Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 1 Muhaimin Iskandar mengatakan bahwa anggaran pemerintah Indonesia untuk mengatasi krisis iklim masih jauh di bawah anggaran sektor-sektor lain.
Menurutnya hal ini menjadi penanda bahwa pemerintah tidak serius dalam menyikapi permasalahan iklim.
(GFD-2024-15307) CEK FAKTA: Cak Imin Sebut Pemerintah Tak Serius Mitigasi Krisis Iklim dan Anggaran Rendah, Benarkah?
Sumber:Tanggal publish: 21/01/2024
Berita
Hasil Cek Fakta
Berdasarkan dokumen 'Anggaran Hijau Indonesia Dalam Menghadapi Perubahan Iklim' milik Badan Keahlian Setjen DPR RI, sebagaimana perhitungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kebutuhan pendanaan perubahan iklim mencapai Rp3.779 triliun jika mengikuti peta jalan Dokumen Kontribusi Nasional (NDC).
Dengan demikian setiap tahun anggaran yang dibutuhkan bagi pendanaan mitigasi iklim mencapai Rp200 triliun - Rp300 triliun atau setara 7-11 persen APBN Tahun 2022.
Sementara berdasarkan data Bank Dunia, kebutuhan rerata tahunan bagi Indonesia untuk menangani krisis iklim mencapai Rp266 triliun per tahun sampai 2030. Sedangkan pendanaan APBN bagi mitigasi iklim ini berkisar Rp37,9 triliun per tahun dalam rentang 2020-2022 alias terjadi gap 86 persen antara kebutuhan dengan penganggarannya.
Adapun berdasarkan dokumen DPR tersebut, belanja mitigasi iklim pemerintah hanya 3,9 persen dari alokasi APBN.
Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu, Dian Lestari mengatakan sejak tahun 2018-2020 anggaran perubahan iklim Indonesia rerata Rp102,65 triliun atau 4,3 persen per tahun.
Berdasarkan data Kemenkeu, secara umum anggaran penanganan perubahan iklim Indonesia masih di bawah 10 persen dari APBN, yakni pada tahun 2016 Rp72,4 triliun, tahun 2017 Rp98,6 triliun, tahun 2018 Rp126 triliun, tahun 2019 Rp83,54 triliun, tahun 2020 Rp72,4 triliun, dan tahun 2021 Rp112,74 triliun.
Dengan demikian setiap tahun anggaran yang dibutuhkan bagi pendanaan mitigasi iklim mencapai Rp200 triliun - Rp300 triliun atau setara 7-11 persen APBN Tahun 2022.
Sementara berdasarkan data Bank Dunia, kebutuhan rerata tahunan bagi Indonesia untuk menangani krisis iklim mencapai Rp266 triliun per tahun sampai 2030. Sedangkan pendanaan APBN bagi mitigasi iklim ini berkisar Rp37,9 triliun per tahun dalam rentang 2020-2022 alias terjadi gap 86 persen antara kebutuhan dengan penganggarannya.
Adapun berdasarkan dokumen DPR tersebut, belanja mitigasi iklim pemerintah hanya 3,9 persen dari alokasi APBN.
Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu, Dian Lestari mengatakan sejak tahun 2018-2020 anggaran perubahan iklim Indonesia rerata Rp102,65 triliun atau 4,3 persen per tahun.
Berdasarkan data Kemenkeu, secara umum anggaran penanganan perubahan iklim Indonesia masih di bawah 10 persen dari APBN, yakni pada tahun 2016 Rp72,4 triliun, tahun 2017 Rp98,6 triliun, tahun 2018 Rp126 triliun, tahun 2019 Rp83,54 triliun, tahun 2020 Rp72,4 triliun, dan tahun 2021 Rp112,74 triliun.