(GFD-2025-31060) Keliru: Tes Penyumbatan Otak Setelah Menerima Vaksin Covid-19

Sumber:
Tanggal publish: 22/12/2025

Berita

UNGGAHAN berisi klaim bahwa penerima vaksin Covid-19 harus menjalani tes penyumbatan darah dengan D-dimer, beredar di Instagram [arsip] pada 5 Desember 2025. Tes D-dimer merupakan tes untuk mendeteksi adanya gumpalan darah pada seseorang. 

Konten itu memuat video seorang pria yang mengutip hasil penelitian di Jurnal Lancet terkait 74 persen orang meninggal mendadak karena mengalami penyumbatan otak setelah menerima vaksin Covid-19. “Vaksin Covid bikin darah kita kental, ada daging di pembuluh darah,” kata pria itu. Unggahan tersebut disukai 4.100 kali dan mendapatkan 500 komentar. 



Artikel ini akan memverifikasi dua klaim. Pertama, benarkah seseorang yang telah menerima vaksin Covid-19 harus menjalani tes D-dimer untuk mendeteksi penggumpalan darah pada otak? Kedua, apakah jurnal Lancet pernah mempublikasikan penelitian mengenai 74 persen kematian mendadak akibat vaksin Covid-19?

Hasil Cek Fakta

Tim Cek Fakta Tempo memverifikasi klaim itu dengan mewawancarai dokter dan menelusuri jurnal penelitian kredibel. Hasilnya, seseorang yang pernah mendapatkan vaksin Covid-19 tidak perlu menjalani tes D-dimer. Jurnal kedokteran The Lancet juga tidak pernah mempublikasikan penelitian yang mengklaim 74 persen kematian mendadak akibat vaksin Covid.

Dosen Departemen Ilmu Penyakit Dalam Divisi Alergi-Imunologi Klinik Universitas Airlangga, dr Ari Baskoro, SpPD, K-AI, FINASIM menjelaskan, vaksin Covid-19 sama seperti vaksin-vaksin lainnya yang memiliki kejadian medis yang terjadi setelah imunisasi yang diduga berkaitan dengan vaksin. Istilah ini disebut kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI). KIPI pada vaksin bisa cukup ringan hingga berat dengan kejadian yang langka.

Ari menjelaskan, salah satu KIPI vaksin Covid-19 yang berat adalah timbulnya pembekuan darah atau vaccine-induced immune thrombotic thrombocytopenia (VITT). Namun, kasus ini jarang terjadi pada vaksin Covid-19 yang berbasis mRNA seperti vaksin produksi Pfizer/BioNTech dan Moderna.

Menurut ARi, secara global kasus pembekuan darah ini sangat langka. “Insidennya hanya sekitar dua hingga 15 kasus per satu juta vaksinasi, kejadiannya sangat langka,” kata Ari kepada Tempo, Rabu, 17 Desember 2025.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) serta Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) juga telah memastikan vaksin Covid-19 memiliki manfaat yang jauh lebih besar dibanding KIPI.   

Sehingga masyarakat yang pernah vaksinasi COVID-19, termasuk pengguna vaksin AstraZeneca atau Johnson&Johnson, tidak perlu menjalani tes D-dimer secara rutin. Sebab, penggumpalan darah hanya terjadi dalam kurun waktu 4 sampai 42 hari pasca vaksinasi. 

“Jika melebihi waktu tersebut, pasti tidak akan terjadi penggumpalan darah,” kata dia.

Pakar bidang imunologi itu juga menjelaskan, Jurnal Lancet tidak pernah memuat riset tentang 74 persen orang meninggal mendadak akibat vaksin COVID-19. “Sebaliknya, Lancet justru menerbitkan studi yang menunjukkan efektivitas vaksin dalam mencegah dampak buruk Covid-19,” kata dia.

Menurut organisasi pemeriksa fakta di Paris, Lead Stories, awalnya Lancet pernah menerbitkan artikel yang mengklaim 74 persen kematian mendadak akibat vaksin Covid-19 berjudul “A Systematic Review of Autopsy Findings in Deaths after COVID-19 Vaccination”. 

Pada bagian metode penelitian, para penulis menyatakan bahwa mereka melakukan tinjauan sistematis terhadap semua laporan otopsi dan nekropsi yang diterbitkan terkait vaksinasi COVID-19 hingga 18 Mei 2023 menggunakan basis data PubMed dan ScienceDirect.

Tetapi 24 jam kemudian, Lancet menghapus artikel tersebut. Dalam pernyataan resminya, Lancet menjelaskan artikel tersebut melanggar kriteria karena kesimpulan studi tidak didukung dengan metodologi yang jelas. Menurut Lancet, artikel tersebut masih dalam versi preprint atau draf yang belum menjalani proses tinjauan sejawat (peer-review) formal.

Saat artikel masih bersifat preprint, temuan di dalamnya tidak boleh digunakan untuk mengambil keputusan secara klinis atau kebijakan kesehatan masyarakat. “Artikel seharusnya tidak boleh disajikan kepada khalayak umum tanpa menekankan bahwa temuan tersebut bersifat awal dan belum melalui tinjauan sejawat,” demikian keterangan yang tertulis.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelusuran Tempo, klaim bahwa tes D-dimer dipergunakan untuk mengetahui penyumbatan pembuluh darah akibat vaksin Covid-19 adalah keliru.

Tes D-dimer tidak perlu dijalani, apalagi secara rutin, oleh seseorang yang pernah divaksinasi COVID-19. Sebab, tenggat waktu terjadinya penggumpalan darah hanya terjadi dalam kurun waktu 4 sampai 42 hari pasca vaksinasi.

Begitu pula jurnal Lancet, tidak pernah memuat riset tentang 74 persen orang meninggal mendadak akibat vaksin COVID-19.

Rujukan