KOMPAS.com - Beredar narasi mengenai badai matahari pada 2025 yang disebut akan mengakibatkan internet tidak bisa digunakan.
Berdasarkan penelusuran Tim Cek Fakta Kompas.com, narasi tersebut perlu diluruskan.
Narasi internet mati akibat badai matahari pada 2025 dibagikan oleh akun Facebook ini, ini, ini, dan ini pada Agustus 2024.
Berikut narasi yang dibagikan:
Prediksi Badai Matahari di Tahun 2025, apa yang akan terjadi?? Kalo pun benar terjadi, otomatis kita akan kembali seperti jaman dahulu yang tanpa internet dan listrik sampai berbulan-bulan. Siapkah kita??
Narasi itu disertai video presenter berita membahas tentang badai matahari pada 2025.
"Kemungkinan munculnya badai Matahari di tahun 2025 memungkinkan manusia di Bumi dapat kehilangan akses internet selama berbulan-bulan..."
"NASA sendiri sedang mengantisipasi supaya kalau pun memang terjadi letupan di Matahari yang menyebabkan badai Matahari supaya dampaknya bisa diminimalisir," kata sang presenter.
(GFD-2024-21853) [KLARIFIKASI] Penjelasan atas Kabar Keliru Internet Mati akibat Badai Matahari 2025
Sumber:Tanggal publish: 13/08/2024
Berita
Hasil Cek Fakta
Astronom amatir Indonesia, Marufin Sudibyo membantah bahwa badai matahari 2025 akan menghilangkan akses internet selama berbulan-bulan.
Ia menjelaskan, badai matahari umumnya terkait banyaknya bintik Matahari dan jumlahnya mencapai maksimum saat berada puncak aktivitasnya.
Menurut dia, suatu siklus aktivitas Matahari panjangnya 10 hingga 11 tahun, sehingga puncak siklus terjadi pada tahun ke-5 atau ke-6 dari awal siklus.
"Siklus aktivitas Matahari kali ini dimulai pada 2018, sehingga puncak aktivitas diperkirakan terjadi pada 2024 atau 2025. Namun, itu hanya patokan umum," ujar Marufin seperti diberitakan Kompas.com, 26 Mei 2024.
Sementara itu, Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat atau NASA belum mengeluarkan peringatan khusus tentang "kematian" internet akibat badai matahari.
Dilansir Kompas.com, NASA memang telah meluncurkan misi Parker Space Probe, tetapi tidak pernah ada istilah kiamat internet dalam misi tersebut.
Parker Space Probe merupakan misi yang diluncurkan NASA pada 2018 untuk melihat permukaan atau atmosfer Matahari lebih dekat.
Melalui misi tersebut, NASA dapat mengumpulkan informasi tentang angin surya atau solar wind karena jarak wahana antariksa kian dekat dengan atmosfer Matahari.
NASA mempelajari dampak angin surya terhadap kehidupan di Bumi, antara lain perubahan orbit satelit, memperpendek umur satelit, dan mengganggu perangkat elektronik.
Istilah kiamat internet bersumber dari studi soal badai matahari yang ditulis oleh asisten profesor ilmu komputer Universitas California, Sangeetha Abdu Jyothi, pada 2021.
Pada judul studinya, ia menulis "internet apocalypse" atau kiamat internet.
Studi tersebut menganalisis ketahanan infrastruktur internet di seluruh dunia dan menemukan bahwa kabel bawah laut memiliki risiko kegagalan yang lebih tinggi.
Apabila terjadi badai matahari, maka kabel bawah air akan terganggu dan menghilangkan daya listrik besar-besaran.
Namun perlu digarisbawahi, studi tersebut berdasarkan analisis dan rekonstruksi, bukan berdasarkan pada peluncuran misi Parker Space Probe.
Ia menjelaskan, badai matahari umumnya terkait banyaknya bintik Matahari dan jumlahnya mencapai maksimum saat berada puncak aktivitasnya.
Menurut dia, suatu siklus aktivitas Matahari panjangnya 10 hingga 11 tahun, sehingga puncak siklus terjadi pada tahun ke-5 atau ke-6 dari awal siklus.
"Siklus aktivitas Matahari kali ini dimulai pada 2018, sehingga puncak aktivitas diperkirakan terjadi pada 2024 atau 2025. Namun, itu hanya patokan umum," ujar Marufin seperti diberitakan Kompas.com, 26 Mei 2024.
Sementara itu, Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat atau NASA belum mengeluarkan peringatan khusus tentang "kematian" internet akibat badai matahari.
Dilansir Kompas.com, NASA memang telah meluncurkan misi Parker Space Probe, tetapi tidak pernah ada istilah kiamat internet dalam misi tersebut.
Parker Space Probe merupakan misi yang diluncurkan NASA pada 2018 untuk melihat permukaan atau atmosfer Matahari lebih dekat.
Melalui misi tersebut, NASA dapat mengumpulkan informasi tentang angin surya atau solar wind karena jarak wahana antariksa kian dekat dengan atmosfer Matahari.
NASA mempelajari dampak angin surya terhadap kehidupan di Bumi, antara lain perubahan orbit satelit, memperpendek umur satelit, dan mengganggu perangkat elektronik.
Istilah kiamat internet bersumber dari studi soal badai matahari yang ditulis oleh asisten profesor ilmu komputer Universitas California, Sangeetha Abdu Jyothi, pada 2021.
Pada judul studinya, ia menulis "internet apocalypse" atau kiamat internet.
Studi tersebut menganalisis ketahanan infrastruktur internet di seluruh dunia dan menemukan bahwa kabel bawah laut memiliki risiko kegagalan yang lebih tinggi.
Apabila terjadi badai matahari, maka kabel bawah air akan terganggu dan menghilangkan daya listrik besar-besaran.
Namun perlu digarisbawahi, studi tersebut berdasarkan analisis dan rekonstruksi, bukan berdasarkan pada peluncuran misi Parker Space Probe.
Kesimpulan
Berdasarkan penelusuran Tim Cek Fakta Kompas.com, narasi internet mati akibat badai matahari pada 2025 perlu diluruskan.
Memang benar siklus aktivitas Matahari diperkirakan mencapai puncak pada 2025, tetapi tidak ada peringatan tentang kematian internet akibat fenomena tersebut.
Memang benar siklus aktivitas Matahari diperkirakan mencapai puncak pada 2025, tetapi tidak ada peringatan tentang kematian internet akibat fenomena tersebut.
Rujukan
- https://www.facebook.com/watch/?v=1060605665399432
- https://www.facebook.com/watch/?v=1064281955288141
- https://www.facebook.com/watch/?v=1145072493227006
- https://www.facebook.com/reel/1251544302845766
- https://www.kompas.com/tren/read/2024/05/26/170000865/beredar-isu-badai-matahari-2025-hilangkan-akses-internet-berbulan-bulan-ini?page=all
- https://www.kompas.com/cekfakta/read/2023/07/04/171800882/cek-fakta-narasi-soal-kiamat-internet-tidak-terkait-nasa
- https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D