SEJUMLAH video dengan klaim bahwa Australia meminta Indonesia mengembalikan dana bantuan tsunami Aceh sebesar Rp 13 triliun, dibagikan di sejumlah media sosial termasuk di Instagram, akun TikTok 1 [arsip], dan akun TikTok 2 pada 19 Desember 2025.
Konten-konten tersebut menyebar saat pemerintah pusat menolak menerima bantuan asing untuk bencana Sumatera. Narator dalam video menyebut bantuan asing penuh dengan kepentingan dan harus dibayar oleh Indonesia.
Lalu benarkah Australia meminta Indonesia mengembalikan dana bantuan tsunami Aceh pada 2025?
(GFD-2025-31126) Menyesatkan: Australia Minta Dana Bantuan Tsunami Aceh Rp 13 T Dikembalikan pada 2025
Sumber:Tanggal publish: 24/12/2025
Berita
Hasil Cek Fakta
Tempo memverifikasi konten itu dengan pencarian gambar terbalik dan membandingkannya dengan sumber terpercaya. Hasilnya, Australia tidak meminta dana bantuan tsunami Aceh dikembalikan pada 2025.
Pemerintah Australia memang menyumbangkan sekitar Rp 13 triliun yang terdiri dari $250 juta dalam bentuk bantuan tanggap darurat dan rekonstruksi di Aceh dan Nias setelah bencana gempa dan tsunami pada 2004. Sumbangan itu juga termasuk paket bantuan sebesar USD 1 miliar bagi Indonesia sebagai program Kemitraan Australia Indonesia untuk Rekonstruksi dan Pembangunan (AIPRD).
Pada 2015, Perdana Menteri (PM) Tony Abbott mengungkit-ungkit bantuan yang pernah diberikan tersebut saat meminta Indonesia membatalkan eksekusi mati duo "Bali Nine" asal Australia. "Saya ingin katakan kepada penduduk dan Pemerintah Indonesia bahwa kami di Australia selalu ada untuk membantu Anda, dan kami berharap Anda akan membalas (kebaikan itu-red) sekarang," kata Abbott saat itu, dikutip dari Antara.
Duo "Bali Nine" yang dieksekusi mati itu adalah Andrew Chan dan Myuran Sukumaran. Keduanya dihukum karena perdagangan heroin dan dieksekusi oleh regu tembak di Nusa Kambangan pada 29 April 2015 bersama beberapa narapidana narkoba lainnya, setelah grasi mereka ditolak Presiden Joko Widodo.
Pernyataan Tony Abbott sempat menyinggung warga Aceh. Namun hingga saat ini, pemerintah Australia tidak pernah meminta bantuan gempa dan tsunami tersebut dikembalikan.
Potongan dalam video yang beredar terjadi saat Prabowo Subianto, menerima kunjungan Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese, pada Kamis, 14 November 2024 di salah satu hotel di Lima, Peru. Video ini diunggah oleh akun Sekretariat Presiden, 15 November 2024.
Pertemuan tersebut tidak membahas permintaan Australia agar Indonesia mengembalikan atau membayar bantuan gempa dan tsunami sebesar Rp 13 triliun. Kedua pemimpin membahas sejumlah isu strategis dalam hubungan bilateral Indonesia-Australia serta memperkuat kemitraan di berbagai bidang.
Bantuan Asing Dapat Mempercepat Pemulihan Bencana Sumatera
Ketua Umum Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia Avianto Amri mengatakan menerima bantuan asing seharusnya menjadi modal untuk mempercepat pemulihan bencana Sumatera. Sebab bencana yang melanda 52 kabupaten dan kota di tiga provinsi di Sumatera tersebut belum pernah terjadi sebelumnya.
Besaran bantuan pemerintah pusat yakni Rp20 miliar kepada masing-masing provinsi dan Rp 4 miliar untuk kabupaten dan kota, dinilai tidak cukup dengan kebutuhan pemulihan bencana dengan jumlah korban mencapai 3,3 juta orang.
Menurut Avianto, pengalaman Indonesia menerima bantuan internasional saat tsunami Aceh dan gempa di Palu justru terbantu dengan dukungan global. “Bantuan tidak bisa dari pemerintah saja,” kata dia seperti dimuat Tempo edisi 16 Desember 2025.
Co-founder Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA), Badrul Irfan, mengatakan masyarakat menyesalkan kebijakan pemerintah yang menolak bantuan kemanusiaan dari luar negeri di tengah masih banyaknya wilayah yang belum tersentuh bantuan.
