INFORMASI tentang seluruh produk non-halal di Indonesia akan dianggap melanggar hukum atau ilegal pada 2026, beredar di Facebook [arsip], 8 November 2025.
Akun tersebut menyertakan foto Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Ahmad Haikal Hasan mengenakan baju putih. Poster itu menyertakan judul “Seluruh Produk Non-Halal di Indonesia akan Dianggap Ilegal Mulai Tahun 2026”.
Hingga artikel ini ditulis, konten tersebut sudah dibagikan ulang sebanyak 431 kali. Tapi benarkah produk non-halal akan dianggap ilegal per tahun 2026?
(GFD-2025-30310) Menyesatkan: Produk Non-Halal akan Dianggap Ilegal Per 2026
Sumber:Tanggal publish: 26/11/2025
Berita
Hasil Cek Fakta
Tempo memverifikasi unggahan itu melalui situs-situs kredibel dan wawancara pakar. Hasilnya, produk non-halal tidak dianggap ilegal melainkan harus mencantumkan tanda atau keterangan non-halal.
Berita tentang produk non-halal dianggap ilegal pada 2026, sempat ditayangkan situs media Detik.com edisi 6 Oktober 2025. Pernyataan itu berasal dari Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Ahmad Haikal Hasan saat pertemuan media dan pengusaha dengan tema "Menuju Wajib Halal Oktober 2026: Memperkuat Ekosistem Halal dengan Tertib Halal" di Mal Ciputra Cibubur, Kota Bekasi, Jawa Barat, Senin 6 Oktober 2025.
"Tahun depan kan wajib halal. Kalau tidak halal, ya ilegal, sesederhana itu,” kata Haikal Hasan yang dimuat Detik.
Pernyataan Haikal sempat menjadi kontroversi. Ia kemudian memberikan klarifikasi atas pernyataan tersebut yang salah satunya dimuat oleh Liputan6.com pada 11 Oktober 2025.
Menurut dia, jika diperjualbelikan adalah produk halal, produk tersebut wajib mengantongi sertifikat halal. Sedangkan produk non-halal wajib diberi tanda non-halal.
"Jadi kalau ada produk tanpa ada ingredients produk, tanpa ada keterangan produk, tapi diperjualbelikan, jelas produk itu ilegal. Itu yang saya katakan sebenarnya," kata Haikal kepada Liputan6.com
Pasal 92 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal mewajibkan pelaku usaha yang produknya menggunakan bahan non-halal untuk mencantumkan keterangan tidak halal. Keterangan itu dapat berupa gambar, tanda, atau tulisan yang dicantumkan pada kemasan, bagian tertentu dari produk, atau tempat tertentu pada produk.
Sedangkan asal 93 menyatakan bahwa produk yang berasal dari bahan non-halal wajib mencantumkan keterangan tidak halal berupa gambar, tulisan, dan/atau nama bahan dengan warna yang berbeda pada komposisi bahan. Misalnya dengan warna merah.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Niti Emiliana mengatakan produk non-halal tetap boleh beredar dengan catatan memberikan informasi kepada konsumen bahwa produk tersebut tidak halal.
“Intinya, ini bukan melarang produk non-halal, tetapi mewajibkan semua produk, baik halal maupun non-halal, untuk memiliki kejelasan status legal melalui sertifikasi halal atau pencantuman keterangan non-halal,” kata Niti kepada Tempo, Senin, 24 November 2025.
Kewajiban sertifikasi halal untuk produk halal yang diperjualbelikan berlaku sepenuhnya pada 18 Oktober 2026 bagi pelaku usaha mikro dan kecil (UMK). Pelaku usaha yang melanggar ketentuan ini akan mendapatkan peringatan, penarikan dari peredaran, atau sanksi administratif lain.
Sertifikasi halal, kata Niti, memberikan jaminan bagi konsumen terhadap keamanan dan kenyamanan mengkonsumsi produk. Juga, menjamin hak atas informasinya yang benar, jelas, dan jujur.
Berita tentang produk non-halal dianggap ilegal pada 2026, sempat ditayangkan situs media Detik.com edisi 6 Oktober 2025. Pernyataan itu berasal dari Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Ahmad Haikal Hasan saat pertemuan media dan pengusaha dengan tema "Menuju Wajib Halal Oktober 2026: Memperkuat Ekosistem Halal dengan Tertib Halal" di Mal Ciputra Cibubur, Kota Bekasi, Jawa Barat, Senin 6 Oktober 2025.
"Tahun depan kan wajib halal. Kalau tidak halal, ya ilegal, sesederhana itu,” kata Haikal Hasan yang dimuat Detik.
Pernyataan Haikal sempat menjadi kontroversi. Ia kemudian memberikan klarifikasi atas pernyataan tersebut yang salah satunya dimuat oleh Liputan6.com pada 11 Oktober 2025.
Menurut dia, jika diperjualbelikan adalah produk halal, produk tersebut wajib mengantongi sertifikat halal. Sedangkan produk non-halal wajib diberi tanda non-halal.
"Jadi kalau ada produk tanpa ada ingredients produk, tanpa ada keterangan produk, tapi diperjualbelikan, jelas produk itu ilegal. Itu yang saya katakan sebenarnya," kata Haikal kepada Liputan6.com
Pasal 92 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal mewajibkan pelaku usaha yang produknya menggunakan bahan non-halal untuk mencantumkan keterangan tidak halal. Keterangan itu dapat berupa gambar, tanda, atau tulisan yang dicantumkan pada kemasan, bagian tertentu dari produk, atau tempat tertentu pada produk.
Sedangkan asal 93 menyatakan bahwa produk yang berasal dari bahan non-halal wajib mencantumkan keterangan tidak halal berupa gambar, tulisan, dan/atau nama bahan dengan warna yang berbeda pada komposisi bahan. Misalnya dengan warna merah.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Niti Emiliana mengatakan produk non-halal tetap boleh beredar dengan catatan memberikan informasi kepada konsumen bahwa produk tersebut tidak halal.
“Intinya, ini bukan melarang produk non-halal, tetapi mewajibkan semua produk, baik halal maupun non-halal, untuk memiliki kejelasan status legal melalui sertifikasi halal atau pencantuman keterangan non-halal,” kata Niti kepada Tempo, Senin, 24 November 2025.
Kewajiban sertifikasi halal untuk produk halal yang diperjualbelikan berlaku sepenuhnya pada 18 Oktober 2026 bagi pelaku usaha mikro dan kecil (UMK). Pelaku usaha yang melanggar ketentuan ini akan mendapatkan peringatan, penarikan dari peredaran, atau sanksi administratif lain.
Sertifikasi halal, kata Niti, memberikan jaminan bagi konsumen terhadap keamanan dan kenyamanan mengkonsumsi produk. Juga, menjamin hak atas informasinya yang benar, jelas, dan jujur.
Kesimpulan
Verifikasi Tempo menyimpulkan bahwa klaim produk non-halal akan dianggap ilegal per tahun 2026 adalah klaim menyesatkan.
