Disadur dari artikel Cek Fakta tempo.co.
Hasil penelusuran tempo.co mengungkap Indonesia tetap mengekspor berbagai komoditas ke Eropa, meski bukan seluruhnya berupa bahan makanan. Sebagian visual yang diklaim menggambarkan kekacauan di Eropa ternyata sebagian dibuat dengan akal imitasi.
Ekonom Universitas Airlangga (Unair), Prof. Rossanto Dwi Handoyo, SE., M.Si., Ph.D., mengatakan bahwa tidak ada penghentian ekspor bahan makanan Indonesia ke Eropa, kecuali untuk komoditas nikel dan minyak kelapa sawit (CPO). Namun, hal itu itu tidak menyebabkan krisis di Eropa karena kebutuhan minyak sawit bisa digantikan oleh minyak biji bunga matahari, minyak jagung, atau minyak zaitun.
Sejak 2018, Uni Eropa memberlakukan kebijakan RED II dan undang-undang anti-deforestasi yang mempengaruhi ekspor minyak sawit, kopi, dan kedelai dari Indonesia, Brasil, dan Kolombia. Ekspor minyak sawit mentah dan olahan Indonesia ke Uni Eropa menurun dari 5,7 juta ton pada 2018 menjadi 3,3 juta ton pada 2024.
Menurut Teuku Riefky dari LPEM UI, hubungan dagang Indonesia-Uni Eropa justru akan semakin terbuka melalui Indonesia–EU Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) yang ditandatangani pada 23 September 2025 dan berlaku efektif 2027. Perjanjian ini memberikan akses bebas tarif untuk 95 persen produk ekspor Indonesia ke Uni Eropa.
Perdagangan Indonesia dengan Uni Eropa tetap mencatat surplus. Dalam empat bulan pertama 2025, surplus mencapai 2,33 miliar dolar AS, lebih tinggi dibanding periode sama tahun 2024 sebesar 1,75 miliar dolar AS. Meski tren ekspor minyak sawit menurun, komoditas ini masih menjadi salah satu unggulan Indonesia ke Uni Eropa.
Faktanya, Indonesia tetap mengekspor berbagai komoditas ke Eropa meski bukan seluruhnya bahan makanan. Jadi, unggahan video berisi klaim “Eropa kacau setelah Indonesia hentikan ekspor bahan pangan” merupakan konten palsu (fabricated content).