(GFD-2024-20859) [SALAH] WHO Berlakukan Denda 500 Juta Untuk Penggunaan Pengobatan Alternatif
Sumber: Facebook.comTanggal publish: 30/06/2024
Berita
Bismillah, yuuk segra sadar sikon darurat ini. Masalahnya jk Tanggal 27 Mei 2024 WHO Pandemy Treaty ditandatangani oleh Pejabat Indonesia. Herbal, bekam, pijat,.. pengobatan alami, pengobatan alternatif, pengobatan holistik dilarang. Dianggap melanggar hukum. Bisa dipenjara atau denda Rp 500 juta. Tidak bisa menolak vaksinasi, kalau menolak masuk penjara atau denda Rp 500 juta. Berlaku 30 hari setelah penandatanganan WHO Pandemy Treaty. Jadi kedaulatan kesehatan Rakyat Indonesia sudah terancam/tidak ada lagi
Hasil Cek Fakta
Sebuah unggahan di Facebook menyatakan bahwa WHO telah memberlakukan denda bagi seseorang yang menggunakan pengobatan alternatif seperti meminum jamu akan didenda 500 juta. Dalam video ini disebutkan bahwa Indonesia sudah memiliki Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023. Video ini diunggah oleh akun Facebook bernama Maulana Sitohang.
Setelah dilakukan penelusuran, seseorang yang menyampaikan pernyataan tersebut adalah Komjen. Pol. (Purn). Dharma Pongrekun. Dilansir dari laman Detik, Ketua Perkumpulan Dokter Pengembang Obat Tradisional Jamu (PDPOTJI) dr Inggrid Tania memastikan bahwa informasi tersebut keliru. dr Inggrid menanggapi bahwa Undang- Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 mengatur tentang orang-orang yang tidak mematuhi pelaksanaan penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) atau wabah.
dr Inggrid sebagai salah satu orang yang menyusun Rancangan Undang-Undang Kesehatan terkait Obat Bahan Alam dan Pelayanan Kesehatan Tradisional di DPR dan Kemenkes menyampaikan dorongan terhadap penggunaan bahan tradisional justru harus ditingkatkan. dr Inggrid menegaskan bahwa WHO juga tidak melarang penerapan pengobatan tradisional dan komplementer bahkan WHO mendirikan pusat kolaborasi untuk pengobatan tradisional, komplementer, dan integratif.
Sementara itu, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melalui Instagram resminya sudah mengonfirmasi bahwa pernyataan yang diklaim tidaklah benar atau hoax. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pernyataan yang memuat tentang pemberlakuan denda 500 juta oleh WHO untuk pengobatan alternatif tidaklah benar.
Setelah dilakukan penelusuran, seseorang yang menyampaikan pernyataan tersebut adalah Komjen. Pol. (Purn). Dharma Pongrekun. Dilansir dari laman Detik, Ketua Perkumpulan Dokter Pengembang Obat Tradisional Jamu (PDPOTJI) dr Inggrid Tania memastikan bahwa informasi tersebut keliru. dr Inggrid menanggapi bahwa Undang- Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 mengatur tentang orang-orang yang tidak mematuhi pelaksanaan penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) atau wabah.
dr Inggrid sebagai salah satu orang yang menyusun Rancangan Undang-Undang Kesehatan terkait Obat Bahan Alam dan Pelayanan Kesehatan Tradisional di DPR dan Kemenkes menyampaikan dorongan terhadap penggunaan bahan tradisional justru harus ditingkatkan. dr Inggrid menegaskan bahwa WHO juga tidak melarang penerapan pengobatan tradisional dan komplementer bahkan WHO mendirikan pusat kolaborasi untuk pengobatan tradisional, komplementer, dan integratif.
Sementara itu, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melalui Instagram resminya sudah mengonfirmasi bahwa pernyataan yang diklaim tidaklah benar atau hoax. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pernyataan yang memuat tentang pemberlakuan denda 500 juta oleh WHO untuk pengobatan alternatif tidaklah benar.
Kesimpulan
Faktanya, video ini telah dikonfirmasi ketidakbenarannya oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Ketua PDPOTJI menyatakan bahwa pengobatan tradisional justru harus ditingkatkan. Selain itu, WHO juga mendirikan pusat kolaborasi untuk pengobatan tradisional, komplementer, dan integratif.
Rujukan
- https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-7352877/viral-narasi-uu-kesehatan-baru-larang-konsumsi-jamu-begini-faktanya/amp
- https://www.instagram.com/p/C7RErnJhbx8/?igsh=bW82YWN5bTdqOGph
- https://turnbackhoax.id/2024/05/28/salah-denda-rp500juta-jika-mengonsumsi-obat-herbal-dan-menolak-vaksinasi-akibat-perjanjian-who-pandemy-treaty/