SEBUAH video beredar di Instagram [arsip] memperlihatkan seorang pekerja membongkar kardus dari mobil pengangkut berisi bahan makanan beku untuk restoran cepat saji McDonald’s. Unggahan itu disertai keterangan yang menyebut bahan-bahan tersebut mengandung potasium yang dapat memicu kanker bila dikonsumsi jangka panjang.
Dalam video, perekam hanya menyorot daftar bahan yang tercetak di kardus. Potasium memang tercantum dalam daftar, tetapi tidak pernah ia sebut. Perekam hanya berkata, “Stop makan makanan ini.”
Lalu, benarkah zat potasium dalam makanan olahan dapat memicu kanker jika dikonsumsi dalam jangka panjang?
(GFD-2025-28607) Keliru: Kandungan Potasium pada Makanan Memicu Kanker
Sumber:Tanggal publish: 25/08/2025
Berita
Hasil Cek Fakta
Tempo menelusuri sumber konten menggunakan alat pencarian gambar terbalik Google, memeriksa kandungan produk makanan McD, dan mewawancarai pakar teknologi pangan. Hasilnya, meski mengonsumsi makan cepat saji (fast food) secara berlebihan berisiko bagi kesehatan, belum ada penelitian yang menyatakan potasium klorida bisa menyebabkan kanker jika dikonsumsi jangka panjang.
Lewat pencarian gambar terbalik di Google Images, Tempo menemukan video itu berasal dari akun TikTok @justrelaxgavin. Konten tersebut diunggah pada 27 Juli 2025 dan menampilkan rekaman saat ia berjalan ke area gudang penyimpanan makanan McDonald’s. Tidak ada keterangan lokasi outlet McD yang direkam.
Dalam video itu, pemilik akun sengaja menyorot daftar bahan yang tertera di kardus. Penelusuran Tempo menunjukkan bahan-bahan tersebut, termasuk potasium, memang sudah dicantumkan secara terbuka di situs resmi McDonald’s, antara lain pada menu Hot ‘n Spicy McChicken.
Menurut Koordinator Program Studi Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian Universitas Negeri Surabaya Fitri Komala Sari, dalam bahasa Indonesia, zat ini biasa dikenal dengan nama Kalium Klorida atau KCl. Senyawa mineral berupa garam dari kalium dan klorida sebagai pengganti garam dapur.
Garam dapur atau natrium klorida ini, kata Fitri, punya potensi meningkatkan tekanan darah sehingga diganti dengan kalium klorida yang dinilai lebih aman. Meski begitu, tingkat aman konsumsi kalium klorida tergantung pada kondisi kesehatan fisik dan fungsi ginjalnya masing-masing.
“Jumlah kalium klorida yang dibutuhkan tubuh setara 6 sampai 9 gram per hari atau tidak lebih dari 1 sendok makan,” ujarnya kepada Tempo, Rabu, 20 Agustus 2025.
Senada, Dosen Teknologi Pangan Institut Teknologi Kalimantan Anggela menyebut potasium klorida masuk kategori aman atau Generally Recognized As Safe (GRAS) menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Indonesia maupun Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (Food and Drug Administration/FDA).
“Berdasarkan Peraturan BPOM nomor 11 tahun 2019, potasium klorida termasuk bahan tambahan pangan yang diizinkan,” kata Anggela kepada Tempo lewat pesan suara WhatsApp.
Komite Khusus Zat GRAS (SCOGS) FDA juga menyimpulkan tidak ada bukti bahwa potasium klorida berbahaya bagi publik, selama penggunaannya sesuai batas yang diperbolehkan.
Potasium Klorida bukan Pemicu Kanker
Soal klaim yang menyebutkan bahwa potasium klorida menyebabkan kanker, Anggela mengatakan klaim tersebut keliru. Menurut dia, risiko utama konsumsi potasium klorida adalah hiperkalemia atau kelebihan kalium dalam darah, bukan kanker.
“Tidak ada artikel ataupun publikasi yang mendukung bahwa konsumsi potasium klorida menjadi penyebab kanker,” kata Anggela kepada Tempo.
