KOMPAS.com - Perjanjian pandemi Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO yang telah disepakati negara anggota dipahami secara keliru.
Narasi di media sosial mengeklaim proses perumusan perjanjian tersebut tidak boleh diliput oleh media.
Ada pula narasi yang menyebutkan bahwa perjanjian pandemi WHO sebagai upaya kontrol dan bersifat paksaan.
Berdasarkan penelusuran Tim Cek Fakta Kompas.com, narasi tersebut keliru dan perlu diluruskan.
Informasi mengenai perjanjian pandemi WHO tidak boleh diliput media dan berisifat paksaan disebarkan oleh akun Facebook ini dan ini.
Narasi yang beredar mencakup beberapa poin keliru seputar perjanjian pandemi WHO.
Berikut rangkumannya:
(GFD-2025-27173) [KLARIFIKASI] Perjanjian Pandemi WHO Dipahami Secara Keliru
Sumber:Tanggal publish: 27/05/2025
Berita
Hasil Cek Fakta
Perjanjian pandemi WHO yang dimaksudkan dalam narasi yang beredar bersumber dari rilis WHO pada 19 Mei 2025.
Perjanjian pandemi yang dirancang tersebut melalui proses selama lebih dari tiga tahun, yang mulai dibahas selama pandemi Covid-19.
Tujuan utama perjanjian pandemi itu yakni menegosiasikan kesepakatan untuk mengatasi kesenjangan dan ketidakadilan dalam mencegah, menghadapi, dan menanggapi pandemi.
Perjanjian ini disepakati oleh 124 negara anggota, sementara 11 negara abstain.
Perjanjian tersebut menegaskan bahwa tidak ada pemberian wewenang kepada WHO terkait kekuasaan apa pun yang mengikat kebijakan nasional suatu negara.
"Tidak ada ketentuan dalam Perjanjian Pandemi WHO yang ditafsirkan sebagai pemberian kewenangan kepada Sekretariat WHO, termasuk Direktur Jenderal WHO, untuk mengarahkan, memerintahkan, mengubah atau menetapkan kebijakan nasional dan internasional," tulis WHO.
Dalam perjanjian yang telah disepakati disebutkan, setiap negara wajib menerapkan pendekatan yang melibatkan seluruh pemerintah dan seluruh masyarakat di tingkat nasional, sesuai dengan keadaan nasional.
Sehingga, narasi yang mengeklaim tidak adanya keterlibatan pemerintahan daerah tidak benar.
Adapun terkait informasi kesehatan suatu negara, tetap berpegang pada hukum internasional dan nasional yang berlaku.
Termasuk regulasi dan standar nasional atas penilaian risiko, biosafety, biosecurity, dan pengendalian ekspor patogen, serta perlindungan data.
Sebelumnya, perjanjian pandemi WHO dikaitkan dengan teori konspirasi yang disebut pandemic treaty.
Dilansir DW, perjanjian mengenai kesiapsiagaan pandemi dinegosiasikan antara 194 negara anggota WHO, tetapi WHO sendiri tidak dapat menentukan isi perjanjian tersebut.
WHO menyatakan, tidak terlibat dalam sertifikasi kesehatan digital nasional, maupun pengumpulan data pribadi.
Data kesehatan dan penyerahannya merupakan hak masing-masing negara untuk mengaturnya.
Perjanjian pandemi yang dirancang tersebut melalui proses selama lebih dari tiga tahun, yang mulai dibahas selama pandemi Covid-19.
Tujuan utama perjanjian pandemi itu yakni menegosiasikan kesepakatan untuk mengatasi kesenjangan dan ketidakadilan dalam mencegah, menghadapi, dan menanggapi pandemi.
Perjanjian ini disepakati oleh 124 negara anggota, sementara 11 negara abstain.
Perjanjian tersebut menegaskan bahwa tidak ada pemberian wewenang kepada WHO terkait kekuasaan apa pun yang mengikat kebijakan nasional suatu negara.
"Tidak ada ketentuan dalam Perjanjian Pandemi WHO yang ditafsirkan sebagai pemberian kewenangan kepada Sekretariat WHO, termasuk Direktur Jenderal WHO, untuk mengarahkan, memerintahkan, mengubah atau menetapkan kebijakan nasional dan internasional," tulis WHO.
Dalam perjanjian yang telah disepakati disebutkan, setiap negara wajib menerapkan pendekatan yang melibatkan seluruh pemerintah dan seluruh masyarakat di tingkat nasional, sesuai dengan keadaan nasional.
Sehingga, narasi yang mengeklaim tidak adanya keterlibatan pemerintahan daerah tidak benar.
Adapun terkait informasi kesehatan suatu negara, tetap berpegang pada hukum internasional dan nasional yang berlaku.
Termasuk regulasi dan standar nasional atas penilaian risiko, biosafety, biosecurity, dan pengendalian ekspor patogen, serta perlindungan data.
Sebelumnya, perjanjian pandemi WHO dikaitkan dengan teori konspirasi yang disebut pandemic treaty.
Dilansir DW, perjanjian mengenai kesiapsiagaan pandemi dinegosiasikan antara 194 negara anggota WHO, tetapi WHO sendiri tidak dapat menentukan isi perjanjian tersebut.
WHO menyatakan, tidak terlibat dalam sertifikasi kesehatan digital nasional, maupun pengumpulan data pribadi.
Data kesehatan dan penyerahannya merupakan hak masing-masing negara untuk mengaturnya.
Kesimpulan
Narasi mengenai perjanjian pandemi WHO tidak boleh diliput media dan berisifat paksaan merupakan informasi keliru.
WHO tidak terlibat dalam isi perjanjian, tetapi ditentukan sendiri oleh 194 negara anggota.
Tidak ada pemberian kewenangan kepada WHO dalam perjanjian tersebut, termasuk yang melebihi kepentingan nasional masing-masing negara.
WHO tidak terlibat dalam isi perjanjian, tetapi ditentukan sendiri oleh 194 negara anggota.
Tidak ada pemberian kewenangan kepada WHO dalam perjanjian tersebut, termasuk yang melebihi kepentingan nasional masing-masing negara.
Rujukan
- https://www.facebook.com/lucky.harmony.reborn/videos/3924853871070069/
- https://www.facebook.com/photo/?fbid=10212978565096553&set=a.3078625142314
- https://www.who.int/news/item/19-05-2025-member-states-approve-who-pandemic-agreement-in-world-health-assembly-committee--paving-way-for-its-formal-adoption
- https://www.who.int/news/item/20-05-2025-world-health-assembly-adopts-historic-pandemic-agreement-to-make-the-world-more-equitable-and-safer-from-future-pandemics
- https://apps.who.int/gb/ebwha/pdf_files/WHA78/A78_10-en.pdf
- https://www.dw.com/en/fact-check-conspiracy-theories-about-the-pandemic-treaty/a-65982226
- https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D