KLAIM asam urat pada anak-anak bisa terjadi karena kebiasaan mandi setelah makan beredar di Facebook [arsip] pada akhir Oktober 2025.
Konten itu memuat foto seorang anak yang terbaring di rumah sakit. Bocah tersebut diklaim menderita asam urat dan ginjal karena kebiasaan mandi setelah makan. “Stop kebiasaan mandiin anak setelah makan! Anak 7 tahun dilarikan ke rumah sakit usai dimandikan ibunya! Dokter temukan tanda asam urat yang sudah menjalar ke ginjal,” buny narasi dalam konten.
Tempo memverifikasi dua hal. Pertama, apakah foto tersebut adalah seorang anak yang menderita asam urat? Kedua, apakah kebiasaan mandi setelah makan menyebabkan asam urat pada anak-anak?
(GFD-2025-29742) Keliru: Mandi setelah Makan Menyebabkan Asam Urat pada Anak-anak
Sumber:Tanggal publish: 29/10/2025
Berita
Hasil Cek Fakta
Tempo menelusuri narasi itu dengan pencarian gambar terbalik dan mewawancarai peneliti kesehatan. Hasilnya, kebiasaan mandi setelah makan tidak berhubungan dengan penyebab asam urat pada anak.
Foto yang disertakan dalam konten pernah beredar di Pinterest pada Juni 2024. Pengunggahnya menulis bahwa bocah itu dirawat karena jarang makan namun sering mengonsumsi makanan ringan. Tidak ada keterangan yang menyebut penyakitnya disebabkan kebiasaan mandi setelah makan.
Menurut dosen di Laboratorium Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Jember, dr. Ida Srisurani Wiji Astuti, M.Kes, FISPH, FISCM, tidak ada penelitian ilmiah yang menemukan asam urat pada anak-anak disebabkan oleh kebiasaan mandi setelah makan.
Selama ini, anak-anak yang menderita asam urat karena mengalami kelainan ginjal seperti gagal ginjal, infeksi ginjal, serta kelainan struktur saluran ginjal atau ureter.
“Faktor lainnya bisa karena obesitas dan atau metabolik genetik,” kata Ida kepada Tempo, Selasa 28 Oktober 2025.
Penelitian Pang dkk. (2025) yang dimuat Front Public Health menyebutkan jumlah kasus asam urat secara global pada remaja meningkat 23,47 persen dari tahun 1990 hingga 2021. Jumlah kasus baru asam urat pada 2021 mencapai 110.664,59.
Studi tersebut menggunakan data potong lintang dari studi Global Burden of Disease 2021 pada remaja berusia 10–24 tahun. Peneliti juga menganalisis angka kejadian, prevalensi, tahun hidup dengan disabilitas (YLD), serta tingkat atau jumlah faktor risiko untuk asam urat. Angka tersebut kemudian dianalisis melalui regresi linier berdasarkan Indeks Sosiodemografi (SDI) dan pertumbuhan rata-rata tahunan (EAPC).
Menurut tim peneliti, indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) menjadi faktor tertinggi remaja di berbagai negara itu mengalami gejala sakit asam urat. Selain itu, semakin tinggi tingkat Indeks Sosiodemografi, semakin besar pula angka kejadian dan beban penyakit asam urat pada remaja.
Indeks Sosiodemografi (SDI) adalah ukuran komposit yang menggabungkan pendapatan per kapita, rata-rata lama pendidikan, dan tingkat fertilitas total untuk mengukur pembangunan sosial-ekonomi suatu negara atau wilayah
Faktor genetik, kurang olahraga, dan dampak mengidap penyakit lain, juga dikaitkan dengan asam urat.
Foto yang disertakan dalam konten pernah beredar di Pinterest pada Juni 2024. Pengunggahnya menulis bahwa bocah itu dirawat karena jarang makan namun sering mengonsumsi makanan ringan. Tidak ada keterangan yang menyebut penyakitnya disebabkan kebiasaan mandi setelah makan.
Menurut dosen di Laboratorium Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Jember, dr. Ida Srisurani Wiji Astuti, M.Kes, FISPH, FISCM, tidak ada penelitian ilmiah yang menemukan asam urat pada anak-anak disebabkan oleh kebiasaan mandi setelah makan.
Selama ini, anak-anak yang menderita asam urat karena mengalami kelainan ginjal seperti gagal ginjal, infeksi ginjal, serta kelainan struktur saluran ginjal atau ureter.
“Faktor lainnya bisa karena obesitas dan atau metabolik genetik,” kata Ida kepada Tempo, Selasa 28 Oktober 2025.
Penelitian Pang dkk. (2025) yang dimuat Front Public Health menyebutkan jumlah kasus asam urat secara global pada remaja meningkat 23,47 persen dari tahun 1990 hingga 2021. Jumlah kasus baru asam urat pada 2021 mencapai 110.664,59.
Studi tersebut menggunakan data potong lintang dari studi Global Burden of Disease 2021 pada remaja berusia 10–24 tahun. Peneliti juga menganalisis angka kejadian, prevalensi, tahun hidup dengan disabilitas (YLD), serta tingkat atau jumlah faktor risiko untuk asam urat. Angka tersebut kemudian dianalisis melalui regresi linier berdasarkan Indeks Sosiodemografi (SDI) dan pertumbuhan rata-rata tahunan (EAPC).
Menurut tim peneliti, indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) menjadi faktor tertinggi remaja di berbagai negara itu mengalami gejala sakit asam urat. Selain itu, semakin tinggi tingkat Indeks Sosiodemografi, semakin besar pula angka kejadian dan beban penyakit asam urat pada remaja.
Indeks Sosiodemografi (SDI) adalah ukuran komposit yang menggabungkan pendapatan per kapita, rata-rata lama pendidikan, dan tingkat fertilitas total untuk mengukur pembangunan sosial-ekonomi suatu negara atau wilayah
Faktor genetik, kurang olahraga, dan dampak mengidap penyakit lain, juga dikaitkan dengan asam urat.
Kesimpulan
Verifikasi Tempo pada gambar beredar yang diklaim menunjukkan anak sakit asam urat karena kebiasaan langsung mandi setelah makan adalah klaim keliru.