Sebaliknya, potasium klorida justru bermanfaat karena dapat menurunkan tekanan darah dibandingkan garam komersial atau natrium klorida. Natrium diketahui dapat meningkatkan tekanan darah jika dikonsumsi berlebihan. “Makanya memang sudah disarankan untuk mengganti garam kita ke garam potasium atau potasium klorida,” ujarnya, merujuk pedoman WHO tentang pengganti garam rendah natrium.
Risiko Jangka Panjang Mengonsumsi Fast Food
Sejumlah artikel kesehatan merekomendasikan agar konsumsi makanan cepat saji tidak berlebihan. Dikutip dari situs Healthline, fast food termasuk minuman dan makanan pendampingnya, berisiko memicu diabetes dan kegemukan.
Makanan cepat saji umumnya tinggi karbohidrat namun rendah serat. Karbohidrat tersebut akan diubah menjadi glukosa (gula) dalam darah. Pada tubuh sehat, lonjakan gula ditangani pankreas dengan melepas insulin. Namun, konsumsi karbohidrat berlebihan secara terus-menerus dapat melemahkan respons insulin dan memicu diabetes tipe 2.
Bahan lain yang kerap ditemukan dalam fast food adalah lemak trans, yakni lemak buatan hasil pemrosesan. Lemak trans tidak sehat dalam jumlah berapa pun karena dapat meningkatkan kolesterol jahat (LDL), menurunkan kolesterol baik (HDL), serta menambah risiko diabetes tipe 2 dan penyakit jantung.
Kelebihan kalori dari fast food juga dapat memicu kenaikan berat badan. Kondisi ini meningkatkan risiko obesitas yang berhubungan dengan masalah pernapasan, termasuk asma dan sesak nafas.
Lewat pencarian gambar terbalik di Google Images, Tempo menemukan video itu berasal dari akun TikTok @justrelaxgavin. Konten tersebut diunggah pada 27 Juli 2025 dan menampilkan rekaman saat ia berjalan ke area gudang penyimpanan makanan McDonald’s. Tidak ada keterangan lokasi outlet McD yang direkam.
Dalam video itu, pemilik akun sengaja menyorot daftar bahan yang tertera di kardus. Penelusuran Tempo menunjukkan bahan-bahan tersebut, termasuk potasium, memang sudah dicantumkan secara terbuka di situs resmi McDonald’s, antara lain pada menu Hot ‘n Spicy McChicken.
Menurut Koordinator Program Studi Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian Universitas Negeri Surabaya Fitri Komala Sari, dalam bahasa Indonesia, zat ini biasa dikenal dengan nama Kalium Klorida atau KCl. Senyawa mineral berupa garam dari kalium dan klorida sebagai pengganti garam dapur.
Garam dapur atau natrium klorida ini, kata Fitri, punya potensi meningkatkan tekanan darah sehingga diganti dengan kalium klorida yang dinilai lebih aman. Meski begitu, tingkat aman konsumsi kalium klorida tergantung pada kondisi kesehatan fisik dan fungsi ginjalnya masing-masing.
“Jumlah kalium klorida yang dibutuhkan tubuh setara 6 sampai 9 gram per hari atau tidak lebih dari 1 sendok makan,” ujarnya kepada Tempo, Rabu, 20 Agustus 2025.
Senada, Dosen Teknologi Pangan Institut Teknologi Kalimantan Anggela menyebut potasium klorida masuk kategori aman atau Generally Recognized As Safe (GRAS) menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Indonesia maupun Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (Food and Drug Administration/FDA).
“Berdasarkan Peraturan BPOM nomor 11 tahun 2019, potasium klorida termasuk bahan tambahan pangan yang diizinkan,” kata Anggela kepada Tempo lewat pesan suara WhatsApp.
Komite Khusus Zat GRAS (SCOGS) FDA juga menyimpulkan tidak ada bukti bahwa potasium klorida berbahaya bagi publik, selama penggunaannya sesuai batas yang diperbolehkan.
Potasium Klorida bukan Pemicu Kanker
Soal klaim yang menyebutkan bahwa potasium klorida menyebabkan kanker, Anggela mengatakan klaim tersebut keliru. Menurut dia, risiko utama konsumsi potasium klorida adalah hiperkalemia atau kelebihan kalium dalam darah, bukan kanker.
