(GFD-2021-8700) Sesat, Klaim Cuaca Dingin di Sejumlah Wilayah Indonesia Disebabkan Fenomena Aphelion

Sumber: cekfakta.tempo.co
Tanggal publish: 15/07/2021

Berita


Narasi berisi klaim bahwa fenomena aphelion menyebabkan cuaca yang dingin, melebihi cuaca dingin sebelumnya, beredar di Facebook, Rabu 14 Juli 2021. Cuaca dingin ini disebut juga akan menyebabkan sejumlah penyakit seperti meriang, flu, batuk, dan sesak napas.
Berikut isi lengkap deskripsi unggahan tersebut:
Mulai besok hari ini jam 05.27, kita akan mengalami FENOMENA APHELION, dimana letak bumi akan sangat jauh dari matahari. Kita tidak bisa melihat fenomena tersebut, tapi kita bisa merasakan dampaknya. Ini akan berlangsung sampai bulan Agustus. 
Kita akan mengalami cuaca yang dingin melebihi cuaca dingin sebelumnya, yang akan berdampak meriang flu, batuk sesak nafas dll. Oleh karena itu mari kita semua tingkatkan imun dengan banyak meminum vitamin atau suplemen agar imun kita kuat. Semoga kita semua selalu ada dalam lindunganNYA. 
Jarak bumi ke matahari disebut sejauh perjalanan 5 menit cahaya atau 90.000.000 km. Fenomena aphelion menjadi 152.000.000 km atau 66 persen lebih jauh. Jadi hawa lebih dingin, dampaknya ke badan kurang enak karena gak terbiasa dengan suhu ini.

Hasil Cek Fakta


Hasil verifikasi Tempo menunjukkan, suhu udara dingin yang terjadi saat ini hingga Agustus bukan disebabkan oleh fenomena aphelion. Suhu  udara dingin merupakan fenomena alamiah yang umum terjadi pada bulan-bulan puncak musim kemarau, yaitu pada Juli-September. Hal itu disebabkan tutupan awan yang sedikit dan angin saat ini bertiup dari arah selatan atau dari arah Australia yang mengalami musim dingin, menuju utara. 
Peneliti dari Pusat Sains Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional ( LAPAN ), Andi Pangerang, dalam laman LAPAN, menjelaskan, fenomena Aphelion terjadi pada tanggal 6 Juli 2021 pukul 05.27 WIB pada jarak 152.100.527 km.
Secara umum, fenomena aphelion tidak menyebabkan dampak yang signifikan pada Bumi. Suhu dingin ketika pagi hari yang terjadi belakangan ini dan nanti sampai dengan Agustus merupakan hal yang biasa terjadi pada musim kemarau. Hal itu disebabkan tutupan awan yang sedikit sehingga tidak ada panas dari permukaan bumi yang dipantulkan kembali oleh awan.
Selain itu, posisi matahari saat ini berada di belahan utara bumi. Sehingga tekanan udara di belahan utara lebih rendah dibanding belahan selatan yang mengalami musim dingin.
Menurut Andi, hal tersebut berdampak pada penurunan suhu, khususnya di Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara yang terletak di selatan khatulistiwa.
Jarak terjauh Matahari dan Bumi ternyata tidak mempengaruhi panas yang diterima Bumi karena panas dari Matahari terdistribusi ke seluruh Bumi. Salah satu yang paling mempengaruhi distribusi panas adalah pola angin.
Saat ini angin bertiup dari arah selatan yang sedang musim dinginlah penyebab suhu lebih dingin yang dirasakan. Senada, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika ( BMKG ) dalam keterangan tertulis yang dibagikan Rabu, 7 Juli 2021, menjelaskan bahwa saat ini wilayah Pulau Jawa hingga Nusa Tenggara Timur (NTT) menuju periode puncak musim kemarau. Periode tersebut ditandai pergerakan angin dari arah timur, yang berasal dari Benua Australia. 

Kesimpulan


Dari pemeriksaan fakta di atas, Tempo menyimpulkan narasi yang mengklaim fenomena aphelion menyebabkan cuaca yang dingin, melebihi cuaca dingin sebelumnya, menyesatkan. Cuaca dingin yang dirasakan di sejumlah wilayah disebabkan oleh hembusan angin dari Selatan yang sedang dalam musim dingin. Cuaca dingin di bulan Juli hingga Agustus juga biasa terjadi, karena periode ini merupakan puncak musim kemarau.
Tim Cek Fakta Tempo

Rujukan