(GFD-2025-30352) Keliru: Harga Beras Dunia Anjlok karena Indonesia Swasembada Beras

Sumber:
Tanggal publish: 28/11/2025

Berita

SEBUAH konten dengan klaim keberhasilan Indonesia berswasembada beras menyebabkan harga beras dunia turun diunggah di Tiktok [arsip], Facebook, dan YouTube. Harga beras dunia disebut anjlok 42 persen setelah Menteri Pertanian Amran Sulaiman berhasil membuat swasembada beras di Indonesia dan mengekspor berasnya ke Afrika.

Konten itu memuat kolase foto Presiden Prabowo Subianto dan Amran Sulaiman dengan judul “Harga beras dunia anjlok 42 persen gara-gara Indonesia”. “Afrika berterima kasih hingga beras RI diborong habis.. Krisis pangan dunia memuncak, Indonesia bantu negara Afrika mengirim ribuan ton beras,” demikian narasi yang juga termuat dalam konten.



Tempo memverifikasi dua hal. Pertama, benarkah harga beras dunia anjlok karena Indonesia swasembada pangan? Kedua, benarkah Afrika sepenuhnya impor beras dari Indonesia?

Hasil Cek Fakta

Tempo memverifikasi klaim ini dengan menelusuri sumber berita kredibel, data terbuka, dan wawancara pakar pertanian. Hasilnya, turunnya harga beras dunia bukan karena peran Indonesia. Selain itu, Indonesia juga tidak mengekspor beras hingga ribuan ton ke benua Afrika.

Guru besar Fakultas Pertanian IPB University Dwi Andreas menjelaskan, hingga 2024 Indonesia masih tercatat sebagai salah satu negara importir beras, yakni rata-rata sekitar 3 persen dari pasar dunia. Angka impor tertinggi Indonesia terjadi pada 2024 sebesar 7,5%. 

Namun angka impor Indonesia itu relatif kecil di pasar beras beras internasional sehingga tidak terlalu mempengaruhi harga dunia. “Apakah nilai itu memberi efek pada beras dunia? Jawabannya tidak,” ujarnya kepada Tempo, 19 November 2025.

Berdasarkan data Statista, Indonesia tidak termasuk 10 negara eksportir beras terbesar dunia. Sebaliknya, Indonesia masuk dalam salah satu dari 25 negara importir beras, terutama beras khusus dengan nilai antara 200.000-500.000 ton per tahun. 

Sedangkan menurut data BPS, impor beras konsumsi oleh pemerintah terjadi pada tahun 2014 (844.000 ton), 2015 (862.000 ton), 2016 (1,3 juta ton), 2018 (2,25 juta ton), 2023 (3,06 juta ton), dan 2024 (4,52 juta ton).

Berdasarkan laporan Foreign Agricultural Service (FAS) Departemen Pertanian Amerika Serikat per September 2025, penyebab turunnya harga beras dunia merupakan kombinasi dari banjir pasokan (oversupply) di pasar global dan melemahnya permintaan dari importir utama. 

Peningkatan stok beras global didorong oleh penumpukan di negara eksportir utama seperti India dan Pakistan. Begitu pula dengan peningkatan produksi di negara produsen lain seperti Brasil dan Kolombia.

Adapun harga ekspor global terus menurun sejak India mencabut larangan ekspor beras pada September 2024. Sebagai salah satu eksportir terbesar, kembalinya pasokan India membuat pasar global menjadi sangat kompetitif dan menekan harga ke bawah.

Filipina sebagai importir besar dunia juga mengumumkan penghentian impor selama 60 hari mulai 1 September 2025. Dampaknya, permintaan global berkurang secara drastis dalam jangka pendek. Kebijakan itu muncul lantaran harga impor sudah terlalu murah sehingga memukul harga jual petani lokal.

Laporan yang sama juga menyebutkan konsumsi beras global diperkirakan menurun, khususnya di negara seperti Burma dan Amerika Serikat. Faktor ini mengurangi tekanan permintaan terhadap stok yang ada.

Menurut Andreas, naik-turunnya harga beras dunia dipengaruhi secara luas oleh volume impor suatu negara, produksi beras dunia, dan jumlah yang diperdagangkan di pasar internasional. “Ketika produksi dunia naik dan jumlah yang diperdagangkan juga meningkat, harga beras cenderung turun,” kata dia. 

Data Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) juga menunjukkan kenaikan produksi beras dunia dari 523,6 juta ton pada periode 2023-2024 menjadi 541,5 juta ton (2024-2025). Data USDA menunjukkan beras yang diperdagangkan meningkat dari 54,2 juta ton (2023) menjadi 59,9 juta ton (2024). Jumlah beras yang diperdagangan diperkirakan naik ke 61,1 juta ton pada 2025.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indonesia mulai mengekspor beras ke luar negeri. Namun jumlahnya baru 60 kilogram per April 2025. Ekspor beras tersebut bukan ke kawasan Afrika. 

Dilansir CNBC Indonesia, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini mengatakan volume ekspor beras per April 2025 itu ditujukan ke sejumlah negara, yaitu Uni Emirat Arab, Malaysia, dan Belanda. Nilainya US$ 175,4.

Konsumsi beras di kawasan Afrika Sub-Sahara tumbuh signifikan 15 tahun terakhir akibat pertumbuhan penduduk, urbanisasi, dan pergeseran pola makan ke arah beras sebagai makanan pokok. Menurut laporan Pasar dan Perdagangan Gandum Dunia USDA, India menjadi pemasok terbesar ke kawasan ini, berupa beras putih giling dan beras parboiled dengan harga kompetitif. 

Negara lain seperti Afrika Selatan pada tahun 2024 mengimpor beras dari Thailand, India, Pakistan, Vietnam. Sedangkan Bostwana, pada 2022-2023, mengimpor beras dari India, Thailand, Cina, Amerika Serikat, dan Uni Emirat Arab.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelusuran Tempo, klaim bahwa harga beras dunia anjlok karena Indonesia dan Afrika bergantung impor beras dari Indonesia adalah keliru.

Rujukan