“Faktanya, sudah hampir sebulan masih ada daerah yang terisolasi,” kata Badrul kepada Tempo, Selasa, 23 Desember 2025.
Pemerintah Australia memang menyumbangkan sekitar Rp 13 triliun yang terdiri dari $250 juta dalam bentuk bantuan tanggap darurat dan rekonstruksi di Aceh dan Nias setelah bencana gempa dan tsunami pada 2004. Sumbangan itu juga termasuk paket bantuan sebesar USD 1 miliar bagi Indonesia sebagai program Kemitraan Australia Indonesia untuk Rekonstruksi dan Pembangunan (AIPRD).
Pada 2015, Perdana Menteri (PM) Tony Abbott mengungkit-ungkit bantuan yang pernah diberikan tersebut saat meminta Indonesia membatalkan eksekusi mati duo "Bali Nine" asal Australia. "Saya ingin katakan kepada penduduk dan Pemerintah Indonesia bahwa kami di Australia selalu ada untuk membantu Anda, dan kami berharap Anda akan membalas (kebaikan itu-red) sekarang," kata Abbott saat itu, dikutip dari Antara.
Duo "Bali Nine" yang dieksekusi mati itu adalah Andrew Chan dan Myuran Sukumaran. Keduanya dihukum karena perdagangan heroin dan dieksekusi oleh regu tembak di Nusa Kambangan pada 29 April 2015 bersama beberapa narapidana narkoba lainnya, setelah grasi mereka ditolak Presiden Joko Widodo.
Pernyataan Tony Abbott sempat menyinggung warga Aceh. Namun hingga saat ini, pemerintah Australia tidak pernah meminta bantuan gempa dan tsunami tersebut dikembalikan.
Potongan dalam video yang beredar terjadi saat Prabowo Subianto, menerima kunjungan Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese, pada Kamis, 14 November 2024 di salah satu hotel di Lima, Peru. Video ini diunggah oleh akun Sekretariat Presiden, 15 November 2024.
Pertemuan tersebut tidak membahas permintaan Australia agar Indonesia mengembalikan atau membayar bantuan gempa dan tsunami sebesar Rp 13 triliun. Kedua pemimpin membahas sejumlah isu strategis dalam hubungan bilateral Indonesia-Australia serta memperkuat kemitraan di berbagai bidang.
Bantuan Asing Dapat Mempercepat Pemulihan Bencana Sumatera
Ketua Umum Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia Avianto Amri mengatakan menerima bantuan asing seharusnya menjadi modal untuk mempercepat pemulihan bencana Sumatera. Sebab bencana yang melanda 52 kabupaten dan kota di tiga provinsi di Sumatera tersebut belum pernah terjadi sebelumnya.
Besaran bantuan pemerintah pusat yakni Rp20 miliar kepada masing-masing provinsi dan Rp 4 miliar untuk kabupaten dan kota, dinilai tidak cukup dengan kebutuhan pemulihan bencana dengan jumlah korban mencapai 3,3 juta orang.
Menurut Avianto, pengalaman Indonesia menerima bantuan internasional saat tsunami Aceh dan gempa di Palu justru terbantu dengan dukungan global. “Bantuan tidak bisa dari pemerintah saja,” kata dia seperti dimuat Tempo edisi 16 Desember 2025.
Co-founder Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA), Badrul Irfan, mengatakan masyarakat menyesalkan kebijakan pemerintah yang menolak bantuan kemanusiaan dari luar negeri di tengah masih banyaknya wilayah yang belum tersentuh bantuan.
“Faktanya, sudah hampir sebulan masih ada daerah yang terisolasi,” kata Badrul kepada Tempo, Selasa, 23 Desember 2025.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pemeriksaan fakta, Tim Cek Fakta Tempo menyimpulkan bahwa klaim Australia minta dana bantuan tsunami Aceh Rp 13 triliun dikembalikan adalah menyesatkan.
Rujukan
- https://www.instagram.com/p/DSWHilUlFwO/
- https://www.tiktok.com/@sepaksantai99/video/7584420342005878036?_t=ZS-92K4FjmF9Lp&_r=1
- https://perma.cc/5QJ4-MWNA
- https://vt.tiktok.com/ZSPQ8dayk/
- https://www.dfat.gov.au/sites/default/files/AIPRD_aceh_recovery_bahasa.pdf
- https://www.antaranews.com/berita/481448/korban-tsunami-siap-kembalikan-rp13-triliun-bantuan-australia
- https://www.youtube.com/watch?v=6blF4u0drL0 /cdn-cgi/l/email-protection#6f0c0a04090e041b0e2f1b0a021f00410c0041060b

