Akun Twitter @AntiPekines pada 15 Juni 2023 mengunggah sebuah cuitan sebagai berikut:
“Pegasus mulai di aktifkan dari balik seno raya.mulai merambah ke system IOS.bukan lagi menyasar pejabat penting atau orang yg dipandang berpotensi,namun mulai menyasar seluruh pengguna smart phone bahkan pengguna media sosial.yg masih memiliki aplikasi”SatuSehat” hati2 lo.upss”
(GFD-2023-12892) [SALAH] “Pegasus mulai di aktifkan namun mulai menyasar pengguna smartphone bahkan pengguna media sosial yg masih memiliki aplikasi SatuSehat”
Sumber: TwitterTanggal publish: 22/06/2023
Berita
Hasil Cek Fakta
Berdasarkan hasil penelusuran, adanya klaim bahwa alat sadap Pegasus mulai diaktifkan dan mulai menyasar seluruh pengguna ponsel pintar bahkan semua pengguna media sosial yang masuh memiliki aplikasi SatuSehat merupakan klaim yang menyesatkan.
Faktanya, seorang sumber IndonesiaLeaks yang pernah mengoperasikan Pegasus dan akrab di dunia mata-mata mengungkapkan, era Pegasus telah lewat karena dianggap kelewat mahal dan tak efektif.
Dilansir dari artikel berjudul “Melacak Kaki-Tangan NSO Group di Indonesia” yang terbit di situs independen.id pada 12 Juni 2023, dua pengusaha sekaligus orang yang mengaku mendatangkan alat sadap bikinan Israel membenarkan Pegasus sempat ada di Indonesia. Bahkan diduga didatangkan sejak 2018. Seorang sumber IndonesiaLeaks yang tak ingin disebutkan identitasnya mengatakan, alat canggih ini diduga telah digunakan institusi seperti Badan Intelijen Negara (BIN), Mabes Polri, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) dan, Komisi Pemberantasan Korupai (KPK).
Kepala Divisi Teknologi, Informasi dan Komunikasi Kepolisian RI, Inspektur Jenderal Slamet Uliandi membantah institusinya menggunakan Pegasus. Hanya saja ia mengakui penggunaan teknologi penyadapan zero click. Dan tindakan ini pun menurutnya berdasarkan pada lawful interception atau penyadapan yang sah berdasar hukum.
“Polri tidak pernah mendatangkan Pegasus atau menggunakan alat penyadapan Pegasus. Sejauh ini menggunakan alat sistem yang metode lawful intercepted,” kata Uliandi kepada Tim IndonesiaLeaks. “Selama ini, sejak 2010, ya, Zero Click. Informasi kita dapat, voice kita dapat langsung. Itu kan (diatur dalam) UU ITE.”
Teknologi ini diperlukan untuk mengungkap sejumlah kasus kejahatan. Uliandi mengklaim penyadapan yang dilakukan polisi sesuai Peraturan Kapolri Nomor 5 Tahun 2010 dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Seorang sumber yang pernah mengoperasikan Pegasus dan akrab di dunia mata-mata mengungkapkan, era Pegasus telah lewat. Karena dianggap kelewat mahal dan tak efektif. Setidaknya butuh Rp500 miliar hingga Rp1 triliun untuk mendatangkannya. Itu belum termasuk ongkos memperbarui sistem atau update software setiap tahun. Per tahunnya bisa mencapai Rp100 miliar. Belum lagi, Pegasus terbatas hanya bisa dipakai untuk 7-20 target. Itu mengapa target pun biasanya merupakan highprofile.
“Sekarang yang efektif itu metode surveillance lainnya aja.”ungkap sumber Indonesialeaks.
Namun tak ada yang bisa menjamin era Pegasus telah lewat. Kecanggihan dan kemampuan perangkat lunak ini membuka celah penyimpangan. Laporan NSO Group menyebut ada kesepakatan bersama antara pembeli dan produsen. Salah satunya larangan menyalahgunakan karena fungsi utama Pegasus untuk penegakan hukum dan pencegahan terorisme.
Faktanya, seorang sumber IndonesiaLeaks yang pernah mengoperasikan Pegasus dan akrab di dunia mata-mata mengungkapkan, era Pegasus telah lewat karena dianggap kelewat mahal dan tak efektif.
Dilansir dari artikel berjudul “Melacak Kaki-Tangan NSO Group di Indonesia” yang terbit di situs independen.id pada 12 Juni 2023, dua pengusaha sekaligus orang yang mengaku mendatangkan alat sadap bikinan Israel membenarkan Pegasus sempat ada di Indonesia. Bahkan diduga didatangkan sejak 2018. Seorang sumber IndonesiaLeaks yang tak ingin disebutkan identitasnya mengatakan, alat canggih ini diduga telah digunakan institusi seperti Badan Intelijen Negara (BIN), Mabes Polri, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) dan, Komisi Pemberantasan Korupai (KPK).
Kepala Divisi Teknologi, Informasi dan Komunikasi Kepolisian RI, Inspektur Jenderal Slamet Uliandi membantah institusinya menggunakan Pegasus. Hanya saja ia mengakui penggunaan teknologi penyadapan zero click. Dan tindakan ini pun menurutnya berdasarkan pada lawful interception atau penyadapan yang sah berdasar hukum.
“Polri tidak pernah mendatangkan Pegasus atau menggunakan alat penyadapan Pegasus. Sejauh ini menggunakan alat sistem yang metode lawful intercepted,” kata Uliandi kepada Tim IndonesiaLeaks. “Selama ini, sejak 2010, ya, Zero Click. Informasi kita dapat, voice kita dapat langsung. Itu kan (diatur dalam) UU ITE.”
Teknologi ini diperlukan untuk mengungkap sejumlah kasus kejahatan. Uliandi mengklaim penyadapan yang dilakukan polisi sesuai Peraturan Kapolri Nomor 5 Tahun 2010 dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Seorang sumber yang pernah mengoperasikan Pegasus dan akrab di dunia mata-mata mengungkapkan, era Pegasus telah lewat. Karena dianggap kelewat mahal dan tak efektif. Setidaknya butuh Rp500 miliar hingga Rp1 triliun untuk mendatangkannya. Itu belum termasuk ongkos memperbarui sistem atau update software setiap tahun. Per tahunnya bisa mencapai Rp100 miliar. Belum lagi, Pegasus terbatas hanya bisa dipakai untuk 7-20 target. Itu mengapa target pun biasanya merupakan highprofile.
“Sekarang yang efektif itu metode surveillance lainnya aja.”ungkap sumber Indonesialeaks.
Namun tak ada yang bisa menjamin era Pegasus telah lewat. Kecanggihan dan kemampuan perangkat lunak ini membuka celah penyimpangan. Laporan NSO Group menyebut ada kesepakatan bersama antara pembeli dan produsen. Salah satunya larangan menyalahgunakan karena fungsi utama Pegasus untuk penegakan hukum dan pencegahan terorisme.
Kesimpulan
Seorang sumber IndonesiaLeaks yang pernah mengoperasikan Pegasus dan akrab di dunia mata-mata mengungkapkan, era Pegasus telah lewat karena dianggap kelewat mahal dan tak efektif.
Selengkapnya di bagian PENJELASAN dan REFERENSI.
Selengkapnya di bagian PENJELASAN dan REFERENSI.