“Tidak ada artikel ataupun publikasi yang mendukung bahwa konsumsi potasium klorida menjadi penyebab kanker,” kata Anggela kepada Tempo.
Sebaliknya, potasium klorida justru bermanfaat karena dapat menurunkan tekanan darah dibandingkan garam komersial atau natrium klorida. Natrium diketahui dapat meningkatkan tekanan darah jika dikonsumsi berlebihan. “Makanya memang sudah disarankan untuk mengganti garam kita ke garam potasium atau potasium klorida,” ujarnya, merujuk pedoman WHO tentang pengganti garam rendah natrium.
Risiko Jangka Panjang Mengonsumsi Fast Food
Sejumlah artikel kesehatan merekomendasikan agar konsumsi makanan cepat saji tidak berlebihan. Dikutip dari situs Healthline, fast food termasuk minuman dan makanan pendampingnya, berisiko memicu diabetes dan kegemukan.
Makanan cepat saji umumnya tinggi karbohidrat namun rendah serat. Karbohidrat tersebut akan diubah menjadi glukosa (gula) dalam darah. Pada tubuh sehat, lonjakan gula ditangani pankreas dengan melepas insulin. Namun, konsumsi karbohidrat berlebihan secara terus-menerus dapat melemahkan respons insulin dan memicu diabetes tipe 2.
Bahan lain yang kerap ditemukan dalam fast food adalah lemak trans, yakni lemak buatan hasil pemrosesan. Lemak trans tidak sehat dalam jumlah berapa pun karena dapat meningkatkan kolesterol jahat (LDL), menurunkan kolesterol baik (HDL), serta menambah risiko diabetes tipe 2 dan penyakit jantung.
Kelebihan kalori dari fast food juga dapat memicu kenaikan berat badan. Kondisi ini meningkatkan risiko obesitas yang berhubungan dengan masalah pernapasan, termasuk asma dan sesak nafas.
Kesimpulan
Verifikasi Tempo menyimpulkan bahwa klaim zat potasium dalam makanan olahan seperti McDonald's dapat memicu kanker dalam jangka panjang adalah keliru.
Berdasarkan peraturan BPOM tahun nomor 11 tahun 2019, Potasium Klorida termasuk bahan tambahan pangan yang diizinkan. Mengonsumsi senyawa ini dalam jumlah berlebihan dapat mengantarkan pada kondisi hiperkalemia atau kelebihan kalium pada darah, bukan kanker.
Berdasarkan peraturan BPOM tahun nomor 11 tahun 2019, Potasium Klorida termasuk bahan tambahan pangan yang diizinkan. Mengonsumsi senyawa ini dalam jumlah berlebihan dapat mengantarkan pada kondisi hiperkalemia atau kelebihan kalium pada darah, bukan kanker.
Rujukan
- https://www.instagram.com/reel/DNQS9cPPtlM/?ig_rid=ee8f5ce3-98eb-468b-82fc-189a76b21232
- https://mvau.lt/media/de681455-d03c-4e87-b1ce-7170087c01b4
- https://www.tiktok.com/@justrelaxgavin/video/7531672407447325965?lang=en
- https://www.mcdonalds.com/us/en-us/full-menu.html
- https://www.mcdonalds.com/us/en-us/product/hot-n-spicy-mcchicken.html#accordion-c921f9207b-item-283bee7dbd
- https://standarpangan.pom.go.id/dokumen/peraturan/2019/PerBPOM_No_11_Tahun_2019_tentang_BTP.pdf
- https://www.hfpappexternal.fda.gov/scripts/fdcc/index.cfm?set=SCOGS&sort=Sortsubstance&order=ASC&startrow=1&type=column&search=SCOGS%20Report%20Number%C2%A4VARCHAR%C2%A4102
- https://cdn.who.int/media/docs/default-source/nutrition-and-food-safety/events/2025/launch-of-lsss-guideline-presentation-1-overview.pdf?sfvrsn=73c55f08_3 /cdn-cgi/l/email-protection#385b5d535e59534c59784c5d554857165b5716515c