turki, Erzurum Sayfasi, foto jepretan Amr Nabil itu memang telah dipelintir. Menurut berbagai unggahan di media sosial, hanya staf kebersihan yang diizinkan beribadah di Ka'bah ketika tempat suci umat Islam itu ditutup sejak pandemi Covid-19.
    Menurut sejarah, Ka'bah pernah ditutup beberapa kali karena berbagai alasan, seperti perang dan epidemi. Pada 1814 misalnya, ketika terjadi wabah di Hijaz, wilayah di sebelah barat laut Arab Saudi, yang menyebabkan kematian sekitar 8 ribu orang, ziarah di Ka'bah ditiadakan.
    Namun, dikutip dari situs berita Arab Saudi, Sawaleif, saat salat tarawih pertama kemarin, terdapat beberapa jamaah yang melakukan salat di depan Ka'bah. Meskipun begitu, kebanyakan dari mereka adalah petugas administrasi masjid atau staf bagian wakah.
    Dilansir dari berita di Liputan6.com pada 23 April 2020, Raja Salman bin Abdulaziz Al Saud mengizinkan salat tarawih berjamaah digelar di Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Madinah. Namun, salat tersebut dilakukan dengan pengurangan rakaat menjadi sepuluh atau hanya lima kali salam.
    Sebelumnya, pada pekan kedua April, salat tarawih berjamaah selama Ramadan di masjid-masjid Arab Saudi sempat dilaporkan bakal ditiadakan. Pada 21 April lalu, pemerintah Arab Saudi juga memperpanjang penangguhan salat berjamaah di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Itikaf pun ditangguhkan.
    Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi, Agus Maftuh Abegebriel, membenarkan izin salat tarawih oleh Raja Salman tersebut. Namun, salat tarawih itu terbatas untuk petugas di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Sementara masyarakat umum tidak diperbolehkan. "Kena aturan jam malam," kata Agus.
    Adapun dikutip dari Kumparan.com, saf salat tarawih di Masjidil Haram saat ini terlihat renggang, tidak lagi rapat seperti awal Ramadan. Jamaah pun tidak banyak, lantaran penutupan Masjidil Haram. Yang diperbolehkan masuk hanya para staf dan imam, dengan pemeriksaan kesehatan yang ketat.

    Kesimpulan


    Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, narasi bahwa foto itu adalah foto satu-satunya orang yang diizinkan duduk di Ka'bah saat pandemi Covid-19, yakni tukang bersih-bersih, menyesatkan. Pria dalam foto itu bukan petugas kebersihan, melainkan polisi Arab Saudi yang bertugas di Masjidil Haram. Pemerintah Arab Saudi memang menangguhkan salat berjamaah di Masjidil Haram untuk mencegah penyebaran virus Corona. Namun, petugas masjid, seperti bagian administrasi, wakaf, dan sebagainya, serta para imam masih diperbolehkan salat di sana. Salat pun dilakukan dengan jaga jarak.
    ZAINAL ISHAQ
    Anda punya data/informasi berbeda, kritik atau masukan untuk artikel cek fakta ini? Kirimkan ke cekfakta@tempo.co.id

    Rujukan