Debat publik putaran pertama yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT), berlangsung di Bula. Selasa 17 November 2020.
Debat yang mengangkat tema peningkatan kesejahteraan masyarakat dan keajuan daerah itu dihadiri tiga pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yakni pasangan nomor urut satu, Abdul Mukti Keliobas-Idris Rumalutur, pasangan nomor urut dua Fachri Husni Alkatri-Arobi Kelian dan pasangan nomor urut tiga Rohani Vanath-Muhammad Ramli Mahu.
Dalam debat ini, Calon Bupati Rohani Vantah mengaku pertumbuhan ekonomi SBT paling rendah di Provinsi Maluku, pendapatan masyarakat rendah serta kemiskinan dan pengangguran makin tinggi.
(GFD-2020-5737) CEK FAKTA : Rohani Sebut Pertumbuhan Ekonomi SBT Paling Rendah di Maluku, Akademisi Buka Data 2015-2019
Sumber: Debat Pilkada 2020Tanggal publish: 19/11/2020
Berita
Hasil Cek Fakta
Atas klaem ini, Tim Cek Fakta kemudian menelusuri jejak pertumbuhan ekomoni Kabupaten SBT, berdasarkan hasil yang dipublkasi Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten SBT, laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten SBT memang terjadi penurunan cukup signifikan. Tahun 2015, laju pertumbuhan ekonomi SBT tercatat pada 5.81 persen, tapi pada tahun 2016 sampai tahun 2018 pertumbuhan ekonomi kabupaten SBT bahkan terus melambat tercatat 0.38.
Jumlah penduduk miskin di Kabupaten SBT juga relatif naik, tahun 2017 26.23 ribu penduduk miskin, di tahun 2018 naik menjadi 26.64 ribu.
Ditempat terpisah, Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Pattimura Ambon Tedy Leasiwal mengaku, sesuai data penilitian terbaru tahun 2019, SBT memang berada dalam katagori daerah tertinggal. Pertumbuhan ekonomi sejak tahun 2015 sampai saat ini pun terus melamban.
Dari berbagai data yang diolah, pada tahun 2019, pertumbuhan ekonomi di Kota Ambon, Kepulauan Aru, Kota Tual, Maluku Tenggara, Maluku Barat Daya dan Maluku Tenggara Barat paling cepat dengan laju pertumbuhan rata-rata pada kisaran di atas 6 % dibanding kabupaten lainnya. “Kalau sebelumnya itu pertumbuhannya (di SBT) tidak tinggi tetapi lebih cepat dari kabupaten lain yang berdiri (pemekaran) bersamaan kabupaten SBT, semisal Kabupaten Aru,” ujar Leasiwal.
Dia menjelaskan, ada beberapa faktor penyumbang pertumbuhan ekonomi kabupaten SBT sehingga mengalami situasi seperti saat ini, diantaranya tingkat konsumsi yang menurun.
“Mestinya tingkat konsumsi di kabupaten SBT lebih tinggi dari pada Kabupaten SBB, atau Maluku Tengah, karena loksinya (SBT) cukup jauh dari pusat perkotaan (Ambon), kalau SBB kan secara geografis cukup dekat dengan Ambon,” urainya.
Turunnya tingkat konsumsi juga pastinya dipengaruhi pendapatan masyarakat yang rendah. Meski demikian untuk daerah yang baru mekar seperti kabupaten SBB, kondisi turun naiknya pertumbuham ekonomi masih cukup wajar. Adapun untuk memacu kembali pertumbuhan ekonomi ke depan, memang dibutuhkan stimulun ekonomi dari pemerintah, penting juga digelar event-event berskala lokal maupun nasional. “Event itu memang jangka pendek tapi bisa menjadi stimulun untuk pertumbuhan ekonomi suatu daerah, apalagi di SBT akses jalan laut dan darat juga terus tumbuh,” kata Leasiwal.
Konten ini hasil kerja tim cek fakta dari sejumlah media yang tergabung dalam Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Maluku-Maluku Utara.(*)
Jumlah penduduk miskin di Kabupaten SBT juga relatif naik, tahun 2017 26.23 ribu penduduk miskin, di tahun 2018 naik menjadi 26.64 ribu.
Ditempat terpisah, Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Pattimura Ambon Tedy Leasiwal mengaku, sesuai data penilitian terbaru tahun 2019, SBT memang berada dalam katagori daerah tertinggal. Pertumbuhan ekonomi sejak tahun 2015 sampai saat ini pun terus melamban.
Dari berbagai data yang diolah, pada tahun 2019, pertumbuhan ekonomi di Kota Ambon, Kepulauan Aru, Kota Tual, Maluku Tenggara, Maluku Barat Daya dan Maluku Tenggara Barat paling cepat dengan laju pertumbuhan rata-rata pada kisaran di atas 6 % dibanding kabupaten lainnya. “Kalau sebelumnya itu pertumbuhannya (di SBT) tidak tinggi tetapi lebih cepat dari kabupaten lain yang berdiri (pemekaran) bersamaan kabupaten SBT, semisal Kabupaten Aru,” ujar Leasiwal.
Dia menjelaskan, ada beberapa faktor penyumbang pertumbuhan ekonomi kabupaten SBT sehingga mengalami situasi seperti saat ini, diantaranya tingkat konsumsi yang menurun.
“Mestinya tingkat konsumsi di kabupaten SBT lebih tinggi dari pada Kabupaten SBB, atau Maluku Tengah, karena loksinya (SBT) cukup jauh dari pusat perkotaan (Ambon), kalau SBB kan secara geografis cukup dekat dengan Ambon,” urainya.
Turunnya tingkat konsumsi juga pastinya dipengaruhi pendapatan masyarakat yang rendah. Meski demikian untuk daerah yang baru mekar seperti kabupaten SBB, kondisi turun naiknya pertumbuham ekonomi masih cukup wajar. Adapun untuk memacu kembali pertumbuhan ekonomi ke depan, memang dibutuhkan stimulun ekonomi dari pemerintah, penting juga digelar event-event berskala lokal maupun nasional. “Event itu memang jangka pendek tapi bisa menjadi stimulun untuk pertumbuhan ekonomi suatu daerah, apalagi di SBT akses jalan laut dan darat juga terus tumbuh,” kata Leasiwal.
Konten ini hasil kerja tim cek fakta dari sejumlah media yang tergabung dalam Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Maluku-Maluku Utara.(*)